Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Seri 1 Hybrid Learning. Menyiapkan Pembelajaran Hybrid sebagai Solusi

Eduaksi | Friday, 18 Feb 2022, 08:31 WIB
Seorang guru mengajar daring. Sumber : Republika.co.id
Seorang guru mengajar daring. Sumber : Republika.co.id

Pasca perubahan status PPKM dibeberapa daerah semenjak akhir Januari dan awal Februari 2022 lalu untuk beberapa daerah seperti di Bekasi, Palembang dan berbagai tempat lainnya di Indonesia, berdampak kepada bagaimana penyelenggaran pembelajaran di sekolah. Yang tadinya pembelajaran sudah mulai bertahap menyelenggarakan tatap muka, akhirnya berubah kembali menjadi mode daring (PJJ), sebagian yang lain masih menunggu keputusan terkini dari pemkab atau pemkot nya.

Sampai dengan tulisan ini dibuat, grafik penyebaran covid19 di tanah air dengan varian barunya Omicron mengalami peningkatan yang signifikan dari waktu ke waktu.

Grafik sebaran covid19 nasional sampai dengan pertengahan Februari 2022. Sumber : https://covid19.go.id/peta-sebaran
Grafik sebaran covid19 nasional sampai dengan pertengahan Februari 2022. Sumber : https://covid19.go.id/peta-sebaran

Kedepan pilihan ini akan menjadi dilematis untuk sekolah dan juga siswa, tentang bagaimana penyelenggaraan pembelajaran harusnya dilakukan ?. Satu sisi kita pasti berharap semua warga sekolah sehat selalu, namun kualitas pembelajaran kita hendaknya masih bisa “diselamatkan” juga. Karena sampai dengan status pandemi dicabut oleh pemerintah, maka kondisi tidak normalan ini akan tetap menghantui proses pembelajaran kita.

Siswa belajar dari rumah. Sumber : Republika.co.id
Siswa belajar dari rumah. Sumber : Republika.co.id

Adanya kemungkinan untuk siswa yang belajar di sekolah dan di rumah, sedianya pengelola sekolah akan menyiapkan bagaimana layanan pembelajaran terbaik untuk mengakomodasi dua lingkungan belajar tersebut. Salah satunya opsi menggunakan Hybrid Learning.

Tulisan ini akan mengurai seputar pembelajaran Hybrid Learning, dari sisi konsepsinya sampai dengan penerapannya. Harapannya akan bermanfaat untuk pengelola sekolah dalam menyelenggarakan proses pembelajarannya. Agar lebih mudah ditelusuri dan sistematis dibaca, akan diberikan tagar #HLsolusi #HLdedy

Apakah Pembelajaran Hybrid itu ?

Hybrid learning combines face-to-face and online teaching into one cohesive experience. Approximately half of the class sessions are on-campus, while the other half have students working online. (Iowa State University)

dari definisi diatas, point pentingnya ada pada bagaimana pembelajaran disajikan dengan kombinasi pada masa waktu yang sama, antara siswa yang berada pada kelas tatap muka, dengan siswa yang berada di rumah masing-masing (PJJ). Sebelum kita masuk lebih jauh tentang apa dan bagaimana pembelajaran hybrid ini, berikut coba saya sajikan empat moda pembelajaran yang umum ditemui dalam masa transisi ini.

Berbagai macam istilah Moda pembelajaran dimasa transisi

Istilah-istilah dalam pembelajaran masa transisi
Istilah-istilah dalam pembelajaran masa transisi

Pada gambar diatas, makin ke kiri maka semakin sedikit pelibatan teknologi/proses daring nya. Sebaliknya, makin ke kanan, maka akan semakin banyak melibatkan teknologi dan daringnya.

Face to Face (Tatap muka) –sisi paling kiri, pada beberapa literatur sering disingkat F2F, ini proses belajar yang sering kita lakukan sebelum masa pandemi saat ini, siswa berada di kelas dengan guru, pembelajaran tradisional ini sudah bisa berjalan, adapun penggunaan teknologi dapat digunakan atau tidak sama sekali dalam perjalanannya. Disisi ektrim lainnya –sisi paling kanan, pada moda Online (full) semua pembelajaran dilakukan jarak jauh, berjarak nya antara pengajar dan peserta belajar, baik dari sisi waktu dan tempat, sehingga semua media, sumber dan perangkat belajar menggunakan perangkat teknologi informasi dan internet.

Dua moda ditengah melibatkan bagian-bagian penting dalam pembelajaran (tatap muka), yakni adanya pelibatan Teknologi Informasi dan internet. Blended pada dasarnya merupakan pembelajaran yang masih bertumpu pada tatap muka dalam sebagian besar aktivitasnya, namun menggunakan teknologi dalam rangka untuk menghantarkan konten pembelajaran, memfasilitasi aktivitas bahkan sampai dengan assessment nya. Sementara paling terakhir, Hybrid, aktivitasnya terbagi rata antara pertemuan tatap muka dengan jarak jauhnya, sehingga kalo bisa dibuat perbandingan, jika Blended, perbandingan tatap muka dan penggunaan teknologinya 75:25, maka Hybrid 50:50. Tapi yang perlu dicatat, sejauh ini sependek yang saya tahu, belum ada prosentase tepat untuk menjelaskan hal ini.

Kelebihan Pembelajaran Hybrid

The Center for Community College Student Engagement (CCSSE) sebuah lembaga survey dibawah naungan University of Texas pernah menyelenggarakan survey tentang bagaimana pelaksanaan pembelajaran hybrid, hasilnya menarik, dari sebagian besar responden yang disurvey ternyata menyatakan bahwa tidak hanya mereka (siswa/mahasiswa) mensarankan untuk tetap dilakukannya Hybrid ini, namun juga terjadi pertumbuhan positif dalam pencapaian pembelajaran (Learning Outcome) dan perolehan nilai akademik, bahkan paling rekomended jika dibandingkan dengan moda online yang lainnya.

Contoh kelas hybrid. Sumber : imec
Contoh kelas hybrid. Sumber : imec

Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dimana kita selama ini mengelola model ini dari waktu ke waktu, unggul pada sentuhan “humanism” dimana adanya transfer pembelajaran dengan bantuan terbimbing dari guru langsung akan memudahkan siswa untuk memahami lebih lengkap. Interaksi lebih natural juga didapatkan jika adanya diskusi, presentasi dilakukan langsung diantara sesama siswa, bersama guru. Yang hal ini lebih menantang jika dilakukan pada pembelajaran online murni.

Disisi lain, pada pembelajaran online, waktu dan tempat belajar menjadi lebih fleksibel, sumber daya materi, media dan bahan belajar dapat didapatkan dari berbagai sumber yang tak terbatas. Walaupun butuhnya koneksi dan berbagai perangkat pendukung teknologi menjadi prasyarat terjadi pembelajaran ini, kelebihan akses berbagai sumber, simulasi dan kecepatan asssessment dan feedback menjadi kekuatan luar biasa besar yang dapat digunakan untuk akselerasi pembelajaran.

Pembelajaran hybrid, dengan kombinasi kelebihan dari dua moda tersebut, memiliki point besar pada fleksibilitas, dalam waktu, proses belajar, bahan, dan bahkan sampe dengan evaluasi, akan meningkatkan percepatan pembelajaran. Siswa dengan berbagai macam gaya belajar, baik visual, auditori dan kinestetik akan dapat memilih cara, materi dan fleksibilitas yang pada akhirnya akan membentuk “otonomi belajar” siswa.

Ilustrasi Hybrid Learning
Ilustrasi Hybrid Learning

Otonomi belajar mengambil peran pro-aktif dalam proses pembelajaran, menghasilkan gagasan dan membantu dirinya memiliki kesempatan belajar, lebih dari sebuah reaksi berbagai rangsangan dari guru. Jika hal ini tercipta pada pembelajaran pada siswa, maka siswa akan mendapatkan manfaat yang luar biasa besar dari pembelajarannya, bahkan lebih besar dari pada “trigger” yang diberikan oleh gurunya. Diantaranya :

a. Merancang goals sendiri terkait pembelajarannya, apa yang hendak ingin dikuasai, perdalam dan menjadi pemahaman mendalam untuk dirinya,

b. Memiliki strategi mandiri terkait proses belajar apa yang paling “berdampak” bagi dirinya,

c. Dapat mengevaluasi proses yang berjalan, apakah efektif sesuai goals, ataukah belum,

d. Merevisi pendekatan secara mandiri agar lebih efektif dalam pengelolaan pembelajaran

Jika hal ini dimiliki oleh peserta belajar kita, maka belajar akan menjadi habit, untuk menjadi “long life learner” (pembelajar sepanjang hayat) dalam kehidupannya hingga masa berikutnya nanti.

Pada tulisan berikutnya, akan dibahas bagaimana menerapkan Hybrid Learning pada kelas Anda. Selamat mengikuti.

Semoga bermanfaat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image