Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Selama Tidak Berlebihan, Humor atau Candaan itu Bumbu Kehidupan

Agama | 2022-02-19 08:32:13

Jenuh menghadapi lika-liku kehidupan merupakan hal yang manusiawi. Bukan dalam hal kehidupan duniawi saja, dalam hal kehidupan ukhrawi, melaksanakan ibadah pun kejenuhan terkadang sering menghampiri. Semua orang pernah merasakan semangat dalam melaksanakan ibadah, namun pernah juga merasakan betapa malasnya ketika akan melakasanakan ibadah.

Sayyid Muhammad Nuh dalam kitab Afat ‘ala Thariq (1993 : 15 ) mengatakan, rasa malas yang menghampiri ketika akan melaksanakan ketaatan kepada Allah dikenal dengan istilah futhur. Tingkatan futhur yang paling rendah adalah kemalasan, menunda-nunda, atau berlambat-lambat dalam melaksanakan ibadah atau berbuat kebaikan. Sedangkan tingkatan futhur yang paling tinggi adalah meninggalkan ibadah.

Rasulullah saw pernah bersabda, “Setiap amal atau perbuatan ada masa-masa semangat melakukannya, namun kesemangatan melakukannya adakalanya terganti dengan waktu melemah” (H. R. Ahmad)

Sayidina Ali bin Thalib juga pernah berkata, “Sesungguhnya hati itu bisa lesu sebagaimana halnya badan. Oleh karena itu, carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati.”

Dalam kesempatan lainnya, ia berwasiat kepada putranya Sayidina Hasan, “Wahai putraku! Seorang mukmin yang baik adalah orang yang mampu mengoptimalkan waktunya dengan baik, ia akan membagi waktunya menjadi tiga bagian. Sebagian waktunya digunakan untuk bermunajat dan beribadah kepada Allah swt; sebagian waktu lainnya dipakai untuk mencari harta yang halal; dan sisanya dimanfaatkan untuk menikmati kelezatan-kelezatan halal yang diperbolehkan”.

Dalam hal terapi terhadap sikap futhur Sayyid Muhammad Nuh dalam kitab yang telah disebutkan pada awal tuisan (1993 : 49 ), menghibur diri dengan hal-hal yang mubah seperti bersenda gurau dengan anak, istri, atau teman merupakan langkah yang dapat mengurangi sikap futhur. Rekreasi, berolahraga, membaca buku, melakukan hobi yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam juga boleh dilakukan.

Selain beberapa kegiatan tersebut, bercanda atau bersikap humoris merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kejenuhan hati dalam melaksanakan aktivitas keseharian baik aktivitas sosial maupun spiritual. Sudah terbukti ampuh, dengan bercanda seseorang dapat mengurangi atau melupakan beban hidup yang dihadapinya walaupun hanya sejenak.

Allen Klein dalam bukunya The Healing Power of Humor berpendapat, bercanda akan membantu seseorang tetap tegar dalam menghadapi kondisi sulit dan masalah serta mampu menguasai situasi dan kondisi. Bercanda merupakan senjata yang akan melucuti faktor-faktor depresi dan meningkatkan kekuatan seseorang untuk menguasai lingkungan.

Namun demikian, canda yang dilakukan seseorang haruslah canda yang positif, bukan canda yang negatif. Canda yang positif adalah canda yang dapat mengundang tertawa tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan orang lain. Sementara canda yang negatif adalah canda yang mengundang tawa namun dengan menyinggung, melecehkan ajaran agama, atau melecehkan perasaan orang lain.

Ajaran Islam tidak melarang umatnya untuk bercanda selama bercanda tersebut tidak berlebihan dan tidak mengantarkan pelakunya kepada perbuatan dosa. Karenanya, meskipun untuk sekedar menghibur, bercanda atau bersikap humoris tetap harus mengikuti rambu-rambu yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Beberapa rambu tersebut adalah pertama, bercanda tidak boleh mengolok-olokkan orang lain baik dalam hal yang berhubungan dengan kondisi fisik, status, maupun profesi seseorang.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula kaum wanita mengolok-olok kaum wanita lainnya, sebab boleh jadi yang diolok-olokkan itu lebih baik daripada wanita yang mengolok-olok.” (Q. S. Al-Hujurat ; 11).

Kedua, janganlah menjadikan kebohongan sebagai pengundang orang lain untuk tertawa.“Kecelakaan bagi orang-orang yang berkata dusta untuk menjadikan orang lain tertawa. Celakalah ia” (H. R. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzy, dan Hakim).

Ketiga, tidak menjadikan Islam dan simbol-simbolnya sebagai bahan dalam bercanda. Keempat, memperhatikan situasi dan kondisi ketika bercanda, sehingga tidak menjadikan masalah dan situasi yang serius dijadikan ajang untuk bercanda.

Kelima jangan berlebihan dalam bercanda. Imam Ali bin Thalib berkata, “Bercanda yang berlebihan akan menghilangkan wibawa dan mendatangkan kecaman/permusuhan”.

Pada kesempatan lainnya, ia berkata, “Barangsiapa yang berlebihan dalam bercanda maka ia termasuk orang yang bodoh.”

Bercanda berlebihan selain akan menghilangkan wibawa, juga akan melahirkan kebencian, bahkan bias mendatangkan keributan sampai pembunuhan. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita.

Darsan (45) warga Desa Batay, Kecamatan Gumay Talang, Lahat, Sumatra Selatan, tewas setelah mempeloroti celana temannya, Junaidi (44) dalam sebuah hajatan. Merasa bercandanya terlalu keterlaluan, Junaidi menikam teman sekampungnya itu hingga tewas. “Canda Berujung Petaka, Peloroti Celana Meregang Nyawa!” (https://www.inews.id, Rabu, 24 Februari 2021, 15:00:00 WIB)

Kita juga mungkin masih ingat canda berlebihan yang dilakukan Ade Londok terhadap komedian senior Haji Malih. Dalam salah satu adegan acara komedi, Ade Londok berperan sebagai hansip dan Malih sebagai tamu ingin duduk. Kursi yang akan diduduki Malih ditarik oleh Ade. Hal itu membuat Malih jatuh terduduk.

Perlakuan tersebut berujung kepada komentar pedas netizen dan masyarakat kepada Ade Londok, padahal candaannya dilakukan dalam sebuah acara komedi. Namun candaan komedian pendatang baru asal Bandung tersebut dianggap tak beretika dan berlebihan. Untungnya kasus ini tidak berkepanjangan, keduanya saling memaafkan (Malih Akui Sempat Emosi Kepada Ade Londok, Republika.co.id, Rabu 04 Nov 2020 21:40 WIB; Malih dan Ade Londok Telah Berdamai, Republika.co.id, Rabu 11 Nov 2020 05:29 WIB).

Kasus terbaru menimpa Dodi Algifari (17) yang tewas ditusuk temannya sendiri di Kampung Saar, Desa Karang Tanjung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Kini pelakunya sudah berhasil ditangkap.

Jajaran Polres Cimahi yang berhasil menangkap pelakunya, M. Gilang Rizaludin (24), pada Sabtu (12/2/2022) sekitar pukul 21.30 WIB mengungkap alasan penusukan terhadap temannya tersebut. Kapolres Cimahi, AKBP Imron Ermawan mengatakan, motif tersangka melakukan penusukan terhadap korban hingga tewas karena sakit hati dan dendam.

“Jadi ini motifnya dendam akibat candaan. Jadi ada perkataan korban yang menyingung tersangka, padahal sebelumnya mereka sempat bercanda. Keduanya sempat bertemu pada malam sebelum kejadian. Mereka sempat bercanda sampai akhirnya ada perkataan korban yang menyinggung tersangka (Motif Pembunuhan Pelajar di Cililin Terungkap, Berikut Keterangan Kapolres Cimahi, https://galamedia.pikiran-rakyat.com, 17 Februari 2022, 19:44 WIB)

Selama tidak dilakukan secara berlebihan, humor atau candaan itu merupakan bumbu kehidupan. Nabi saw sendiri pernah bercanda. Dalam dunia sufi terkenal seorang sufi yang dalam memberikan nasihatnya melalui candaan yang rasional, tanpa melecehkan atau merendahkan siapapun, dialah Abu Nawas alias Abu Ali Al-Hasan bin Hani Al-Hakami lahir sekitar 145 H / 747 M) di kota Ahvaz di sekitar Iran.

Selain Abu Nawas ada juga ulama sufi bijak lainnya yakni Nasreddin Hoja dan Bahlul yang nasihatnya selalu diminta Khalifah Harun al-Rasyid. Di negara kita, Gus Dur juga terkenal humoris, yang humorannya sering menjadi kenyataan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidaklah salah jika seorang muslim bercanda sekedar untuk mencairkan suasana atau melapangkan hatinya. Hanya saja jangan sampai bercanda tersebut dilakukan secara berlebihan, melecehkan hukum, menghina orang lain, apalagi jika sampai menjadikan ajaran agama dan simbol-simbolnya sebagai bahan untuk bercanda. Islam telah mengajarkan, dalam melakukan segala sesuatu berlakulah sewajarnya, jangan berlebihan.

Ilustrasi : Kartun Abu Nawas (sumber gambar : https://ilmupedia.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image