
Dihapusnya Presidential Threshold 20 Persen: Ibarat Membuka Jalan Tol Baru Bagi Kekuasaan Dinasti Jokowi di Indonesia
Politik | 2025-02-12 16:13:51
Pada awal tahun 2025, masyarakat Indonesia mendapat angin segar setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan keputusan untuk menghapus presidential threshold 20% atau ketentuan syarat ambang batas pencalonan presiden 20 persen. Sebelumnya presidential threshold 20% telah digugat ke Mahkamah Konstitusi sebanyak 36 kali gugatan, yang berujung pada penolakan.
Namun, pada 2 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dari para pemohon terkait pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik dan gabungan partai politik yang tidak lagi didasarkan pada jumlah 20% perolehan kursi di DPR atau perolehan 25% suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya. Adapun alasan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan dari para pemohon karena Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Bagi kebanyakan orang keputusan Mahkamah Konstitusi ini membawa harapan baru akan munculnya calon-calon alternatif dalam pemilihan presiden berikutnya. Pasalnya sejak adanya ketentuan presidential threshold 20%, calon-calon yang berkontestasi dalam pemilihan presiden menjadi terbatas. Maka dengan dihapuskannya ketentuan presidential threshold 20% diharapkan dapat mendorong munculnya calon-calon pemimpin baru dari setiap partai politik yang berpartisipasi dalam Pemilu. Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ketentuan presidential threshold 20% juga dianggap sebagai nafas segar bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Di sisi lain, keputusan Mahkamah Konstitusi dapat berubah menjadi malapetaka bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia mengingat oligarki politik masih berkeliaran baik di dalam tubuh partai politik itu sendiri ataupun di dalam jajaran pemerintahan. Selain itu, dalam Pemilu tahun 2024 dan Pilkada serentak tahun 2024 kita menyaksikan secara terang-terangan intervensi yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dengan menggunakan alat negara untuk melanggengkan birahi politiknya.
Oleh karena itu, bukan tanpa sebab kita beranggapan bahwa dibalik keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus presidential threshold 20% terdapat kepentingan politik yang menguntungkan Jokowi dan kroni-kroninya. Ibaratnya keputusan Mahkamah Konstitusi seperti membuka jalan tol baru bagi kekuasaan Dinasti Jokowi di Indonesia. Lantas, mengapa dihapusnya presidential threshold 20% justru menguntungkan Dinasti Jokowi dan oligarki politik?
Saat ini Dinasti Jokowi telah mengakar ke dalam sendi-sendiri partai politik dan jajaran pemerintahan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa pada pemilihan presiden tahun 2024, Jokowi dan dinastinya bersafari kepada partai politik untuk meminta dukungan agar sang anak yaitu Gibran Rakabuming Raka dapat ikut serta dalam kontestasi pemilihan. Selama menjabat sebagai presiden, Jokowi juga telah mengkonsolidasikan partai politik untuk berada di bawah ketiak kekuasaannya untuk mendukung keberlangsungan dinastinya sendiri.
Dengan dihapusnya presidential threshold 20% semakin memudahkan Jokowi untuk melanggengkan dinastinya mengingat Kaesang Pangarep yang juga putra bungsu Jokowi saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tentu bukan hal sulit bagi Kaesang untuk kembali mengusung saudaranya yaitu Gibran Rakabuming Raka dalam kontestasi pemilihan presiden tahun 2029 sehingga nantinya eksistensi Dinasti Jokowi dapat terus berlanjut. Dihapusnya presidential threshold 20% semakin memberikan jalan yang mudah bagi Kaesang untuk menyiapkan kendaraan politik bagi sang kakak, sebab Kaesang dan partainya tidak perlu lagi bersusah payah untuk meminta dukungan partai lain karena sang kakak bisa maju menjadi presiden tanpa ambang batas suara.
Untuk mencegah naiknya calon-calon baru yang akan mengancam posisi Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden tahun 2029, Jokowi tentunya akan kembali mengkonsolidasikan partai-partai yang sudah berada di bawah ketiak kekuasaannya. Sebut saja Bahlil Lahadalia yang mendapat jabatan ketua umum Partai Golkar berkat bantuan Jokowi. Pada pemilihan presiden tahun 2029 sudah tentu Jokowi akan meminta Bahlil memberikan dukungan kepada Gibran atau meminta Golkar agar tidak mengusung calon presidennya sendiri. Hal ini juga berlaku tidak hanya kepada Partai Golkar, akan tetapi berlaku juga kepada partai-partai lain. Apabila nantinya ada partai-partai yang berusaha melawan Dinasti Jokowi, sudah tentu Jokowi akan mengeluarkan kartu AS nya yaitu berupa kasus-kasus pidana seperti yang dialami oleh mantan ketua umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.
Cara alternatif lain yang akan dilakukan oleh Jokowi adalah dengan meminta kepada partai politik yang berada di bawah ketiak kekuasaannya untuk mengusung Bobby Nasution yang merupakan Gubernur Sumatera Utara terpilih sekaligus menantu dari Jokowi. Hal ini dilakukan oleh Jokowi agar nantinya calon-calon yang berkontestasi dalam pemilihan presiden tahun 2029 merupakan kepanjangan tangan dari Dinasti Jokowi. Artinya, Jokowi akan berusaha untuk mencalonkan seluruh pion-pionnya dalam pemilihan presiden tahun 2029 sehingga siapa pun yang menang nantinya tetap menjadi kepanjangan tangan dari Dinasti Jokowi.
Dinasti Jokowi juga tetap mempertahankan regulasi persyaratan calon presiden dan wakil presiden seperti saat ini sehingga regulasi yang ada tidak akan mengancam keutuhan Dinasti Jokowi. Maka dari itu, Dinasti Jokowi akan berusaha keras untuk mengabaikan masukan dari Mahkamah Konstitusi terkait revisi UU Pemilu setelah penghapusan presidential threshold 20%. Langkah ini dilakukan Dinasti Jokowi untuk mencegah adanya regulasi calon presiden dan wakil presiden yang mengancam peluang Gibran Rakabuming Raka ataupun Bobby Nasution contohnya seperti regulasi yang mengatur bahwa calon presiden atau calon wakil presiden harus mempunyai IPK yang tinggi atau calon presiden dan calon wakil presiden harus rajin membaca buku. Apabila nantinya dalam revisi UU Pemilu kedua aturan tersebut dimasukkan, sudah jelas Gibran Rakabuming Raka ataupun Bobby Nasution akan kesulitan untuk maju dalam kontestasi pemilihan presiden tahun 2029.
Tentu kita semua sedang menunggu-nunggu terkait malapetaka apa yang akan terjadi pasca dihapusnya presidential threshold 20%. Namun, setidaknya tulisan imajinatif ini hadir sebagai peringatan kepada masyarakat agar tetap berhati-hati dengan segala kepentingan Dinasti Jokowi dan oligarki politik yang masih mengakar dalam sendiri-sendi kehidupan kita. Sebagai masyarakat yang cerdas kita harus tetap mengawasi segala kemungkinan yang dapat terjadi dengan melakukan kontrol ketat terhadap wakil rakyat yang berada di Senayan. Maklum, wakil rakyat kita terkadang lebih mendengarkan kemauan oligarki-oligarki politik dibanding rakyatnya sendiri, atau justru mereka adalah oligarki itu sendiri.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.