
Islam Sebagai Agama Para Nabi: Perspektif Ulul Azmi dan Fakta Al-Quran yang Meluruskan Sejarah
Agama | 2025-02-24 09:59:07
Islam bukanlah agama yang baru dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Islam adalah agama yang telah dibawa oleh Nabi-nabi terdahulu. Para Nabi-nabi yang disebutkan dalam Al-Qur’an telah dinyatakan sebagai para pengajar risalah yang sama dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana yang disampaikan oleh Allah ﷻ dalam Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah ayat 136, yang artinya:
Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman), “Kami beriman kepada Allah, pada apa yang diturunkan kepada kami, pada apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub dan keturunannya, pada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa, serta pada apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan (hanya) kepada-Nya kami berserah diri.”
Surah Ali ‘Imran ayat 84 juga menyebutkan inti persoalan yang sama, yang artinya:
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Kami beriman kepada Allah dan pada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya‘qub beserta anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, serta para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.”
Dua puluh lima nabi dalam Islam yang wajib diimani oleh segenap umat Islam di seluruh dunia, di antaranya:
Sejak Nabi dan manusia pertama Nabi Adam a.s. sampai Nabi paling agung pembawa risalah untuk seluruh umat manusia, Nabi Muhammad ﷺ, seluruh nabi menyatakan bahwa dirinya adalah Muslim (penganut ajaran Islam), yang berarti berserah diri kepada Allah ﷻ.[1] Dengan kata lain, para Nabi diajarkan fondasi-fondasi ke-Islam-an, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an di Surah Ali ‘Imran ayat 19, “Innad-dīna ‘indallāhil-islām ”, yang artinya:
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam. Orang-orang yang telah diberi kitab tidak berselisih, kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Siapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan(-Nya).
Singkatnya, Nabi Adam a.s. sebagai manusia dan nabi pertama ini hingga Rasulullah Muhammad ﷺ mengajarkan agama yang sama, yaitu Islam. Al-Qur’an dalam konteks ini menerangkan adanya kesinambungan penyampaian risalah dalam sejarah para nabi-nabi untuk memberikan petunjuk kepada jalan menuju Allah ﷻ.
Hal ini untuk menegaskan bahwasanya umat Islam Indonesia kerap tidak pernah membenarkan pandangan yang menyatakan bahwa Sayyidina Nabi Ibrahim a.s. dan Sayyidina Nabi Musa a.s. sebagai pembawa ajaran Yahudi, sebab mereka berpegang teguh pada ajaran Al-Qur’an.
Begitu pula, umat Islam Indonesia sejak zaman penyebaran Islam di masa awal menolak pandangan Nabi Isa Al-Masih a.s. (Yesus) sebagai tuhan dan pembawa risalah Kristen. Kedua pandangan ini diluruskan dengan pandangan dalam Al-Qur’an bahwa Ibrahim a.s., Musa a.s., dan Nabi Isa Al-Masih a.s. (Yesus) adalah beragama Islam. Ajaran ketiganya disempurnakan oleh Nabi Akhir Zaman, Nabi Allah paling Mulia dan Ummi, yaitu Rasulullah Muhammad ﷺ, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an,
“ Pada hari ini (haji wada’) orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Untuk mempermudah kawan-kawan pembaca dalam memahami kesinambungan risalah para nabi, Al-Qur’an memberikan pemahaman tentang rasul-rasul Allah yang disebut dengan rasul Ulul ‘Azmi. Makna Ulul ‘Azmi adalah nabi dan rasul yang telah diberikan mukjizat oleh Allah ﷻ untuk mendapatkan kemenangan dalam menghadapi serangan dari lawan-lawan (kafir) mereka masing-masing. Adapun Nabi dan Rasul yang disebut Ulul ‘Azmi tersebut, antara lain: Nabi Nuh a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa Al-Masih a.s. (Jesus Christ di Barat, Yeshua Hamashiach di Aramaik, dan Iso Mshikha di Ibrani), dan disempurnakan keseluruhan ajaran nabi-nabi sebelumnya oleh Rasulullah Muhammad ﷺ.
1) Nabi Nuh a.s. dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 43 kali. Pengulangan hingga 43 kali ini menegaskan kepada mereka yang non-Muslim bahwasanya Nabi Nuh a.s. adalah nabi yang diutus sebagai Nabi Islam—nabi yang menyerahkan dirinya pada kehendak Allah ﷻ. Dengan kata lain, Nabi Nuh a.s. ditegaskan oleh Nabi Nuh a.s. adalah pembawa ajaran Islam. Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Yunus ayat 71, yang artinya:
Bacakanlah (sampaikanlah wahai Nabi Muhammad) kepada mereka berita penting (tentang) Nuh ketika dia berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, jika terasa berat bagi kamu keberadaanku tinggal (bersamamu) dan peringatanku dengan ayat-ayat Allah, kepada Allahlah aku bertawakal. ”
2) Nabi Ibrahim a.s. dituliskan dalam Al-Qur’an sebanyak 67 kali. Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an bahwasanya Nabi Ibrahim a.s. bukanlah sebagai pembawa risalah Yahudi, Nasrani, ataupun Musyrik sekalipun, sebab ketiga ajaran ini tidak bersumber dalam ajaran Allah ﷻ, tapi “oknum-oknum” manusia yang ingin menyelewengkan ajaran Allah ﷻ untuk kepentingannya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim a.s. ditegaskan sebagai pembawa risalah Islam yang bersumber dari wahyu Allah ﷻ dan menjalankan hidup sebagai Muslim yang hanif, sebagaimana dalam Al-Qur’an (QS Ali ‘Imran: 67), yang artinya:
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, melainkan dia adalah seorang yang hanif (jauh dari syirik atau mempersekutukan Allah dan jauh dari segala kesesatan) lagi berserah diri (muslim). Dia bukan pula termasuk (golongan) orang-orang musyrik.”
3) Nabi Musa a.s. juga diulang-ulang oleh Allah ﷻ dalam Al-Qur’an sebanyak 136 kali. Nabi Musa a.s. disebutkan oleh Allah ﷻ untuk menunjukkan kembali kebenaran ajaran Islam yang sesungguhnya dibawa oleh Allah ﷻ. Al-Qur’an menyebutkan bahwasanya Nabi Musa a.s. mengajak kaumnya untu ber-tawakkal kepada Allah ﷻ dan menjalani hidup sebagai Muslim, sebagaimana disebutkan dalam Surah Yunus ayat 84, yang berarti:
Musa berkata, “Wahai kaumku, jika kamu sungguh-sungguh beriman kepada Allah, bertawakallah hanya kepada-Nya apabila kamu benar-benar orang-orang muslim (yang berserah diri kepada Allah).”
4) Nabi Isa Al-Masih a.s. pun diabadikan namanya dalam Al-Qur’an hingga 25 kali. Tidak hanya itu, ibundanya yang disayang oleh Allah ﷻ dan sangat menyayangi Isa Al-Masih a.s. Al-Qur’an dalam hal Isa a.s. menegaskan bahwa Isa Al-Masih tidak pernah mengajarkan konsep trinitas yang musyrik. Isa Al-Masih putra Maryam pun tidak pernah mengajarkan Kristus Anak Allah, Isa Al-Masih hanya mengajarkan bahwa dirinya adalah Hamba dan Utusan Allah (Rasul). Selain itu, Nabi Isa Al-Masih pun mengajarkan shalat dan membayarkan zakat, seperti Rasulullah Muhammad ﷺ. Nabi Isa a.s. pun ditegaskan dalam Al-Qur’an bahwa ia tidak pernah disalib dan dibunuh. Kecuali Al-Qur’an menyatakan bahwasanya yang disalib adalah yang diserupakan oleh Nabi Isa Al-Masih a.s., sedangkan Nabi Isa Al-Masih a.s. segera diangkat oleh Allah ﷻ ke langit di sisi-Nya. Sahabat-sahabat Nabi Isa Al-Masih a.s. pun telah menyatakan, Qolal hawaari yuuna nahnu ashorullah—kami semuanya penolong-penolong agama Allah ﷻ. Selain itu, Al-Qur’an juga menolak kisah yang menjelaskan tentang para sahabat atau murid-murid Isa Al-Masih a.s. sebagai Nasrani (Kristiani, dll.). Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya menyatakan, wasyhad biannaa muslimuun—dan saksikanlah Ya Nabi Isa a.s., kami semuanya adalah Muslim. Klaim-klaim Islam ini meluruskan pandangan semua “aliran” keagamaan sebelumnya yang mengaku ajaran dari langit (samawi). Berikut ini ayat-ayat Al-Qur’an, yang artinya:
Wahai Ahlulkitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam (menjalankan) agamamu (termasuk berlebihan jika mengatakan bahwa Nabi Isa a.s. itu tuhan) dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah, kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putra Maryam, hanyalah utusan Allah dan (makhluk yang diciptakan dengan) kalimat-Nya (maksud kalimat adalah kun (‘jadilah!’), sehingga Nabi Isa a.s. diciptakan tanpa bapak) yang Dia sampaikan kepada Maryam dan (dengan tiupan) roh dari-Nya (berdasarkan perintah Allah). Maka, berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan, “(Tuhan itu) tiga.” Berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya hanya Allahlah Tuhan Yang Maha Esa. Maha Suci Dia dari (anggapan) mempunyai anak. Milik-Nyalah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Cukuplah Allah sebagai pelindung. (QS An-Nisa’: 171)
Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang sangat pedih. (QS Al-Ma’idah: 73)
Dia (Isa) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allah. Dia (akan) memberiku Kitab (Injil) dan menjadikan aku seorang nabi. Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada dan memerintahkan kepadaku (untuk melaksanakan) salat serta (menunaikan) zakat sepanjang hayatku ” (QS Maryam: 30-31)
(Kami menghukum pula mereka) karena ucapan mereka, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah,” (Ayat ini merupakan bantahan terhadap anggapan Ahlulkitab bahwa Nabi Isa a.s. meninggal di tiang salib) padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang menurut mereka menyerupai (Isa). Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentangnya (pembunuhan Isa), selalu dalam keragu-raguan terhadapnya. Mereka benar-benar tidak mengetahui (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), kecuali mengikuti persangkaan belaka. (Jadi,) mereka tidak yakin telah membunuhnya. Akan tetapi, Allah telah mengangkatnya (Isa) ke hadirat-Nya. (bantahan terhadap orang Yahudi dan Nasrani) Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisa’: 157 dan 158)
Ketika Isa merasakan kekafiran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawari (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah sesungguhnya kami adalah orang-orang Muslim.” (QS Ali ‘Imran: 52)
(Ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut setia Isa, “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada Rasul-Ku.” Mereka menjawab, “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (Muslim).” (QS Al-Ma’idah: 111)
5) Rasulullah Muhammad ﷺ sebagai pembawa risalah Islam terakhir sampai akhir zaman menjadi Nabi pelengkap dari nabi-nabi sebelumnya. Al-Qur’an dan hikmah Nabi Muhammad ﷺ (Hadis Nabi Muhammad ﷺ) menegaskan bahwasanya Islam dan ajaran Rasulullah Muhammad ﷺ adalah agama yang benar-benar berasal dari Allah, Tuhan Semesta Alam, sejak dari Nabi Adam a.s. hingga Nabi Muhammad ﷺ.
(Nabi) Muhammad hanyalah seorang rasul. Sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS Ali ‘Imran: 144)
Nabi Muhammad ﷺ adalah utusan Allah ﷻ. Para rasul sebelumnya telah wafat. Oleh karena itu, Nabi Muhammad ﷺ pun akan wafat seperti halnya para nabi dan rasul terdahulu. Pada waktu Perang Uhud berkecamuk, tersiar berita bahwa Nabi Muhammad ﷺ wafat terbunuh, sehingga berita ini mengacaukan umat Islam sehingga ada yang ingin meminta pelindungan Abu Sufyan (pemimpin kaum Quraisy). Sementara itu, orang-orang munafik mengatakan bahwa kalau Nabi Muhammad ﷺ itu betul seorang Nabi, tentu tidak akan wafat terbunuh. Maka, Allah ﷻ menurunkan ayat ini untuk menenteramkan kaum muslim dan membantah perkataan orang munafik.
Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, melainkan dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ahzab: 40)
(Seharusnya, mereka memilih) ketaatan (kepada Allah) dan tutur kata yang baik. Apabila perintah (perang) ditetapkan, (mereka tidak menyukainya). Padahal, jika mereka benar (beriman dan taat) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka. (QS Muhammad: 21)
Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya bersikap keras terhadap orang-orang kafir (yang bersikap memusuhi), tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud (bercahaya). Itu adalah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu makin kuat, lalu menjadi besar dan tumbuh di atas batangnya. Tanaman itu menyenangkan hati orang yang menanamnya. (Keadaan mereka diumpamakan seperti itu) karena Allah hendak membuat marah orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Fath: 29)
(Ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira tentang seorang utusan Allah yang akan datang setelahku yang namanya Ahmad (Nabi Muhammad).” Akan tetapi, ketika utusan itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Ini adalah sihir yang nyata.” (QS Aṣ-Ṣaff: 6)
Referensi
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah 1 (Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia). Disunting oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar. Rev. Api Sejarah. Bandung: Suryadinasti, 2014. https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.