
Belajar dari Google Maps: Menghadapi Kesalahan dengan Bijak
Parenting | 2025-02-12 15:18:43
Pernahkah Anda salah jalan saat berkendara? Saya yakin, hampir semua orang pernah mengalaminya. Lalu, apa yang Anda lakukan? Panik, menyalahkan diri sendiri, atau mencari jalan alternatif?
Di tengah perjalanan, saya melakukan kesalahan. Saya salah mengambil jalan. Tanpa banyak bicara, Google Maps langsung mengarahkan saya ke jalan lain, memastikan saya tetap bisa mencapai tujuan. Saat kita salah, Google Maps tidak sibuk marah atau menyalahkan kita. Sebaliknya, Google Maps fokus membantu kita tetap sesuai tujuan.
Filosofi Google Maps
Dari pengalaman ini, saya belajar satu hal. Google Maps mengajarkan kita tentang pentingnya memahami kesalahan. Ketika kita salah, Google Maps tidak marah atau menyalahkan kita. Aplikasi itu fokus membantu kita menemukan solusi.
Tidak pernah sekalipun, saat saya salah jalan, Google Maps berkata, "Gimana sih kamu, sudah dikasih tahu dari tadi belok kiri, malah salah. Dipakai tidak sih otaknya?" Itulah yang membuat saya nyaman menggunakan Google Maps.
Anak, Bukan Tempat Pelampiasan Emosi
Pernahkah Anda melihat anak kecil dimarahi habis-habisan karena menjatuhkan barang hingga rusak bahkan pecah? Atau karena gagal meraih nilai sempurna saat pengambilan raport? Miris, bukan? Bukannya mendapat bimbingan, mereka justru dihujani kata-kata pedas yang menyakitkan hati.
Bayangkan, hati mereka masih sebening kristal, mudah tergores dan terluka. Lalu, bagaimana mungkin kita tega merendahkan dan menghina mereka, hanya karena kesalahan kecil? Bukankah mereka berhak mendapatkan arahan yang lembut dan penuh kasih sayang?
Hal ini membuat saya sadar tentang satu hal. Terkadang sebagai orang tua kita marah saat anak melakukan kesalahan. Tidak sekadar marah, kadang sambil merendahkan dan menghina, padahal itu anaknya sendiri. Saya pribadi kadang merasa sedih melihat kondisi seperti itu, apalagi jika yang didapat anaknya bukan arahan baru, melainkan hanya rasa sakit hati dan perasaan rendah diri.
Saya paham, kita berbeda dengan Google. Kita punya hati dan perasaan. Namun, semoga kita bisa mulai belajar untuk mengontrol diri, agar tidak melakukan tindakan yang malah tidak produktif terhadap anak kita. Dalam ilmu kepemimpinan, marah memang bisa digunakan sebagai cara membimbing, tapi marah yang disengaja, bukan marah-marah emosional dan terbawa nafsu.
Google Maps mengajarkan kita bahwa ketika seseorang melakukan kesalahan, yang paling penting adalah membantu mereka kembali ke jalur yang benar, bukan menyalahkan atau merendahkan. Sebagai orang tua, kita bisa belajar dari pendekatan ini. Ketika anak kita melakukan kesalahan, alih-alih marah dan merendahkan, kita bisa memberikan arahan baru dengan sabar dan bijak.
Yuk, Jadi Orang Tua yang Bijak!
Mari kita menjadi orang tua yang bijak. Orang tua yang tidak hanya marah saat anak melakukan kesalahan, tetapi juga mampu memberikan solusi dan мотивация. Dengan begitu, kita bisa menciptakan generasi yang hebat dan tangguh. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan membimbing anak kita? Google Maps?(hes50)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook