Jejak Historis Sjech Ibrahim Musa: Kajian dari Arsip Riwayat Hidup
Sejarah | 2025-04-20 18:18:27
Sjech Ibrahim Musa merupakan salah satu ulama besar asal Minangkabau, Sumatera Barat, yang memberikan kontribusi luar biasa dalam bidang pendidikan Islam, pergerakan keagamaan, dan politik kebangsaan Indonesia. Ia lahir pada 12 Syawal 1301 H di Parabek, sebuah daerah dengan tradisi keilmuan Islam yang kuat. Pendidikan agama dasar diperoleh langsung dari orang tua yang telaten mendidik, lalu dilanjutkan dengan berguru kepada tokoh-tokoh ulama terkemuka seperti Sjech Asbah dan Sjech Ali. Semangat yang besar terhadap ilmu menjadikannya seorang pendidik berpengetahuan luas dan berdedikasi tinggi dalam memberdayakan umat melalui pendidikan.
Kariernya sebagai pendidik dimulai pada tahun 1908, setelah menyelesaikan pendidikan formal. Hingga 1921, Sjech Ibrahim Musa sepenuhnya mengabdikan diri sebagai guru agama. Masa ini menjadi fondasi penting dalam perjalanan panjangnya dalam dunia pendidikan dan kepemimpinan umat. Pada 1921, ia bergabung dengan Persatuan Guru Agama Islam di Padang, sebuah organisasi perjuangan bagi para pendidik Islam di Sumatera Barat. Di saat yang sama, ia bekerja sebagai juru tulis sekolah di Parabek sebelum kemudian dipercaya sebagai Mudir Nasrli. Kemampuannya dalam administrasi turut memperkuat lembaga pendidikan Islam setempat.
Tahun 1940 menjadi tonggak penting ketika diangkat sebagai Mudir di Sekolah Kulliyatul Diniyah Parabek, salah satu institusi pendidikan Islam paling berpengaruh di Sumatera Barat. Di sinilah ia melanjutkan visi dalam membangun dan memperluas jangkauan pendidikan Islam. Kepemimpinannya juga tampak menonjol selama pendudukan Jepang tahun 1942, saat dipercaya menjadi anggota Madjelis Islam Tinggi—sebuah forum penting bagi para ulama. Pada 1943, perannya kembali menonjol dengan turut mendirikan Madjelis Islam Rakyat Sumatera Tengah, yang mengorganisasi kekuatan umat Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Pada masa revolusi 1945, ia turut ambil bagian dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Terlibat langsung dalam pembentukan Barisan Fisabilillah dan Hizbullah, ia ikut serta dalam perang jihad melawan penjajah demi mempertahankan Republik. Kiprah ini menegaskan posisi strategisnya sebagai pemimpin umat yang gigih, baik secara intelektual maupun dalam aksi nyata.
Di ranah politik dan keagamaan, perannya juga sangat menonjol. Tahun 1951, ia bergabung sebagai anggota Madjelis Sjuro Partai Masyumi, partai Islam terbesar kala itu. Dua tahun kemudian, dipercaya menjabat sebagai Ketua Dewan Kabupaten atas Dewan Pengurus Tinggi Islam Daerah Poli di Bukittinggi. Tahun 1956, ia kembali mendapat amanah sebagai anggota Dewan Kurator Urusan Agama di wilayah yang sama.
Puncak pengabdiannya terjadi antara 1956 hingga 1959 ketika duduk sebagai anggota Dewan Konstituante Republik Indonesia, lembaga legislatif hasil Pemilu 1955 yang bertugas menyusun UUD permanen. Namun, perbedaan tajam antara kelompok Islam dan pendukung Pancasila membuat Konstituante gagal mencapai mufakat. Akibatnya, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959 yang membubarkan lembaga tersebut dan memberlakukan kembali UUD 1945. Dalam forum ini, Sjech Ibrahim Musa dikenal sebagai wakil dari Fraksi Masyumi yang memperjuangkan integrasi nilai-nilai keislaman dan keadilan sosial dalam dasar negara.
Sosoknya dikenal sederhana, namun pengaruhnya sangat besar. Selain sebagai tokoh pendidikan, ia juga merupakan figur pemersatu umat dan pembela integritas bangsa. Pengabdiannya dalam Konstituante menjadi bukti bahwa Minangkabau turut berperan dalam pembangunan bangsa. Teladan hidupnya memberikan inspirasi bagi generasi penerus—khususnya mahasiswa dan pelajar Islam Indonesia—untuk terus menumbuhkan ilmu, memperjuangkan nilai-nilai luhur, dan menjaga keutuhan Tanah Air.
Sumber dari arsip; https://www.konstituante.net/en/profile/MASJUMI_ibrahim_musa
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
