Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naila Najwania Dewistamara

Menelisik Kehancuran Nilai-Nilai Moral di Dunia yang Serba Cepat

Adab | 2025-01-10 23:11:40
Sumber: Indonesiana.id

Dekadensi moral adalah sebuah isu yang semakin mencuat di tengah masyarakat modern. Istilah ini merujuk pada kemerosotan nilai-nilai etika dan kebajikan yang dianggap sebagai prinsip-prinsip yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kehadirannya seperti bayang-bayang yang merayap dalam setiap aspek kehidupan, dari ranah publik hingga pribadi, mempengaruhi cara kita berinteraksi, bertindak, dan bahkan berpikir. Di tengah maraknya budaya konsumerisme, teknologi yang semakin canggih, dan arus globalisasi yang deras, tidak sulit untuk melihat bagaimana nilai-nilai kebenaran dan integritas menjadi semakin terabaikan.

Menurut penelitian Malyuna, salah satu penyebab utama dekadensi moral adalah budaya konsumerisme yang semakin mendominasi. Dalam masyarakat yang serba cepat ini, nilai-nilai seperti kesederhanaan, kejujuran, dan saling menghargai sering kali tergantikan oleh hasrat untuk memiliki lebih banyak, tampil lebih baik, dan mencapai kepuasan pribadi tanpa memedulikan dampaknya bagi orang lain. Konsumerisme menciptakan sikap materialistik yang mengarahkan kita untuk selalu mengejar kenikmatan pribadi semata, tanpa peduli apakah tindakan tersebut melanggar etika atau merugikan orang lain.

Teknologi juga turut berkontribusi pada kemerosotan moral ini. Media sosial, misalnya, adalah arena di mana nilai-nilai kebenaran sering kali diabaikan demi mengejar popularitas sesaat. Informasi yang diputarbalikkan, fitnah, dan perundungan semakin umum terjadi di platform ini. Hal ini tidak hanya merusak kredibilitas individu tetapi juga menciptakan ketidakharmonisan dalam masyarakat. Ketika kebohongan menjadi ‘kebenaran’ yang diterima dengan mudah, kita mulai mempertanyakan nilai-nilai dasar seperti kejujuran dan integritas.

Teknologi canggih yang kita nikmati sekarang dapat memudahkan hidup kita, namun sering kali juga mempermudah perilaku yang melanggar moral. Praptantya dan kawannya menyampaikan, globalisasi telah membuka pintu bagi pertukaran budaya yang cepat, tetapi di sisi lain, telah memperkenalkan nilai-nilai yang kadang-kadang bertentangan dengan nilai-nilai luhur budaya lokal. Nilai-nilai seperti keharmonisan sosial, saling menghormati, dan kesetiaan sering kali dikorbankan demi keuntungan ekonomi dan persaingan global. Globalisasi seringkali mendorong kita untuk mengejar ‘keunggulan’ tanpa memedulikan dampaknya pada integritas individu atau komunitas.

Di ranah pribadi, perubahan sosial ini menciptakan tantangan baru dalam membentuk identitas moral yang kokoh. Remaja, sebagai kelompok yang sering kali berada di garis depan perubahan sosial, sering kali terombang-ambing antara tuntutan untuk bersikap ‘modern’ dan nilai-nilai tradisional yang diajarkan keluarga atau masyarakat. Akibatnya, generasi muda mungkin terjebak dalam pola pikir yang menganggap pentingnya keuntungan pribadi dan kenikmatan sesaat daripada nilai-nilai kebajikan yang lebih dalam.

Namun, bukan berarti dekadensi moral adalah akhir dari segalanya. Terdapat upaya yang terus berkembang untuk memulihkan nilai-nilai yang telah terkikis ini. Pendidikan adalah kunci utama dalam mengatasi masalah ini. Sekolah-sekolah dan universitas perlu lebih menekankan pentingnya nilai-nilai moral dan etika dalam kurikulum mereka, bukan hanya sebagai mata pelajaran tambahan tetapi sebagai inti dari pendidikan karakter. Pendidikan yang baik akan membekali generasi muda dengan kemampuan untuk berpikir kritis, menghormati perbedaan, dan membuat keputusan yang jujur dan berintegritas.

Organisasi masyarakat juga memainkan peran penting dalam mempromosikan nilai-nilai moral. Program-program pelatihan dan kampanye publik yang menyuarakan pentingnya etika, integritas, dan saling menghargai perlu didorong dan didukung oleh berbagai pihak. Selain itu, pemerintah dan pemimpin masyarakat harus berani menegakkan hukum dan sanksi yang adil terhadap pelanggaran moral, sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih bertanggung jawab dan adil.

Dalam menghadapi dekadensi moral, kita harus menyadari bahwa perubahan tidak terjadi semalam. Perlu komitmen dari semua lapisan masyarakat untuk bekerja sama dalam memulihkan dan mempertahankan nilai-nilai yang sebenarnya membuat kita menjadi manusia yang bermartabat. Meskipun tantangan mungkin besar, harapan untuk memperbaiki moralitas kita tidak pernah hilang. Kita dapat belajar dari masa lalu, beradaptasi dengan tuntutan masa kini, dan memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk memperkuat, bukan melemahkan, nilai-nilai luhur yang kita pegang teguh.

Tulisan ini tidak hanya mengajak kita untuk merenung tentang tantangan moral yang dihadapi masyarakat modern, tetapi juga mendorong kita untuk berperan aktif dalam memulihkan dan melindungi nilai-nilai yang menjadi fondasi kehidupan yang bermartabat. Jika kita ingin dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk ditinggali, kita perlu menghidupkan kembali semangat saling menghormati, integritas, dan kebajikan yang telah lama hilang.

Referensi

Indonesiana. (2024). Dekadensi Moral: Ancaman dan Tantangan Masa Depan Bangsa. Indonesiana. Diakses dari https://www.indonesiana.id/read/169339/dekadensi-moral-ancaman-dan-tantangan-masa-depan-bangsa

Malyuna, S. I. M. (2024). Pendidikan Agama Islam Solusi Dalam Menangani Dekadensi Moral Era Milenial. Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Penelitian Thawalib, 3(1), 43-52.

Praptantya, D. B., Darmawan, D. R., Dewantara, J. A., Efriani, E., & Yuliono, A. (2022). Akseptasi modernitas beragama orang Dayak di Kampung Nyarumkop. Satwika: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, 6(2), 336-351.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image