Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naely Lutfiyati Margia

Sekularisme Sumber Kekacauan Kerusakan Moral

Agama | 2025-02-05 08:36:05
pinterest

Awal tahun 2025 diwarnai dengan beberapa kasus yang mengkhawatirkan terkait kerusakan moral hingga berujung seks bebas, tak hanya melibatkan remaja namun hingga orang dewasa. Dimulai dari banyaknya permohonan dispensasi nikah di Kabupaten Sleman oleh remaja pada tahun 2024, tercatat sebanyak 98 kasus dari jumlah tersebut alasan terbanyak untuk mengajukan permohonan dispensasi adalah karena hamil di luar nikah. (Kompas, 10/1/25)

Baru-baru ini juga terungkap perbuatan asusila yang dilakukan guru perempuan di Grobogan dengan salah satu siswa SMP, parahnya hubungan terlarang tersebut sudah berlangsung selama 2 tahun. (Radar Solo, 9/1/25)

Sementara itu pihak kepolisian juga baru saja menangkap sepasang suami istri terkait kasus pesta seks dan pertukaran pasangan (swinger) di wilayah kabupaten Badung Bali. Melalui sebuah situs yang dikelola kedua tersangka, mereka mengajak publik untuk bergabung sebagai anggota tanpa memungut biaya dari para pendaftar. Pasangan yang bergabung dalam pesta tersebut juga tidak diberikan bayaran selama pesta sex swinger berlangsung. Pasangan suami istri tersebut merekam kegiatan hubungan intim yang juga diketahui oleh anggota lain, potongan rekaman video akan diunggah ke dalam situs yang tersangka kelola hingga mendapatkan keuntungan besar. Mirisnya uang hasil bisnis gelap tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga termasuk dua anak mereka yang masih berusia dini. (Republika, 10/1/25)

Kerusakan moral dan maraknya pergaulan yang semakin liberal, sejatinya merupakan kekacauan yang bersumber dari sekularisme. Hal ini erat kaitannya dengan semakin jauhnya masyarakat dari tuntunan agama, bahkan semua usia menjadi rusak karena pergaulan yang bebas tanpa aturan dan bebas memuaskan hawa nafsunya.

Alih-alih negara mewujudkan generasi emas, negara dengan sistem kapitalisme sekuler justru melahirkan aturan yang melemahkan moral generasi. Saat ini negara justru memfasilitasi liberalisasi pergaulan, misalnya adanya aturan kontrasepsi untuk pelajar dan pendidikan kespro yang berasaskan peradaban barat. Juga kebijakan kesetaraan gender dan semua turunannya yang berkiblat pada barat, seperti hak reproduksi dan body autonomy. Kendatipun negara berhasil menangkap pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka, akan tetapi hukuman yang diberikan tidak mampu mencegah pihak lain melakukan perbuatan buruk. Hukuman yang diberikan pun seringkali tidak menjerakan pelaku. Di sisi lain sanksi memang tidak bisa diandalkan sebagai satu-satunya cara mencegah masyarakat menghindari tindak asusila, negara seharusnya melakukan upaya pencegahan melalui pendidikan yang mampu membentuk kepribadian yang mulia.

Namun hal ini tidak akan pernah terjadi pada negara yang mengusung kebebasan, negara semacam ini akan membiarkan masyarakat berperilaku sesuai keinginannya tanpa disandarkan pada aturan agama, bahkan negara menjamin kebebasan dalam bertingkah laku. Hal ini terlihat dari sistem pendidikan yang diterapkan, pendidikan tidak menjadikan agama sebagai landasan kurikulum maupun kebijakan politik pendidikan. Pendidikan hanya fokus pada pencapaian nilai dan materi. Belum lagi faktor media, negara membiarkan media menayangkan tontonan-tontonan yang justru memicu munculnya Gharizatun Nau (naluri seksual), yang menuntut pemuasan. Bagi mereka yang tidak kuat iman akan memenuhi nalurinya dengan berbagai cara tanpa memandang halal dan haram. Semua ini menunjukkan gagalnya negara mewujudkan masyarakat berkepribadian mulia, hingga menjauhkan mereka dari pergaulan bebas dan perilaku maksiat lainnya.

Sangat berkebalikan dengan negara yang menerapkan aturan Islam secara Kaffah, aturan Islam akan menjaga kemuliaan manusia dan memerintahkan negara menjaga nasab dengan berbagai mekanisme. Seperti menerapkan sistem pergaulan Islam, sistem pendidikan berbasis aqidah Islam, sistem sanksi yang tegas dan menjadikan negara juga akan menutup semua celah masuknya ide-ide liberal. Sebab Islam menganggap adanya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual pada suatu komunitas sebagai perkara yang dapat mendatangkan bahaya dan kerusakan, karena itu Islam melarang pria dan wanita berkhalwat (berduaan dengan lawan jenis), melarang wanita bertabarruj dan berhias di hadapan laki-laki asing/non mahram. Islam juga melarang baik pria maupun wanita memandang lawan jenisnya dengan pandangan seksual.

Islam juga telah membatasi tolong-menolong antara pria dan wanita dalam kehidupan umum, serta membatasi hubungan seksual antara pria dan wanita hanya dalam dua keadaan yaitu pernikahan dan pemilikan hamba sahaya (milkul yamin). Bahkan dalam kitab Nizhamul Ijtima'i Fil Islam, karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dinyatakan bahwa masyarakat Islam dalam Khilafah memandang hubungan pria dan wanita yang bersifat seksual, termasuk kejahatan dan dosa besar (kabair), pelakunya akan dipandang sebagai orang yang harus dikucilkan dan orang hina, yang dipandang dengan pandangan amarah dan nista hukuman sanksi (uqubat) yang tegas dan sesuai Islam akan diberlakukan oleh khalifah pada setiap pelaku kejahatan itu. Uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan uqubat sebagai zawajir karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan keberadaan uqubat sebagai jawabir karena uqubat dapat menebus sanksi akhirat.

Allah SWT berfirman, yang artinya:

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.” - (TQS. Al-Isra: 32)

Bersihnya masyarakat dari ide-ide liberal, tidak lepas dari penerapan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk kepribadian Islam kepada warganya, sehingga standar perilakunya bukan lagi suka atau tidak suka, melainkan halal dan haram, hal ini akan ikhlas dilakukan demi meraih Ridha Allah SWT. Negara juga akan sangat menjaga ketat akan masuknya media-media sekuler dan memberi sanksi tegas terhadap para pelaku yang merusak moral generasi melalui media. Negara juga akan menerapkan sistem pergaulan Islam, sehingga setiap individu bertakwa bisa terjaga dan tidak ada celah untuk kemaksiatan. Sanksi yang diterapkan merupakan sanksi yang bersumber dari Qur'an dan sunnah. Inilah beberapa mekanisme yang komprehensif, yang dapat menjauhkan masyarakat dari kerusakan moral akibat pergaulan bebas.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image