Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rafi' Yusra

HAMKA: Ulama, Sastrawan, dan Tokoh Bangsa

Sejarah | 2025-04-23 19:44:09
H.Abdul Malik Karim Amrullah

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang lebih dikenal dengan singkatan HAMKA, adalah salah satu tokoh besar dalam sejarah intelektual dan spiritual Indonesia. Ia lahir pada tanggal 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat, dan wafat pada 24 Juli 1981 di Jakarta. HAMKA dikenal sebagai seorang ulama, sastrawan, wartawan, dan politisi yang memiliki pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran Islam dan sastra Indonesia modern. Ayah HAMKA, Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang ulama terkemuka yang juga dikenal dengan nama Tuanku Rasul.

Ayahnya merupakan pelopor gerakan pembaruan Islam di Sumatera Barat, yang menentang tradisi dan takhayul yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dari ayahnya inilah HAMKA mendapatkan pendidikan agama yang ketat sejak usia dini. Namun, pendidikan formal HAMKA hanya sampai di tingkat sekolah dasar, selebihnya ia belajar secara otodidak melalui membaca dan berguru kepada ulama-ulama di berbagai daerah. Pada usia muda, HAMKA sudah menunjukkan ketertarikan yang besar pada ilmu pengetahuan, sastra, dan pemikiran Islam. Ia merantau ke Yogyakarta dan bertemu dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti K.H. Ahmad Dahlan.

Pengaruh pemikiran modern Islam sangat membentuk cara pandangnya terhadap dunia dan peran agama dalam kehidupan sosial. Ia kemudian bergabung dengan Muhammadiyah dan menjadi salah satu tokoh penting dalam organisasi tersebut. Sebagai sastrawan, HAMKA menulis banyak karya yang menjadi tonggak sastra Indonesia. Di antara karya terkenalnya adalah “Di Bawah Lindungan Ka’bah” dan “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, dua novel yang mengangkat tema cinta, budaya Minangkabau, dan konflik antara adat dan agama. Gaya penulisan HAMKA dikenal menyentuh, puitis, dan kaya nilai moral.

Karyanya bukan hanya dinikmati dari sisi estetika sastra, tetapi juga menjadi media dakwah Islam yang halus dan mendalam. Selain sebagai penulis fiksi, HAMKA juga dikenal luas sebagai cendekiawan muslim dan ahli tafsir Al-Qur’an. Karyanya yang monumental dalam bidang tafsir adalah “Tafsir Al-Azhar”, yang ditulisnya selama mendekam di penjara akibat perbedaan pandangan politik dengan rezim Orde Lama. Tafsir ini dianggap memiliki pendekatan yang kontekstual, dekat dengan kehidupan masyarakat, dan penuh dengan hikmah-hikmah kehidupan.

Dalam bidang politik, HAMKA sempat menjadi anggota Konstituante dari partai Masyumi. Namun, setelah pembubaran Masyumi oleh Soekarno, HAMKA memilih untuk lebih aktif di bidang keagamaan dan kebudayaan. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama pada tahun 1975. Dalam posisinya itu, ia berperan penting dalam merumuskan fatwa-fatwa dan panduan moral bagi umat Islam di Indonesia. HAMKA wafat pada tahun 1981 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta. Sepeninggalnya, HAMKA tetap dikenang sebagai tokoh besar yang telah memberikan sumbangsih luar biasa dalam bidang agama, sastra, dan pemikiran bangsa. Pada tahun 2011, pemerintah Indonesia secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada HAMKA atas jasa-jasanya yang sangat besar bagi bangsa dan negara.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image