
From YOLO to YONO: Perubahan Mindset Gen Z Menuju Hidup Lebih Simpel dan Berarti
Gaya Hidup | 2025-02-04 09:09:19
Sempat populer di kalangan generasi muda istilah YOLO atau “You Only Live Once”, yang bermakna kamu hanya hidup satu kali. Ungkapan ini sering kali menjadi tameng bagi para generasi muda dalam menjalani hidup dengan penuh spontanitas, mengejar pengalaman tanpa perlu banyak berpikir, dan selalu berusaha untuk menjadi bagian dari tren kolektif berlandaskan “fear of missing out” (takut tertinggal).
Saat ragu ketika hendak melakukan sesuatu, para penganut YOLO dengan cepat memvalidasi diri sendiri bahwa hidup di dunia satu kali saja, kenapa tidak puaskan semua keinginan mereka, ujar para penganutnya. Para penganut YOLO ini memiliki tujuan hidup bahwa kebahagiaan hakiki adalah membuat diri sendiri bahagia hari ini dan saat ini karena belum tentu besok masih mampu menikmatinya.
Generasi Z sebagai generasi yang paling banyak dipengaruhi budaya YOLO, tumbuh dan dibesarkan di Era digital yang serba cepat serta akses informasi yang sangat mudah diakses. Hal ini menjadi lumrah untuk melihat kehidupan orang lain dari berbagai penjuru dunia. Perasaan ingin mencoba segala hal semakin diperparah oleh ekspektasi sosial untuk selalu terlihat menikmati hidup.
Fenomena ini seringkali menyebabkan gaya hidup impulsif, konsumsi berlebihan, dan keputusan jangka pendek yang kurang dipikirkan dengan matang. Contohnya, banyak anak muda yang rela menghabiskan tabungan untuk melakukan perjalanan wisata tanpa rencana keuangan yang jelas atau membeli barang-barang mahal demi eksistensi di media sosial. Sayangnya, kebiasaan ini sering kali berujung pada stres finansial dan rasa hampa setelah euforia sesaat berlalu.
YONO: Kesadaran Baru akan Hidup Simpel dan Keberlanjutan
Tidak ada yang salah dengan pemikiran menikmati hidup yang hanya sekali, tentu saja. Semua orang berhak bahagia dengan caranya masing-masing. Namun, tampaknya di tahun ini terdapat perubahan tren gaya hidup terutama pada Gen Z, dari YOLO berganti menjadi YONO, “You Only Need One” - kamu hanya perlu satu.
Dilansir dari Indonesia Sentinel.com, fenomena ini berangkat dari perubahan ekonomi global serta semakin banyaknya generasi muda yang sadar akan perubahan lingkungan secara masif, dimana konsumsi berlebihan berdampak pada eksploitasi sumber daya alam dan limbah berlebih.
Juga, kejenuhan terhadap budaya konsumtif serta timbulnya kesadaran bahwa kebahagiaan tidak berasal dari memiliki banyak barang ataupun pengalaman yang berlebihan, tetapi dengan bijak memilih apa yang benar-benar mereka butuhkan. Oleh karena itu, YONO menjadi tren yang menentang YOLO dengan cara mempromosikan gaya hidup minimalis dan menggalakan perilaku konsumsi secara sadar.
Berbeda dari YOLO yang menitik beratkan pada materi, prinsip budaya YONO mengajarkan bahwa seseorang hanya perlu satu barang berkualitas daripada banyak namun tidak berarti. Menghargai satu hubungan yang bermakna dari banyak namun dangkal. Serta memiliki satu tujuan yang jelas daripada banyak namun sekadar ikut-ikutan tren.
Budaya YONO bukan sekadar tren, tetapi sebuah perubahan gaya hidup yang mulai diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya dalam gaya berpakaian, semakin banyak anak muda yang beralih ke konsep “capsule wardrobe” - memiliki sedikit pakaian yang berkualitas tinggi dengan desain dasar yang dapat dipadu padankan untuk berbagai kesempatan serta berusaha membeli dari produk lokal berkualitas dan meninggalkan produk “Fast Fashion”.
Termasuk dalam budaya menyewa pakaian yang hanya akan dipakai satu kali saja seperti pakaian wisuda dan pakaian pesta daripada membeli yang baru.
Dalam hal teknologi, mereka mulai mempertimbangkan membeli satu perangkat multifungsi yang tahan lama dan berusaha memakai gadget sampai habis masa pakai atau sampai rusak dan tidak bisa diperbaiki daripada sering mengganti gadget baru.
Begitu pula dalam aspek konsumsi, banyak yang beralih ke konsep “one good purchase” - membeli satu barang berkualitas tinggi seperti sepatu atau tas yang awet bertahun-tahun daripada membeli banyak namun cepat rusak. Pun dalam aspek hubungan sosial, banyak dari mereka lebih memilih lingkaran pertemanan kecil nan suportif dibandingkan lingkaran besar tanpa koneksi yang mendalam.
Dampak Positif: Dari Kesehatan Mental hingga Keuangan yang Lebih Stabil
Peralihan dari YOLO ke YONO membawa dampak positif yang signifikan. Dengan memberikan ruang kepada diri sendiri untuk rehat dari tekanan mencoba segalanya, banyak anak muda merasa lebih tenang, tidak mudah stress, dan lebih fokus pada keadaan diri sendiri. Dari sisi keuangan, budaya YONO membantu mereka lebih bijak mengelola keuangan dengan menghindari belanja impulsif, dan menabung untuk hal yang benar-benar penting.
Alih-alih mengejar terlalu banyak hal, mereka lebih fokus pada satu tujuan utama dalam hidupnya - entah itu karir, pendidikan, kesehatan, atau pengembangan diri.
Menjadi Bagian dari Perubahan: Mulai dari Langkah Kecil
Tidak perlu perubahan besar untuk beralih pada gaya hidup yang lebih berkesadaran dan berkelanjutan. YONO dapat dimulai dari hal kecil, seperti lebih selektif dalam membeli barang, membatasi paparan informasi dari media sosial yang dapat memicu YOLO, dan lebih menghargai apa yang sudah dimiliki dengan merawat serta menjaga nya dengan baik.
Saya ingat ketika itu tahun 2012an, pada saat pertama kali menonton film berjudul “Shopaholic”. Ada satu ungkapan yang benar-benar menjadi mantra ketika saya hendak melawan nafsu dalam membeli barang secara impulsif, yaitu tanyakan pada diri sendiri “Do I need this?” - apakah saya benar-benar membutuhkannya?
Kemudian, jika hati kecil berbisik sepertinya saya membutuhkannya, maka dapat dilanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, “Apakah ini akan memberikan manfaat jangka panjang?”. Dengan pola pikir seperti ini, kita dapat membangun gaya hidup yang lebih sederhana, namun tetap bermakna.
Peralihan dari YOLO ke YONO bukan hanya tentang mengurangi konsumsi, tetapi juga tentang cara menemukan kebahagiaan sejati yang justru terdapat dalam kesederhanaan dan keberlanjutan. Generasi Z memiliki kesempatan besar untuk membentuk dunia yang lebih baik dengan menggunakan prinsip YONO dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk itu, marilah kita bersama-sama mengubah cara pandang terhadap kepemilikan dan kebahagiaan. Bagikan pengalaman dan pemikiranmu tentang perjalanan menuju hidup lebih sederhana dan berarti - karena terkadang, kita hanya butuh satu.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.