Hikayat Patani: Warisan Sastra Melayu Patani di Thailand Selatan yang Mendunia
Sastra | 2025-02-06 22:58:59Di antara riuh rendah perkembangan sastra di Indonesia dan Malaysia, bahkan di Rumpun Nusantara terdapat satu warisan sastra yang sedang menghadapi kecemasan antara hidup dan mati: Patani, Thailand Selatan. Sebuah wilayah yang hampir terluput dari pembicaraan sastra mutakhir ini. Merupakan rumah bagi masyarakat Melayu yang beragama Islam di negara gajah putih yang mayoritas beragama Buddha. Wilayah ini telah lama mempertahan bahasa dan budaya yang menjadi warisan Kesultanan Patani yang memainkan peranan penting dalam sejarah Melayu di Semenanjung Tanah Melayu dari abad ke-15 hingga awal abad ke-20. Meskipun mengalami kemerosotan dan akhirnya ditakluk oleh Siam, warisan budaya dan sejarahnya masih terus dikenang hingga hari ini.
Jika berbicara tentang sastra di Patani sudah semestinya akan ditulis dalam bahasa Melayu. Alangkah baik sekiranya buat mereka yang baru mau berkenalan dan meminati Sastra Melayu Patani, ingin sekali saya memperkenal sebuah karya agung dan telah menjadi khazanah bagi catatan sejarah Melayu Patani. Yaitu Hikayat Patani merupakan sebuah karya sastra sejarah yang termasuk dalam genre hikayat, yaitu bentuk prosa naratif tradisional Melayu yang menggabungkan unsur sejarah, legenda, dan moral. Hikayat Patani diyakini ditulis pada sekitar abad ke-17 atau awal abad ke-18, yaitu antara tahun 1690 M. hingga 1730 M. ditulis dalam bahasa Melayu klasik dengan menggunakan aksara Jawi (tulisan Arab-Melayu). Penulis asli Hikayat Patani tidak diketahui secara pasti. Seperti banyak karya sastra tradisional Melayu, teks ini kemungkinan disusun oleh beberapa penulis atau penyalin yang berbeda seiring waktu. Teks ini diyakini ditulis oleh para cendekiawan atau penulis istana yang dekat dengan lingkaran kekuasaan Kerajaan Pattani, sehingga memiliki akses ke informasi tentang peristiwa sejarah dan kehidupan istana.
Hikayat Patani Versi asli yang ditulis dengan menggunakan Tulisan Arab-Melayu atau tulisan Jawi
Hikayat Patani: The Story of Patani".
Menariknya pada tahun 1960 Hikayat Patani mulai diperkenalkan kepada khalayak internasional oleh Andries Teeuw atau terkanal dengan A.Teeuw (1921–2012) seorang ahli sastra dan linguistik Belanda yang dikenal sebagai salah satu pakar terkemuka dalam studi sastra Melayu dan Indonesia bersama dengan David K. Wyatt (1937–2006) seorang sejarawan Amerika yang mengkhususkan diri dalam sejarah Thailand dan Asia Tenggara. Mereka adalah orang pertama kali yang melakukan analisis secara mendalam terhadap Hikayat Patani dan menerbitkan edisi kritis dan terjemahan Hikayat Patani ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Hikayat Patani: The Story of Patani".
Setelah hasil penelitian sempurna diterbitkan ke dalam bahasa Inggris, karya mereka menjadi rujukan penting bagi para peneliti yang mempelajari sejarah dan sastra Melayu, karena menyediakan teks asli dalam aksara Jawi, transkripsi Latin, dan terjemahan bahasa Inggris. Di sini saya ingin mengutip isi kandungan agar bisa dipahami secara jelas dan menelaah gaya bahasa yang digunakan dalam teks Hikayat Patani.
“Bismillahi-rrahmanirrahim.
Inilah suatu kissah yang diceterakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani Darussalam itu. Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa”.
Dari kutipan di atas sangat jelas gaya bahasa dalam Hikayat Patani mencerminkan ciri khas kesusastraan Melayu klasik dengan penggunaan bahasa arkais, pengaruh Islam, struktur naratif kronologis, kata ganti hormat, serta penanda waktu seperti syahdan dan hatta. Pengulangan nama tokoh dan formula naratif menegaskan legitimasi dan kesinambungan pemerintahan. Semua unsur ini menjadikan Hikayat Patani bukan sekadar catatan sejarah, tetapi juga simbol identitas dan warisan budaya Melayu di Patani.
Sebagai warisan sastra Melayu yang berharga, Hikayat Patani bukan sekadar teks sejarah, tetapi juga cerminan identitas dan perjuangan masyarakat Melayu di Patani yang terpinggir di Thailand Selatan. Keberadaannya menjadi bukti bahwa Patani memiliki tradisi kesusastraan yang kaya, meskipun kurang mendapat perhatian dalam arus utama sastra Nusantara. Dengan menelaah isi dan gaya bahasa Hikayat Patani, kita dapat memahami bagaimana sastra berperan dalam merekam sejarah, membangun identitas, serta mempertahankan warisan budaya. Oleh itu, sudah menjadi tanggung jawab bagi generasi ini khususnya penggemar sastra Nusantara untuk terus menggali, mempromosikan, dan menghidupkan kembali Sastra Melayu Patani agar tidak lenyap ditelan zaman. Jika ada kesempatan kita akan sama-sama mengenali lebih jauh perkembangan sastra Melayu kontemporer di Patani yang masih bernafas sampai detik ini.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
