
Natalius Pigai: Sosok Kontroversial, Jenaka, dan Piawai
Politik | 2025-01-15 18:50:09
Oleh: Rikal Dikri, Pengamat Sosial di Forum Intelektual Muda
Siapa yang tak kenal sosok Natalius Pigai? Saya ingin mengurai apa yang saya dapatkan dari berbagai informasi dan pertemuan di berbagai forum intelktual. Sekitar tahun 2020, saya pernah bertemu dengan sosok Pigai di suatu kantor di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Kala itu saya berkenalan dan berdiskusi berbagai macam hal, dari isu diskriminasi, rasisme hingga hak asasi manusia.
Sosok Pigai adalah sosok yang sangat memiliki prinsip dan tak pernah menyimpang dari prinsip yang dipegangnya yakni keadilan. Seperti para pejuang lainnya, Pigai sangat layak kita juluki sebagai The Voice of Human Justice. Sosok yang berani dan lantang menyuarakan keadilan, membuat Pigai menjadi sosok yang dihormati di berbagai forum. Ia percaya bahwa perubahan besar membutuhkan keberanian untuk melawan arus. Ini yang saya garis bawahi dari sosok Pigai.
Lakunya memang kerap kontroversial, melawan arus adalah kunci untuk mendeskripsikan sosok Pigai. Kritiknya terkadang ditafsirkan sebagai ujaran kebencian, padahal itu hanya dilihat dari sudut pandang penguasa saja. Seringkali kali diterpa ancaman, ia tetap berdiri kokoh bak pejuang, menolak tunduk pada tekanan atau ancaman apapun dan menyatakan bahwa keberanian bersuara adalah bagian dari tanggungjawabnya sebagai warga negara.
Karakter kepemimpinan Pigai sebagai menteri HAM diilhami oleh sosok yang bernama KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), cepat, lugas, terukur meskipun rada santai. Dari sekian banyak kementrian di era Prabowo-Gibran, Kementrian HAM adalah lembaga yang termasuk cepat konsolidasi SOTK (Struktur Organisasi dan Tata Kerja) padahal ini adalah kementrian baru. Dengan waktu yang singkat Pigai bisa menyelesaikan susunan eselon 1 dan 2 secara cepat, pengalamannya di birokrasi membuat dia paham medan tempur. Kita tahu bahwa segudang pengalaman yang Pigai lewati yang paling berkesan adalah ketika ditarik Gus Dur dari Papua ke Jakarta untuk menjadi Staf staf khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ir Alhilal Hamdi, dan lianjutakan oleh menteri Yacob Nuwa Wea, dari 1999 hingga 2004.
Lagi-lagi terilhami Gus Dur, kita mengenal sosok Pigai yang luwes dan jenaka, dalam pidatonya dan cuitannya di akun media sosial X kerap kali seperti dewa mabuk Zui Quan. Satu hal yang patut kita acungi jempol adalah fast working, kecepatan kerja sosok Pigai ini seperti Gus Dur, sangat efisien. Dalam rapat perdana dengan DPR Pigai menyatakan program kerja yang 100 hari bisa terselesaikan dalam jangka waktu 7 hari. Di sisi lain kita melihat ini lucu, namun pada faktanya ini nyata dan sangat terukur dengan kepiawaiannya Pigai menggelola birokrasi di Kementrian.
Sebagai Menteri HAM, Pigai memiliki reputasi Internasional yang cukup bagus, ia salahsatu menteri yang otoritatif bicara diplomasi selain Menter Luar Negeri. Kunjungannya bersama Presiden Prabowo dan Menlu Sugiono ke Australia dinilai efektif menjawab keraguan sejumlah negara pasifik terhadap komitmen Indonesia menjaga dan menciptakan perdamaian dan kemakmuran di Papua.
Langkah yang diambil memang sekilas terlihat mustahil, tapi sayangnya di dunia ini tak ada yang mustahil. Pigai sangat visioner, revolusioner, dan progresif, ia paham bahwa HAM itu adalah hak yang tidak bisa dirampas oleh siapapun. Dalam khutbah terakhir Nabi di Ghadhir Khum usai Haji Wada', Nabi dengan sangat jelas menekankan bahwa seorang muslim itu adalah orang yang tidak mengganggu orang lain dengan tangan dan lidahnya, juga mukmin (orang beriman) itu adalah yang mendatangkan kedamaian dan keamanan. Boleh jadi Mukmin adalah yang melindungi darah dan harta orang lain. Oleh karena itu Allah disebut al-Mukmin (Maha yang memberi keamanan/pelindung).
Yang visioner dari sosok Pigai yaitu ingin terciptanya ekosistem HAM secara holistik, dengan berbagai intrumen penunjangnya dari mulai Universitas HAM hingga Rumah Sakit HAM, ini sangat penting, bahkan dalam Agama korban HAM itu bisa dikategorikan sebaga mustahiq (penerima hak) Zakat, kalau perlu bukan hanya Rumah Sakit HAM tapi juga lembaga pemberdayaan ekonomi Korban HAM, ini akan lebih startegis mensinergikan lembaga-lembaga HAM dengan lembaga Zakat dan Wakaf yang mampu menopang perekonomian Masyarakat Indonesia.
Dalam Islam HAM itu bagian dari maqashid al-syari'ah (tujuan-tujuan syari'at) sudah sangat tepat langkah Pigai menggaet PBNU sebagai kolaborator atau partner dalam terealisasinya program-program HAM terutama pendidikan HAM dan pembangunan masyarakat sadar HAM. Lebih lanjutnya lagi bisa disinergikan dengan lembaga zakat seperti LazisNU, LazisMu, Baznas dan Lembaga Wakaf.
Maka dari itu saya yakin, Indonesia akan menjadi laboratorium HAM dan mendapatkan international trust dalam pengembangan dan pendidikan HAM bertaraf Internasional, karena sosok Pigai menjadi suara bagi mereka yang selama ini terpinggirkan. Ia selalu memperjuangkan mereka yang lemah, miskin, dan tertindas, memastikan bahwa suara mereka tidak hilang. Meminjam bahasanya George Jordac, sosok Pigai ini seperti Fathimah dan Ali bin Abi Thalib sebagai shautul 'adalatil insaniyah (The Voice of Human Justice).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.