
RUU TNI: Langkah Mundur bagi Demokrasi dan Supremasi Sipil
Politik | 2025-03-17 21:29:16Pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan secara tertutup dan penuh kemewahan menjadi bukti nyata bahwa demokrasi sedang terancam. Tanpa keterbukaan dan partisipasi publik, revisi ini justru menghidupkan kembali bayang-bayang masa lalu yang seharusnya sudah ditinggalkan.

Revisi ini bukan sekadar perubahan regulasi, melainkan ancaman serius terhadap keseimbangan kekuasaan antara sipil dan militer. Jika disahkan, dampaknya dapat melemahkan supremasi sipil, menghidupkan kembali militerisme, dan menghambat reformasi yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun. Berikut beberapa alasan mengapa revisi ini harus ditolak:
1. Kembalinya Dwifungsi TNI: Ancaman bagi Pemerintahan Sipil
Salah satu poin kontroversial dalam revisi ini adalah perluasan peran TNI di luar bidang pertahanan, termasuk peluang untuk menduduki jabatan-jabatan sipil. Hal ini mengingatkan pada era Orde Baru, ketika militer tidak hanya bertugas menjaga keamanan, tetapi juga terlibat dalam politik dan pemerintahan. Padahal, reformasi 1998 telah menetapkan batas yang jelas bahwa TNI harus tetap profesional dan tidak terlibat dalam urusan sipil.
2. Supremasi Sipil Melemah, Demokrasi dalam Bahaya
Dalam negara demokratis, supremasi sipil menjadi prinsip utama yang memastikan bahwa kekuasaan tetap berada di tangan rakyat, bukan di bawah kendali militer. Namun, revisi ini membuka jalan bagi dominasi militer dalam ranah sipil, yang berisiko mengurangi kontrol rakyat terhadap jalannya pemerintahan dan meningkatkan peluang penyalahgunaan wewenang.
3. Militerisme dan Potensi Pelanggaran HAM
Sejarah mencatat bahwa ketika militer diberi kewenangan lebih dalam urusan sipil, pelanggaran hak asasi manusia menjadi konsekuensi yang sulit dihindari. Dengan revisi ini, pendekatan represif dan militeristik dapat kembali digunakan dalam menangani persoalan sosial, yang seharusnya diselesaikan dengan hukum dan prinsip demokrasi.
4. Reformasi TNI Terancam Gagal
Sejak 1998, reformasi TNI bertujuan untuk membangun institusi militer yang profesional dan fokus pada pertahanan negara. Namun, revisi ini justru berpotensi merusak pencapaian tersebut dan membawa kembali model pemerintahan yang memberi ruang lebih besar bagi militer dalam politik dan birokrasi.
Revisi ini bukan sekadar kebijakan baru, tetapi ancaman terhadap masa depan demokrasi. Reformasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah tidak boleh dikhianati. TNI harus tetap profesional, tunduk pada hukum sipil, dan tidak kembali mendominasi pemerintahan.
#TolakRUUTNI #ReformasiDikorupsi #DemokrasiHargaMati #IndonesiaGelap
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.