
Latihan Menangis di Bulan Ramadhan
Agama | 2025-03-19 10:39:22LATIHAN MENANGIS DI BULAN RAMADHAN
Hasan Albana, M.Pd
Guru SDIT Ahmad Yani Malang

Menangis adalah penawar diri yang mujarab tatkala kondisi hati gundah gulana dilanda sedih. Nyatanya juga terjadi tatkala kita tertawa bahagia, air mata juga dengan sopan menetes di pipi. Sedih dan bahagia terkadang sama-sama dapat mengeluarkan air mata. Namun berbeda pada segi psikologisnya.
Perlu kita renungkan pesan dari pada Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 82.
فَلْيَضْحَكُوا۟ قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا۟ كَثِيرًا جَزَآءًۢ بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
Artinya : Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan menangis banyak, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.
Untuk bisa mengimplementasikan Ayat tersebut perlu adanya latihan khusus, Karena memang tidaklah mudah, meskipun secara natural manusia biasa bahkan Nabi pun pernah menangis. Bagi orang yang terbiasa terbahak-bahak untuk diminta menangis, atau secara natural menangis. Bahkan ia lupa caranya menangis. Pertanyaannya adalah mengapa harus memperbanyak menangis? Toh, tertawa lebih menyenangkan dari pada menangis..
وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ
“Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” (HR. Tirmidzi 2/50)
Ternyata, terlalu banyak tertawa akan dapat mematikan hati. Cahaya tidak akan menembus hati yang gelap laksana cermin tertutup debu. Pantulan cahaya Ilahiyah tidak akan berpengaruh apa-apa pada dirinya. Karena terlalu banyak tertawa. Pernah suatu kali seseorang bernama Jarwo Ngablak dalam buku Lumpur Dosa, ia sangat sedih sekali karena tidak bisa menangis, sepanjang hidupnya memang selalu menghibur orang-orang terdekatnya, namun ia tersentil dan merasa memang hatinya mati, membaca Al-Quran, Shalat, dan melakukan kegiatan apapun yang mengundang empati tidak membuatnya menangis, ia berupaya untuk mencari jalan keluar apakah memang hatinya benar-benar telah mati.
Menuju seorang ustaz ia bertanya, mengapa ia tidak bisa menangis, mengapa ia tidak pernah tersentuh hatinya tatkala dihadapkan pada momen yang secara manusiawi harusnya menangis. Terus menerus ia sampaikan kepada sang ustadz terkait kegalauannya tersebut. Tanpa disadari, dalam momen curhatnya kepada sang ustdz, ternyata ia menangis, menangisi ketidak bisaannya menangis. Ia menangis karena tidak bisa menangis.
Semanjak itu, hatinya mulai menemukan kembali secercah harapan dan titik putih yang membuka tabir penutup hatinya. Perlahan ia mendekat kepada Tuhannya, mendekati Kitab SuciNya, menangis tersedu-sedu mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an
وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“ Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”
Kesalahan manusia, khususnya laki-laki yang tidak ingin terlihat cemen dihadapan seseorang adalah menahan tangisan. Padahal menangis sangatlah bermanfaat bagi dirinya, sebagai media melepaskan kesedihan. Dalam Islam, menangis bisa menjadi sarana penghayatan dan pendalaman dalam sebuah ibadah. Rasa takut akan ditinggalkan oleh Rabbnya adalah sebuah kebutuhan, Khauf dan Roja’ menjadi pasangan kebutuhan manusia, takut dan penuh harap agar tidak ditinggalkan oleh Tuhan. ia akan larut dalam tangisan tatkala Tuhannya melupakannya, berharap kembali dirangkul dalam sifat Rahman dan RahimNya, sehingga di dunia ia bahagia untuk bekal di akhirat. Melalui MalaikatNya disampaikan bahwa Isy ma syi’ta fainnaka mayyitun. Silahkan berbuat sesukamu, namun ingat, kamu akan mati.
Menangislah... bila kita terlanjur melakukan berbagai dosa, menangislah... bila kita tidak dapat apa-apa dalam kehidupan ini, khususnya bekal pahala. Menangislah..... bila kita tidak bisa menangis... menangislah.. bila bulan Ramadhan kali ini lewat begitu saja tanpa kita mendapati ampunan dariNya...
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.