Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irene Anggereini

Diplomasi di Tengah Ketegangan Global: Antara Perang dan Perdamaian

Info Terkini | 2025-04-14 08:48:08
Sumber : Sumber : Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia

Diplomasi kembali menjadi perhatian di era yang ditandai oleh ketidakpastian dan perubahan kekuatan global. Dunia pasca Perang Dingin tidak lagi terdiri dari blok Barat dan Timur. Kita malah menghadapi kompleksitas baru: konflik ekonomi dan militer antara Amerika Serikat dan Tiongkok, konflik bersenjata yang berkepanjangan seperti di Ukraina dan Gaza, dan instabilitas di berbagai tempat yang menyebabkan migrasi dan krisis kemanusiaan. Amerika Serikat dan Tiongkok terus bersaing secara geopolitik, tidak hanya dalam hal militer, tetapi juga dalam hal ekonomi, teknologi, dan kekuatan diplomatik di berbagai wilayah strategis.

Di sisi lain, konflik bersenjata yang berlangsung lama, seperti perang Rusia-Ukraina dan serangan militer di Gaza, menyebabkan penderitaan bagi warga sipil, kerusakan infrastruktur, dan instabilitas yang berkelanjutan di wilayah tersebut. Selain itu, ketidakstabilan politik dan konflik terus terjadi di sejumlah wilayah rawan di dunia, seperti Yaman, Sudan, dan wilayah Afrika Sub-Sahara, yang menyebabkan gelombang migrasi besar-besaran dan memperburuk krisis kemanusiaan di seluruh dunia. Selama lebih dari sepuluh tahun, perang saudara di Yaman telah menghancurkan kehidupan sosial dan ekonomi negara, menyebabkan salah satu bencana kelaparan terburuk dalam sejarah modern, jutaan orang mengungsi di Sudan dalam waktu singkat akibat bentrokan antara militer dan paramiliter. Di sisi lain, ketidakstabilan yang berkelanjutan di Afrika Sub-Sahara disebabkan oleh konflik etnis, pemerintahan yang tidak efektif, dan perebutan sumber daya alam.

Kondisi-kondisi ini mendorong migrasi massal lintas negara dan benua, yang menimbulkan tantangan bagi negara-negara tujuan dan memperburuk krisis kemanusiaan global yang semakin kompleks dan menantang untuk ditangani.

Di tengah kekacauan ini, diplomasi adalah satu-satunya cara untuk mengimbangi perang dan perdamaian. Tetapi masalahnya jauh lebih besar dari sekadar berunding. Saat ini, narasi yang saling bersaing, kepentingan nasional yang semakin terbatas, dan kebangkitan politik identitas menciptakan lebih banyak ketidaksepakatan di seluruh dunia. Kepentingan nasional pun semakin mengeras dan sempit, seringkali mengesampingkan prinsip-prinsip universal demi keuntungan jangka pendek atau dominasi regional.

Kebangkitan politik identitas di berbagai negara juga meningkatkan polarisasi nasional dan internasional, menyebabkan ketegangan baru yang sulit dijembatani. Akibatnya, upaya untuk mencapai kesepakatan atau kolaborasi antara tiga atau lebih negara menjadi semakin sulit karena setiap pihak memiliki kecenderungan untuk mempertahankan pendapatnya sendiri. Ketidaksepakatan meningkat, solidaritas global menurun, dan risiko konflik terbuka meningkat sebagai akibatnya. Dunia berada dalam situasi yang rapuh, di mana satu kesalahan diplomatik atau provokasi kecil dapat memicu instabilitas yang lebih luas.

Seringkali, diplomasi dianggap tidak berhasil karena tidak memberikan hasil langsung. Namun, kita lupa bahwa diplomasi seringkali tidak muncul dalam berita utama. Diplomasi adalah tentang menciptakan stabilitas jangka panjang, kepercayaan, dan kesepakatan. Dunia telah mengalami kebakaran yang lebih sering tanpa diplomasi.

Diplomasi harus didukung oleh keinginan politik yang tulus dan kesetaraan antar negara agar berhasil. Sayangnya, banyak pihak internasional terus menggunakan diplomasi sebagai cara untuk mempertahankan kekuasaan atau menyamarkan tujuan geopolitik mereka. Untuk alasan ini, reformasi di organisasi internasional seperti PBB sangat penting. Dunia membutuhkan tatanan baru yang lebih adil di mana suara negara-negara kecil tidak tertutup oleh kekuatan negara besar.

Indonesia memiliki peluang untuk menjadi jembatan antara pihak yang bertikai karena memiliki politik luar negeri yang bebas. Bukan karena kekuatan ekonomi atau militernya, tetapi karena reputasinya untuk menjunjung tinggi perdamaian dan diskusi. Negara-negara moderat memainkan peran penting sebagai penengah dalam dunia yang dipenuhi suara keras. Di tengah dunia yang semakin bising dengan retorika keras, sikap saling menyalahkan, dan dominasi kekuatan besar, negara-negara moderat memainkan peran yang semakin penting sebagai penengah yang menjembatani perbedaan.

Negara-negara yang lain, jadi mampu memanfaatkan pendekatan pragmatis, inklusif, dan tidak berpihak secara ekstrem untuk membangun ruang diskusi di saat pihak-pihak lain terjebak dalam konflik. Mereka sering membantu dalam negosiasi damai, menawarkan solusi di forum internasional, dan mendorong kerja sama lintas batas dengan mempertimbangkan kepentingan bersama. Melakukan tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan, yang sangat penting untuk menjaga stabilitas dunia dan mencegah konflik berkembang menjadi krisis yang lebih besar.

Terakhir, kita harus memahami bahwa bukan hanya para politisi dan diplomat yang memiliki otoritas untuk memilih antara perang dan perdamaian. Selain itu, masyarakat dunia memiliki tanggung jawab untuk memaksa pemerintahnya untuk mencapai penyelesaian yang damai. Di tengah kekacauan global saat ini, diplomasi adalah satu-satunya jalan keluar. Ia mungkin tidak ideal, tetapi ia adalah satu-satunya metode untuk menjaga dunia tetap waras.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image