Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AIVRE 2021

Tambal Sulam yang Gagal Menyembuhkan Luka Stunting

Agama | 2025-01-23 22:15:16

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah sebagai upaya mengatasi masalah stunting dan kekurangan gizi pada anak-anak, nyatanya masih jauh dari sempurna. Sejumlah permasalahan krusial mengiringi pelaksanaan program ini. Pertama, persoalan pendanaan yang seringkali menjadi kendala utama. Anggaran yang terbatas seringkali membuat sulit untuk menyediakan makanan bergizi yang cukup dan berkualitas untuk semua penerima manfaat.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyatakan bahwa diperlukan anggaran sebesar Rp 100 triliun untuk menyediakan makanan gratis bagi 82,9 juta penerima manfaat. Pernyataan ini disampaikan Dadan setelah rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto dan beberapa Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara pada Jumat, 17 Januari 2025. Rapat tersebut membahas Program MBG. (CNBC Indonesia,17-1-2025)

Kedua, kualitas makanan yang disajikan seringkali menjadi sorotan. Adanya laporan mengenai makanan yang tidak higienis, tidak bergizi, bahkan membahayakan kesehatan anak, menunjukkan adanya masalah serius dalam pengendalian mutu program ini. Ketiga, penentuan sasaran penerima manfaat yang belum tepat juga menjadi masalah. Tidak semua anak yang membutuhkan asupan gizi tambahan mendapatkan manfaat dari program ini, sementara sebagian penerima manfaat mungkin tidak benar-benar membutuhkannya. Keempat, program MBG seringkali dianggap hanya sebagai solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar permasalahan stunting.

Faktor-faktor seperti kemiskinan, akses terbatas terhadap air bersih dan sanitasi, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi di kalangan masyarakat, merupakan masalah yang lebih fundamental yang perlu ditangani secara komprehensif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa program MBG, meskipun memiliki tujuan yang mulia, belum mampu memberikan solusi yang efektif dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia.

Program ini seakan-akan hanya menjadi tambal sulam sementara, tanpa upaya serius untuk memperbaiki sistem yang lebih besar. Untuk mencapai hasil yang lebih optimal, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG, memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan, meningkatkan kualitas makanan, serta mengintegrasikan program ini dengan program-program lain yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hanya dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, kita dapat berharap untuk melihat perbaikan yang signifikan dalam status gizi anak-anak Indonesia.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang seharusnya menjadi wujud nyata kepedulian negara terhadap kesehatan dan kesejahteraan rakyat, justru terkesan lebih sebagai proyek pencitraan semata. Alih-alih dirancang dengan perencanaan yang matang dan berorientasi pada penyelesaian masalah stunting secara fundamental, program ini terkesan dipaksakan dan dijadikan alat kampanye untuk meraih simpati publik. Ironisnya, di balik dalih membantu masyarakat, program ini justru cenderung menguntungkan segelintir pihak, terutama korporasi yang terlibat dalam penyediaan bahan makanan.

Kontrak-kontrak yang menguntungkan, kualitas bahan makanan yang dipertanyakan, serta mekanisme pengawasan yang lemah, semakin memperkuat dugaan bahwa program MBG lebih berorientasi pada kepentingan bisnis daripada kepentingan publik. Dengan demikian, program MBG yang seharusnya menjadi solusi, justru menjadi bagian dari masalah itu sendiri. Karakteristik populis yang melekat pada program ini semakin mempertegas bahwa program MBG lebih mengedepankan popularitas daripada efektivitas dalam mengatasi masalah stunting di Indonesia. Ini semakin menunjukkan kegagalan Kapitalisme dalam mengelola negara, menuju rakyat sejahtera.

Berbeda dalam Islam, dengan Khilafah sebagai bentuk negaranya, pemenuhan kebutuhan gizi generasi mendatang menjadi prioritas utama. Dengan mengacu pada prinsip-prinsip syariat Islam, negara akan menerapkan mekanisme yang efektif untuk menjamin ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh rakyat. Konsep zakat, infak, dan sedekah akan dikelola secara optimal melalui lembaga baitul maal untuk menjamin distribusi makanan yang adil dan merata, terutama bagi kelompok yang membutuhkan seperti anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Selain itu, kebijakan pertanian yang berkelanjutan akan mendorong peningkatan produksi pangan lokal yang berkualitas dan berlimpah. Hal ini akan mengurangi ketergantungan pada impor pangan dan memastikan stabilitas harga pangan.

Lebih dari sekadar menyediakan makanan, Khilafah juga akan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang dan pola makan sehat. Program-program pendidikan gizi akan dilaksanakan secara masif, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih makanan yang baik bagi kesehatan mereka. Selain itu, pemerintah akan memastikan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak, karena hal ini juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan pertumbuhan anak.

Dengan menerapkan sistem khilafah, masalah stunting dan kekurangan gizi yang masih menjadi persoalan serius di banyak negara dapat diatasi secara efektif. Setiap individu akan memiliki akses yang sama terhadap makanan bergizi, sehingga tercipta generasi penerus yang sehat, cerdas, dan produktif. Konsep khilafah yang menekankan pada keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat akan memastikan bahwa setiap jiwa terpenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk kebutuhan akan makanan yang bergizi.

Negara berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang luas bagi seluruh warganya. Hal ini akan terwujud melalui kebijakan ekonomi yang pro-rakyat dan mendorong pertumbuhan usaha-usaha kecil dan menengah. Selain itu, negara juga akan fokus pada pembangunan kedaulatan pangan.

Di bawah naungan departemen khusus yang mengurusi kemaslahatan umum, negara akan mengoptimalkan sektor pertanian dan perikanan, serta memastikan kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat. Departemen ini akan berperan aktif dalam mengawasi produksi, distribusi, dan konsumsi pangan, sehingga masyarakat dapat mengakses makanan yang sehat, halal, dan bergizi. Dengan demikian, negara dapat menjamin ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan rakyat.

sistem khilafah, kebijakan terkait pemenuhan gizi, pencegahan stunting, dan pencapaian ketahanan pangan akan disusun secara komprehensif dengan melibatkan para ahli di bidangnya. Para pakar gizi, pertanian, dan kesehatan masyarakat akan diajak berkolaborasi untuk merumuskan program-program yang efektif dan berkelanjutan.

Dengan dukungan dana yang memadai dari berbagai sumber, seperti zakat, infak, dan pendapatan negara, khilafah memiliki kapasitas untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut secara optimal. Dana yang dikelola secara transparan dan akuntabel akan digunakan untuk membiayai penelitian, pengembangan teknologi pertanian, penyuluhan masyarakat, serta pembangunan infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan. Dengan demikian, khilafah mampu memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi, serta mewujudkan kesejahteraan yang merata.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image