
Sahur, Sunnah Berkah yang Melahirkan Ragam Tradisi Nusantara
Gaya Hidup | 2025-03-17 10:13:12
Sahur, sebuah sunnah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, menyimpan keberkahan yang luar biasa. Tak heran, umat Muslim di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, berlomba-lomba untuk mengamalkannya. Di Indonesia, semangat untuk membangunkan orang sahur menjelma menjadi tradisi unik yang berbeda-beda di setiap daerah.
Dari Sabang sampai Merauke, tradisi membangunkan sahur menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan Ramadan. Di Pulau Jawa, misalnya, kita mengenal "Komprekan" di kawasan Pantura, "Obrok Burok" di Cirebon, "Tetekan" di Jawa Timur, "Dekdukan" di Semarang, dan "Percalan" di Salatiga.
Percalan, tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun di Salatiga, menjadi contoh nyata bagaimana semangat kebersamaan dan gotong royong terjalin erat di bulan Ramadan. Para pemuda dan anak-anak berkumpul di mushola, membawa tetabuhan seperti kentongan bambu, besi bekas, bedug, dan ember bekas, lalu berkeliling kampung membangunkan warga untuk sahur. Irama yang dihasilkan dari tetabuhan tersebut bukan hanya sekadar bunyi, tetapi juga simbol kehangatan dan keakraban.
Tak hanya di Jawa, tradisi serupa juga ditemukan di luar pulau. Di Gorontalo, misalnya, ada "Tumbilotohe," sebuah tradisi unik yang juga bertujuan untuk membangunkan orang sahur. Di ibu kota Jakarta, tradisi ini dikenal dengan sebutan "Ngarak Bedug" atau "Beduk Saur," tergantung wilayahnya. Masyarakat Betawi di Joglo, Palmerah, Rawabelong, Condet, Buncit, dan Tangerang menyebutnya "Ngarak Beduk," sementara warga Betawi di Jakarta Timur dan Bekasi menyebutnya "Beduk Saur."
Di Kuningan, tradisi membangunkan sahur yang telah ada sejak 1970-an dikenal dengan nama "Ubrug-Ubrug." Sekelompok pemuda membentuk tim yang terdiri dari 10 orang, membawa genjring, kohkol (kentongan bambu), bedug, dan gerobak bedug, lalu berkeliling membangunkan warga.
Semua tradisi ini, meskipun berbeda nama dan cara pelaksanaannya, memiliki satu tujuan yang sama: membangunkan masyarakat agar tidak melewatkan sahur. Ini adalah bukti nyata bagaimana nilai-nilai agama dan budaya berpadu harmonis, menciptakan tradisi unik yang memperkaya khazanah Nusantara. (hes50)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.