Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Pagar Laut: Akibat Korporatokrasi dalam Sistem Kapitalis

Politik | 2025-02-15 09:45:31

Oleh D Budiarti Saputri

Tenaga Kesehatan

Kasus pagar laut masih menjadi sorotan masyarakat. Deretan pagar bambu yang berdiri di perairan Kabupaten Tangerang telah diketahui setidaknya sejak Juli 2024. Namun, pagar itu baru dicabut oleh pemerintah setelah masalah ini viral di media sosial. Kelompok nelayan tradisional telah mengadu ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten sejak September 2024 kata Ketua Front Kebangkitan Petani dan Nelayan, Heri Amrin Fasa. Selain telah menyulitkan mereka melaut, kelompok nelayan juga cemas pagar dan petak-petak itu didirikan untuk proyek reklamasi. Heri berkata, pejabat dinas waktu itu menyebut pagar bambu itu didirikan tanpa izin. Namun, mereka membuat klaim tak berwenang mencabutnya. Tak menemukan solusi dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Heri dan kelompok nelayan lantas mengadu ke Ombudsman di Jakarta. Langkah itu yang belakangan membuat persoalan ini viral dan ramai dibicarakan publik. Dikutip dari www.bbc.com (31/1/2025).

Dari hasil pertemuan dengan sejumlah stakeholder, Heri menyimpulkan bahwa pejabat DKP, ATR/BPN, kelurahan, bahkan semua aparatur negara diam sebelum isu ini mencuat. Sedangkan pagar laut itu jelas ilegal, sangat kasat mata, dan bukan barang kecil. Setelah viral di media sosial barulah ada tindakan, sayangnya tindakan yang dilakukan pemerintah tidak langsung menyasar pada otak pelaku pemasangan pagar laut. Hanya segelintir orang yang akhirnya menerima hukuman karena melegalkan pemagaran laut ini, tanpa menyentuh otak pelakunya.

Kasus pagar laut ini sejatinya sudah jelas ada pelanggaran hukum, tetapi tidak segera ditindaklanjuti dan dibawa dalam aspek pidana. Bahkan nampak adanya beberapa pihak yang dijadikan kambing hitam, tapi otaknya tidak tersentuh oleh hukum. Para pejabat pun sibuk bersilat lidah dan berlepas tangan.

Menjadi hal yang lumrah dalam sistem saat ini, yaitu sistem kapitalis. Di mana pemerintah hanya bertindak sebagai regulator pembuat aturan. Aturan yang dibuatpun merupakan aturan sesuai pesanan para oligarki pemilik modal. Sistem ini menghalalkan segala cara demi keuntungan materi semata bagi para pemilik modal, salah satunya dengan adanya korporasi dalam lingkaran kekuasaan atau yang disebut dengan istilah korporatokrasi. Negara kalah dengan para korporat yang memiliki banyak uang. Bahkan aparat/pegawai negara menjadi fasilitator kejahatan terhadap rakyat, bekerja sama melanggar hukum negara membawa kemudaratan untuk rakyat dan mengancam kedaulatan negara. Prinsip liberalisme dalam ekonomi kapitalisme membuka peluang terjadinya korporatokrasi, munculnya aturan yang berpihak pada oligarki.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang negara berfungsi sebagai raa'in dan junnah bagi rakyat. Semua ini akan terwujud ketika aturan bersumber pada hukum syarak, dan bukan akal manusia.

Dalam rangka mengurus urusan rakyat itu, negara Islam akan menerapkan tata aturan menurut syariat Islam kafah. Negara Islam hanya tunduk kepada aturan Allah dan Rasul-Nya karena kedaulatan hanya ada di tangan hukum syarak. Dengan ini, pengaruh gurita kepentingan seperti taipan maupun kapitalis lainnya sebagaimana dalam korporatokrasi bisa dicegah.

Di sektor ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjaga harta individu umat dan menjamin distribusi harta kepada individu per individu. Sistem ekonomi Islam juga mengatur konsep kepemilikan harta dan membaginya menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Perihal laut, keberadaannya adalah termasuk harta kepemilikan umum yang jika dikuasai oleh individu jelas menghalangi individu lain untuk bisa mengakses dan memanfaatkannya.

Jika ada pihak-pihak yang berusaha memprivatisasi sumber daya alam seperti halnya laut negara akan tegas menindak tiap pelanggar hukum tanpa pandang bulu. Ini sebagaimana dalam hadis, “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, mereka biarkan (tidak dihukum). Namun, jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Negara Islam mampu mewujudkan sanksi tegas bagi pelaku tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Maknanya, agar orang lain yang bukan pelanggar hukum tercegah untuk melakukan tindak kriminal yang sama dan jika sanksi itu diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya.

Islam juga menetapkan penguasa wajib menjalankan aturan Islam saja. Penguasa haram menyentuh harta rakyat, memfasilitasi pihak lain untuk mengambil harta milik rakyat/umum, bahkan menerima suap dengan sebab jabatan yang ia sandang.

Dengan prinsip kedaulatan di tangan syarak, maka korporatokrasi dapat dicegah. Apalagi Islam menetapkan penguasa wajib menjalankan aturan Islam saja, dan haram menyentuh harta rakyat atau memfasiliasi pihak lain mengambil harta miliki rakyat. Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image