
Seberapa Sering Anda Marah?
Agama | 2025-04-13 07:31:51Dalam skala Likert, coba gambarkan seberapa sering anda marah? Sering sekali, Sering, Kadang-kadang, Jarang, Tidak pernah.
Selanjutnya, seberapa dahsyat anda marah? Maksudnya, jika anda sampai mengeluarkan kata-kata teror, intimidasi, ancaman, atau bahkan tindakan fisik seperti memukul, menampar, dan lain-lain, anggap itu di level sangat dahsyat. Jika anda sampai mengeluarkan semua kata-kata cacian pedas yang terlintas di kepala anda tanpa menyaringnya terlebih dahulu seolah-olah anda tak ingin lagi berbaikan, anggap itu di level dahsyat. Jika anda mengekspresikan kemarahan anda dengan kata-kata kasar dalam durasi yang lama misal seharian (atau malah lebih dari sehari masih diungkit-ungkit), anggap itu di level sedang. Jika anda melampiaskan marah dengan berkata keras tapi mampu menyaring kata-kata yang masih dalam koridor kewajaran tidak melukai harga diri, dan lain-lain anggap itu di level kurang dahsyat. Dan jika anda mampu mengontrol emosi dengan baik, menunjukkan marah tapi dengan segera bisa mengendalikan diri dan menyadari bahwa marah tidak menyeleaikan masalah, itu ada di level tidak dahsyat.
Dari kedua pertanyaan di atas, sebetulnya bisa menjadi indikator, seberapa “sehat” kita marah.
Menurut Sayyid Muhammad Nuh, marah adalah perubahan emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna melampiaskan dan mengobati apa yang ada di dalam hati.
Pada definisi lain dikatakan, marah adalah emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem syaraf simpatetik yang tinggi dan perasaan tidak suka yang sangat kuat, yang mungkin disebabkan oleh kesalahan yang nyata atau tidak nyata (Davidoff;1999).
Adapun arti marah menurut Istilah, Ali ibn Muhammad al-Jurjani dalam kitab At-Ta’rifat mendefinisikannya sebagai berikut: “Marah ialah perubahan yang terjadi ketika darah jantung mendidih, untuk menghasilkan kesembuhan pada dada”. (Ali ibn Muhammad al-Jurjani, Al-Ta’rifat [Kairo: Dar al-Kutub, 1983], hal. 62).
Dengan kata lain, seseorang berada dalam kondisi marah ketika terjadi perubahan emosi dalam dirinya yang dibawa oleh kekuatan dan rasa dendam demi menghilangkan gemuruh di dalam dada.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan hakikat marah sebagai berikut:
“Sesungguhnya marah adalah nyala api yang diambil dari api neraka Allah yang dinyalakan, kemudian naik ke hati. Sesungguhnya marah itu bertempat di lipatan hati, seperti bertempatnya bara api di bawah tungku yang berabu. Juga, marah itu dikeluarkan oleh kesombongan yang tertanam dalam hati setiap orang yang perkasa lagi keras kepala seperti mengeluarkannya batu akan api dari besi. Bagi orang-orang yang memandang dengan cahaya keyakinan, telah tersingkap bahwa manusia itu ditarik urat darahnya kepada setan yang terkutuk. Siapa saja yang dikobarkan oleh api kemarahan, maka telah kuat padanya berdekatan dengan setan, di mana setan berkata: “Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan ia (Adam As.) dari tanah”. (QS. Al-A’raf: 12). Sesungguhnya keadaan tanah adalah tenang dan berwibawa sementara keadaan api adalah menyala-nyala, mencari, bergerak dan bergoncang”. (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin [Beirut: Dar al-Ma’rifat, tt] juz III, hal. 64) Marah adalah sifat alamiah dalam diri manusia. Namun yang mesti digarisbawahi adalah, manusia yang baik, adalah manusia yang bisa mengontrol marahnya. Sebagaimana Rasulullah pernah berwasiat kepada seorang lelaki, “Laa Taghdab!, Janganlah engkau marah!”. Itu diulangi sampai 3 kali. Hal ini menandakan betapa pentingnya untuk tidak marah.
Dalam islam, ada marah yang diperbolehkan, ada ada marah yang tidak diperbolehkan.
Marah yang dibolehkan adalah marah apabila dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dalam membela agama dengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak menuruti hawa nafsu, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar. Begitu pula marahnya Nabi Musa Alaihissallam dan Nabi Yunus Alaihissallam .
Marah yang tidak diperbolehkan adalah apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati batas.
Dalam hadits di atas disebutkan larangan marah karena marah mengikuti emosi dan hawa nafsu yang pengaruhnya membawa kepada kehancuran dan kebinasaan.
Ja’far bin Muhammad rahimahullah mengatakan, “Marah adalah pintu segala kejelekan.” Dikatakan kepada Ibnu Mubarak rahimahullah , “Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kata!” Beliau menjawab, “Meninggalkan amarah.” Demikian juga Imam Ahmad rahimahullah dan Ishaq rahimahullah menafsirkan bahwa akhlak yang baik adalah dengan meninggalkan amarah.
Nabi memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai sebab yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Dan beliau memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.
Diantara cara yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meredam amarah adalah dengan mengucapkan: Audzubillahi minassyaitonirrojim.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan apabila seseorang marah hendaklah ia diam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.”
Ini juga merupakan obat yang manjur bagi amarah, karena jika orang sedang marah maka keluarlah darinya ucapan-ucapan yang kotor, keji, melaknat, mencaci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar dan ia akan menyesal karenanya ketika marahnya hilang. Jika ia diam, maka semua keburukan itu hilang darinya.
Menurut syari’at Islam bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika marah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.”
Imam Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan bahwa melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh.
Memang tidak mudah mengendalikan marah, tetapi bukan pula hal yang tak mungkin kita belajar mengendalikan marah karena Rasulullah sudah memberi kita tuntunan-tuntunan cara bagaimana mengatasi marah. Selain itu, Rasulullah telah menerangkan bahwa ada pahala yang besar bagi orang yang mampu menahan marahnya. Kepada seorang sahabatnya beliau bersabda “Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga.”
Jadi, siap untuk menahan marah???
Sumber:
https://www.google.com/search?q=marah+menurut+ahli&rlz=1C1GCEA_enID1128ID1128&oq=marah+menurut+ahli&gs_lcrp=EgZjaHJvbWUyBggAEEUYOTIICAEQABgWGB4yCAgCEAAYFhgeMggIAxAAGBYYHjIICAQQABgWGB4yCggFEAAYgAQYogQyCggGEAAYgAQYogQyBwgHEAAY7wUyCggIEAAYgAQYogTSAQkxMTg5NmowajeoAgCwAgA&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/marah-yang-dilarang-dan-dibolehkan-dalam-islam-V6iMX https://almanhaj.or.id/12160-jangan-marah-kamu-akan-masuk-surga-2.html
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook