Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Lukmanul Khakim

Gen Z: Generasi Emas atau Cemas?

Guru Menulis | 2025-12-21 20:56:06

Belakangan ini kita kerap mendengar cita-cita bangsa Indonesia yang disebut dengan istilah Indonesia Emas 2045. Generasi Emas 2045 merupakan sebuah gagasan yang besar untuk mempersiapkan generasi bangsa yang kompeten, kreatif, dan punya daya saing tinggi di masa depan. Istilah Generasi Emas 2045 ini gunakan untuk menginspirasi para anak muda penerus bangsa agar mereka lebih semangat dalam belajar, berkarya, dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Cita-cita bangsa ini seharusnya dapat diresapi oleh anak muda atau yang sering disebut Gen Z agar cita-cita bangsa yang lainnya dapat terwujud juga.

Kemajuan teknologi dan arus globalisasi membuat Gen Z memiliki keunggulan. Peranan media sosial dan internet menjadikan mereka lebih mudah mengakses informasi, meningkatkan kreativitas, dan memperluas wawasan mereka. Kreativitas dari Gen Z mulai terlihat dengan munculnya banyak konten kreator, wirausahawan muda, aktivis sosial, dan masih banyak lagi. Potensi inilah yang menjadikan Gen Z dipandang sebagai generasi yang mampu membawa dampak baik bagi bangsa Indonesia di masa sekarang dan masa yang akan datang.

Namun, dibalik banyaknya potensi yang dapat mereka datangkan tersebut, Gen Z juga mempunyai tantangan dalam kehidupan mereka. Lahir dan besar di era digital membuat mereka hidup serba cepat dan penuh tuntutan. Bersamaan dengan itu mereka juga dihadapkan dengan dunia yang penuh tekanan. Mereka harus hidup saat dunia sedang gaduh karena perang, krisis ekonomi, rentetan dampak Covid-19, dan kondisi sosial politik yang tidak baik-baik saja. Tekanan inilah yang membuat mereka sering merasa cemas dan tertekan serta mengeluh tentang kehidupan mereka yang berat dan penuh kesusahan.

Gen Z lahir ketika kemajuan teknologi telah berkembang sangat pesat. Kemajuan teknologi ini mendorong mereka untuk merespon dunia lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka lebih pintar karena dapat mengakses informasi dengan cepat. Namun, kemajuan teknologi ini justru melambatkan emosional mereka hingga mereka disebut sebagai generasi yang lembek dan tidak tahan tekanan.

Badan Pusat Statistik(BPS) telah merilis data dari Sensus Penduduk 2020. Statistik tersebut menampilkan komposisi penduduk Indonesia berdasarkan kelompok umur. Dari data tersebut Gen Z yang lahir dari tahun 1997 sampai 2012 mendominassi dengan jumlah sekitar 74,93 juta jiwa. Generasi ini masih berada dalam usia remaja yang tentunya dapat menjadi potensi dan juga tantangan bagi bangsa.

Dari jumlah yang banyak itu ada hal yang memperihatinkan. Menurut hasil survey sekitar 60% dari jumlah Gen Z di Indonesia telah kehilangan keperawanan dan keperjakaan di usia tersebut. Ini sungguh hasil yang mencemaskan. Data ini menjadi tanda peringatan bahwa peran lembaga pendidikan sangat dibutuhkan tidak hanya dalam pengetahuan saja tapi juga harus mengutamakan pendidikan etika, sikap dan juga perilaku kepada mereka.

Terpaparnya Gen Z dengan media sosial adalah sesuatu yang susah untuk dielakkan. Menurut mereka media sosial adalah ajang dalam berkomunikasi dan juga menunjukkan eksistensi diri. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengedit foto dan mempostingnya di media sosial agar mendapat banyak followers dan juga like dari banyak orang. Hal ini menjadikan mereka terjebak dalam keinginan agar selalu dihargai oleh orang lain. Tapi inilah yang merusak mental mereka, mereka takut jika tampilan mereka tidak sempurna dan takut ketinggalan tren atau yang sering disebut FOMO( Fear Of Missing Out). Hal yang mereka lakukan memang tidak salah, tapi hal tersebut mengurangi waktu mereka untuk bersosialisasi dan menggunakan waktu mereka untuk hal-hal yang produktif lainnya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image