Guyub dalam Mediasi Digital
Kolom | 2025-04-30 12:16:36
Apabila kita berjalan menyusuri jalan-jalan kecil dipedesaan ataupun dikota kecil, sesekali kita melirik pada suatu warung kopi terlihat sekumpulan kelompok kecil warga sedang berkumpul duduk santai pakai sarung, ngopi dan makan ubi terlihat nyaman berdiskusi ringan tentang suatu topik, dari dialog yang diucapkan antara satu dengan yang lainnya, terkadang disela-sela dialog tersebut terlihat terdengar ada yang tertawa ngakak terlepas dari materi yang dibicarakan, Sepertinya ada kepuasan tersendiri bagi mereka.
Sungguh pemandangan indah dan damai yang kita rasakan, ketika melihat sekelompok kecil orang duduk membicarakan tentang topik tertentu. Berkumpulnya orang-orang dalam suatu kondisional tertentu kita kenal dengan istilah guyub atau berkumpul, bersama. Makna istilah guyub ini selaras dengan pendapat Ferdinand Tonnies dikenal dengan istilah gemeinschaft. Tonnies dalam Idhom (2025) gemeinschaft merupakan kelompok sosial yang anggotanya mempunyai ikatan batin murni, alamiah, sangat kuat, dan bisa bertahan lama.
Meski hubungan antar anggota paguyuban bersifat informal, mereka menjalani kehidupan bersama dengan intim, pribadi dan eksklusif. Masih dalam sumber yang sama Tonnies mengatakan bahwa, paguyuban terkategori menjadi tiga macam. Hubungan antar anggota dalam gemeinschaft bisa dilatari oleh ikatan darah, kesamaan pemikiran, serta kedekatan geografis.
Konsep gemeinschaft ini apabila kita potret dalam kehidupan masyarakat di Indonesia sangat tepat. Kita sering melihat kumpulan kecil masyarakat yang sering kumpul di tempat tertentu, membicarakan tentang topik-topik yang ringan kadang berat yang dikemas dalam bahasa komunikasi ringan. Apakah kondisi ini masih ada? Tidak dipungkiri sampai saat ini kumpulan kecil masyarakat masih ada dan terlihat oleh kita dalam jumlah kecil diberbagai sudut tempat-tempat umum, walaupun sudah tergerus oleh kemajuan digital.
Persoalannya adalah di era teknologi komunikasi digital saat ini, semua aspek bidang kehidupan mengalami perubahan bahkan pergeseran bentuk dan makna. Apapun namanya semuanya merupakan suatu konsekuensi dan keniscayaan hidup yang tidak bisa kita hindari, semuanya harus masuk pada konsekuensi-konsekuensi tersebut dalam suatu perubahan.
Begitu pula guyub masyarakat, biasanya berkumpul disuatu lokasi sekarang sudah masuk pada ruang-ruang digital media sosial, Instagram, facebook, X, whatsapp, telegram. Ruang-ruang media inilah sekarang yang menjadi wadah berkumpulnya masyarakat sebagai tempat untuk berinteraksi, berkomunikasi, berdiskusi bahkan sampai berdebat sekalipun.
Hal ini tentunya membawa konsekuensi pula pada cara berkomunikasi, pola-pola komunikasi, penempatan berkomunikasi. Dimana dalam ruang digital ini menjadi nilai-nilai baru kebiasaan budaya dalam digital.
Memahami guyub dalam digital
Era digital membawa perubahan fundamental cara kita berinteraksi, berkomunikasi dan membangun suatu komunitas, karena esensi guyub perlu diadaptasi dan dilakukan dengan bijak di ranah digital.
Sebagai bagian dari masyarakat guyub, kita tetap aktif dalam komunitas digital secara positif. Bergabung dan berkontribusi aktif dalam grup-grup daring, forum diskusi atau media sosial yang memiliki tujuan positif dan membangun. Kita selalu menunjukkan empati dan dukungan virtual berupa dukungan moral, semangat maupun bantuan praktis pada anggota yang mengalami suatu permasalahan, melalui komentar, pesan pribadi atau donasi daring ( ditindaklanjuti secara nyata).
Menggalang aksi gotong royong digital, melalui penggalangan dana, petisi daring atau aksi sukarela virtual untuk membantu sesama anggota dalam mengatasi isu-isu sosial. Hal lain yang tidak kalah penting adalah, selalu berkomunikasi dengan sopan dan santun (Netiket) melalui penggunaan bahasa yang baik, menghindari saling ujaran kebencian, perundungan (cyberbulliying) dan provokasi dalam berinteraksi daring.
Selalu bijak dalam berbagi informasi pribadi, menjaga privasi diri dan orang lain dengan tidak membagikan informasi sensitif secara sembarangan. Membangun secara bersama-sama ruang digital yang inklusif dan aman. Menerima dan menghargai segala bentuk keberagaman dan menolak segala bentuk diskriminasi dan intoleransi. Selalu menjaga keseimbangan antara daring dan luring, artinya walaupun komunikasi lebih intens secara daring, namun pada tataran realitas tetap menjaga dan memperkuat hubungan.
Dalam era guyub digital memerlukan adaptasi yang cerdas dan bertanggung jawab, mempertahankan nilai-nilai inti guyub sambil memanfaatkan potensi teknologi untuk kebaikan bersama. Dengan memperkuat solidaritas daring membangun komunikasi yang sehat dan menciptakan ruang digital yang inklusif dan aman. Pasti bisa
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
