
Diantara Feodalisme dan Budaya
Agama | 2025-02-04 14:39:31
Di era sekarang sedang masif terkait pembahasan feodal satau feodalisme, khususnya isu ini banyak di perbincangkan oleh kaum intelektual dan aktivis di Indonesia. Lalu sebenarnya apa makna yang tersembunyi dalam tirai feodalisme ataupun budaya itu? Mana juga yang dianggap baik antara keduanya, atau mungkin keduanya dapat jalan beriringan? Dari sinilah muncul sebuah enigma atau teka-teki pada kaum yang berpikir serta memiliki kepedulian terhadap sekitar.
Pada hakikatnya Feodalisme dan budaya adalah dua konsep yang berbeda, meskipun keduanya dapat saling mempengaruhi dalam konteks sejarah dan sosial, olehnya kita harus mengetahui secara absolut makna dari keduanya. Pertama kita membahas feodalisme yang merupakan turunan dari kata feodal dan memliki keterkaitan erat mengenai kaum bangsawan, berangkat dari kata tersebut lahirlah diksi feodalisme yang dapat diartikan sebagai sebuah sistem sosial dan politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan atau sistem yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat.
Sistem ini berkembang di Eropa pada Abad pertengahan dan ditandai dengan hubungan antara tuan tanah (bangsawan) dan vasal (bawahan) yang berdasarkan pada kepemilikan tanah dan layanan militer. Dalam konteks ini, kekuasaan terpusat pada beberapa individu yang memiliki hak atas tanah, sementara rakyat biasa, seperti petani, bekerja di tanah tersebut sebagai imbalan atas perlindungan dan hak untuk mengolah tanah. Feodalisme sendiri memiliki karakteristik seperti, struktur piramida sosial dengan raja di puncak, diikuti oleh bangsawan, bupati, dan rakyat, hubungan kesetiaan yang bersifat pribadi antara tuan dan bawahan serta ketergantungan ekonomi antara kelas atas (bangsawan) dan kelas bawah (petani) yang bekerja di tanah.
Lalu yang kedua apa arti dari budaya sendiri? ketika merujuk pada KBBI budaya adalah akal budi atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Atau di sisi lain, merujuk pada totalitas nilai, norma, kepercayaan, praktik, dan simbol yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat. Budaya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk bahasa, seni, agama, adat istiadat, dan cara berpikir. Budaya bersifat dinamis dan dapat berubah seiring waktu melalui proses interaksi sosial, inovasi, dan akulturasi. Adapun budaya juga memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan feodalisme diantaranya seperti fokus terhadap beragam elemen seperti bahasa, seni, tradisi, dan norma sosial, dapat diwariskan dari generasi ke generasi, dan cenderung dapat berubah seiring waktu (dinamis).
Sekarang mari kita lihat pada realita pengimplementasianya. Kita lihat di dari zaman Kerajaan Hindu-Budha dan Islam, dimana raja Majapahit memiliki kekuasaan absolut yang dibantu oleh para pejabat tinggi seperti mahapatih, rakryan, dan bangsawan lokal. Dan dari sistem itu sang raja memberikan tanah kepada bangsawan dan pejabat sebagai imbalan atas kesetiaan mereka. Rakyat biasa bekerja sebagai petani atau pengrajin dengan kewajiban membayar pajak kepada bangsawan. Atau yang terjadi pada zaman kolinial Belanda yang mana Bupati dan pejabat lokal yang berasal dari kalangan bangsawan diberi kekuasaan untuk mengelola wilayah, mengumpulkan pajak, dan memobilisasi tenaga kerja. Dilihat dari sistem politik tanam paksa (Cultuurstelsel), hubungan antara Belanda, bangsawan dan rakyat mencerminkan secara jelas struktur feodal. Kemudian yang paling dekat dengan sistem itu pada zaman sekarang dapat dilihat dari dominasi keluarga politik yaitu keluarga politik yang kuat menunjukkan pola feodal modern di mana kekuasaan politik diwariskan atau dipertahankan dalam lingkup keluarga, katakanlah contohnya seperti Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, terpilih sebagai Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto dalam Pemilu 2024. Dari hal tersebut secara jelas dinamika ini memperlihatkan bahwa relasi kekuasaan di lingkup keluarga elite masih menjadi faktor penting dalam politik Indonesia.
Kemudian ketika konteks pembahasan tersebut boleh dikerucutkan lagi, lihatlah fenomena yang ada di lingkungan universitas seperti adanya perilaku elitisme akademik, dan itu dapat dilihat dari dosen yang merasa superior sering kali enggan berdiskusi secara setara dengan mahasiswa, bahkan dalam forum akademik, sehingga seorang mahasiswa harus tunduk dengan apa yang disampaikan oleh seorang dosen itu walaupun pendapatnya ia masih berupa hipotesa belaka. Lalu ada juga seperti nepotisme dalam pengangkatan jabatan akademik, dimana pemilihan rektor, dekan, dan pejabat struktural kampus terkadang didominasi oleh orang-orang yang memiliki hubungan dekat atau keluarga dengan pejabat kampus sebelumnya. Yang itu menunjukan adanya tidak transparan dan lebih mengutamakan koneksi daripada kompetensi akademik menunjukkan pola feodal modern.
Ada juga yang sedang marak saat ini adalah feodalisme di kalangan pesantren, khususnya yang sangat disorot yaitu pesantren tradisonal, karena pada umumnya pesantren tradisional lah yang sangat erat dengan sebuah tradisi ataupun budaya yang terdapat di suatu daerah tertentu. Namun apakah benar semua itu merupakan bentuk dari praktek sistem feodalisme seperti yang telah dijelaskan diatas? Mari kita coba gunakan cara yang dalam ilmu logika disebut reductio ad absurdum atau membantah dengan mengandaikan. Seperti perkataan“ santri terlalu tunduk pada kyai, ini feodalisme!” dan juga “Di pesantren, santri ga boleh membantah guru, ini penjajahan!”, benarkah demikian? Ataukah ini hanya salah paham? Mari kita pahami perbedaan antara keduanya.
Feodalisme memiliki ciri sistem sosial yang memaksa orang tunduk berdasarkan status sosial, namun budaya (adab) atau menghormati terhadap guru karena ilmunya, bukan karena status sosial. Feodalisme itu merupakan ketaatan buta tanpa mempertimbangkakn benar atau salah, sedangkan budaya (adab) memiliki arti kesopanan yang lahir dari hati, bukan keterpaksaan. Jika santri menghormati gurunya dengan menundukan kepala, mencium tangan, atau berbicara dengan sopan itu bukan feodalisme tapi adab. Dikatakan juga oleh Ibnu jama’ah dalam karyanya Tadzkirat As-Sami’ wal Mutakalim bahwasanya Imam Syafi’i berkata “Aku membalik lembaran kitab di hadapan imam Malik dengan sangat pelan karena segan kepadanya, agar ia tidak mendengar suara lembaran itu.” Ini merupakan bukti bahwa islam memerintahkan kita untuk menghormati guru, bukan karena feodalisme, tapi karena ilmu yang diajarkan. Singkatnya pesantren dalam konteks ini bukan sistem feodal tapi lembaga pendidikan islam dan menghormati guru bukan penjajahan tapi warisan akhlak islam yang sudah ada sedak zaman Nabi.
jadi secara keseluruhan, feodalisme adalah sistem yang lebih terfokus pada kekuasaan politik dan ekonomi dalam konteks sejarah tertentu, sedangkan budaya mencakup berbagai aspek kehidupan manusia yang lebih luas dan beragam. Keduanya dapat saling mempengaruhi; misalnya, nilai-nilai budaya dapat membentuk cara orang-orang dalam sistem feodal berinteraksi satu sama lain.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.