
Microbial Fuel Cells (MFC): Transformasi Limbah Organik Menjadi Energi Masa Depan
Riset dan Teknologi | 2025-01-30 05:56:05Apa jadinya jika limbah makanan rumah tangga kita, seperti nasi, buah, dan sayuran dapat diubah menjadi energi listrik untuk keperluan sehari-hari? Tentu luar biasa bukan?

Bayangkan, sisa makanan yang kita buang percuma kini bisa menjadi sumber energi yang menerangi rumah kita. Teknologi ini bukan sekadar mimpi, melainkan inovasi nyata yang dikenal dengan Microbial Fuel Cells (MFC) ―sebuah terobosan di bidang bioelektrokimia dan energi yang selaras dengan visi keberlanjutan global.
Seiring waktu, tepatnya sejak tahun 2017, kebutuhan energi listrik di Indonesia terus bertambah. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa pada 2023, konsumsi listrik Indonesia mencapai 1.285 kWh/kapita, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 1.173 kWh/kapita. Adapun pada 2024, angka ini diproyeksikan mencapai sekitar 1.400 kWh/kapita. Dengan tren tersebut, jelas bahwa Indonesia membutuhkan sumber energi baru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) telah menjadi kompas pembangunan global, termasuk bagi Indonesia. Di antara 17 poin SDGs, urgensi masalah energi dan lingkungan terepresentasi khusus pada poin ketujuh: Energi bersih dan terjangkau, serta tersirat pada poin ke-11: Kota dan komunitas yang berkelanjutan, dan poin ke-13: Penanganan perubahan iklim. Inovasi seperti MFC dapat menjadi alat kunci untuk mencapai tujuan ini.
Indonesia sendiri memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang besar, mulai dari energi biomassa, mikrohidro, surya, angin, hingga nuklir. Berpijak pada Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah telah mengalokasikan dana besar untuk pengembangan dan pembangunan infrastruktur EBT. Total investasi yang diserap sampai tahun 2025 bahkan diproyeksikan mencapai 13,197 juta USD.
Namun, pemanfaatan potensi ini masih jauh dari optimal. Oleh karena itu, MFC hadir sebagai salah satu alternatif solusi potensial untuk mengintensifkan upaya ini.
Konsep Dasar dan Keunggulan MFC
Microbial Fuel Cells (MFC) pada dasarnya merupakan sistem bahan bakar bioelektrokimia yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan bantuan mikroorganisme. Sistem ini menghasilkan arus listrik dengan cara mengalirkan elektron dari senyawa yang tereduksi (donor elektron) pada anoda ke senyawa teroksidasi (akseptor elektron) pada katoda.
MFC memiliki kualitas khusus yang membedakannya dengan teknologi pesaing. Beberapa di antaranya adalah kemampuannya yang lebih tinggi dalam mengubah energi kimia menjadi arus listrik, mampu bekerja pada berbagai suhu (20°C hingga 40°C), dan yang terpenting, MFC tidak memerlukan sumber listrik eksternal untuk aerasi guna menyediakan oksigen.
Limbah Rumah Tangga Sebagai Sumber Energi
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan sejumlah mahasiswa Departemen Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Malang menunjukkan bahwa limbah organik rumah tangga seperti sisa nasi, buah, dan sayuran memiliki potensi besar untuk dikonversi menjadi energi listrik melalui MFC.
Dalam pengujian ini, limbah buah menghasilkan daya hantar listrik tertinggi sebesar 3,98 mS, melampaui limbah sayur (2,88 mS) dan padi (1,51 mS). Arus maksimum yang dihasilkan mencapai 11,5 mA, dengan tegangan 5,53 V. Data ini menunjukkan bahwa limbah organic rumah tangga, utamanya buah, merupakan bahan yang sangat potensial untuk pengembangan energi terbarukan berbasis MFC.
Dengan memanfaatkan bahan yang melimpah dan terbarukan, MFC tidak hanya menawarkan solusi energi tetapi juga membantu mengurangi masalah limbah. Data dari United Nations Environment Programme (UNEP) menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 14,73 juta ton limbah makanan per tahun, menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Inovasi MFC memberikan harapan baru untuk mengelola limbah ini secara lebih produktif.
Keuntungan Ekonomis
Di sisi lain, dari segi ekonomi, MFC memberikan banyak manfaat. Teknologi ini lebih hemat biaya dibandingkan metode pengolahan limbah tradisional karena memanfaatkan bahan murah sebagai substrat. Sistem seperti Constructed Wetland (CW)-MFC menunjukkan rasio manfaat biaya tinggi, menjadikannya alternatif yang ekonomis dan ramah lingkungan. Selain itu, pemanfaatan limbah organik juga dapat mengurangi biaya pengelolaan sampah.
Melalui kerangka kolaborasi triple helix yang melibatkan akademisi, pemerintah, dan sektor swasta, penerapan MFC bisa diwujudkan dalam skala luas. Sinergi ini penting untuk mendorong riset, investasi, dan implementasi teknologi. Dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, Indonesia dapat memimpin revolusi energi bersih tidak hanya di tingkat lokal, tapi juga global.
Dengan memanfaatkan teknologi seperti MFC, kita tidak hanya akan menyelesaikan masalah energi dan limbah, tetapi juga membuka jalan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Sebuah peluang besar untuk menjadi pionir dalam inovasi energi terbarukan, memanfaatkan sumber daya lokal yang melimpah, dan memberikan warisan dunia yang lebih baik untuk generasi anak cucu mendatang.
Penulis: Hizkil Achmad Dayan
Pelajar Jurusan Sains dan Teknologi, MAN 1 Banyuwangi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.