Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adinata Yudha

Privasi Pasien Terancam! Kebocoran Data Medis dan Pelanggaran HAM Global

Teknologi | 2025-01-10 14:31:26
Ilustrasi Rekam Medis. Foto : Pixabay

Rekam medis elektronik (Electronic Medical Records/EMR) adalah sistem digital yang digunakan untuk mencatat, menyimpan, dan mengelola informasi medis pasien secara elektronik. Data dalam EMR mencakup riwayat kesehatan pasien, diagnosis, hasil laboratorium, catatan pengobatan, resep obat, serta informasi relevan lainnya. EMR dirancang untuk menggantikan catatan medis berbasis kertas dengan tujuan meningkatkan efisiensi, akurasi, dan koordinasi dalam pelayanan kesehatan. Namun, data medis yang tersimpan dalam EMR bukan sekadar informasi teknis; data ini mencerminkan aspek paling personal dari individu dan menjadi bagian integral dari hak privasi. Privasi data medis sangat penting karena informasi ini mencakup detail sensitif seperti kondisi kesehatan, riwayat penyakit, dan prosedur medis yang dilakukan. Kebocoran data medis menjadi ancaman besar di era digital, terutama karena insiden seperti serangan siber, akses ilegal, atau kelalaian pengelolaan data dapat mengakibatkan penyalahgunaan informasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak privasi yang fundamental.

Hak Asasi Manusia yang Terkait dengan Privasi Data

Hak atas privasi merupakan hak fundamental yang diakui secara internasional melalui Pasal 12 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). Pasal ini menegaskan bahwa tidak seorang pun boleh menjadi sasaran intervensi sewenang-wenang terhadap privasi, keluarga, rumah, atau korespondensi mereka, serta tidak boleh diserang kehormatannya. Dalam konteks medis, privasi memiliki arti penting karena data medis mencerminkan aspek-aspek pribadi yang paling mendalam dari individu. Perlindungan privasi dalam dunia medis bukan hanya tentang menjaga kerahasiaan, tetapi juga membangun kepercayaan antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Kebocoran data medis dapat dianggap sebagai pelanggaran HAM, karena informasi sensitif yang terekspos dapat menyebabkan stigma sosial, diskriminasi, atau bahkan penggunaan data secara tidak sah untuk tujuan kriminal, seperti pencurian identitas. Pelanggaran ini tidak hanya merugikan individu yang datanya bocor, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem kesehatan, yang dapat menghambat pasien untuk mencari perawatan medis yang mereka butuhkan.

Manfaat dan Risiko Rekam Medis Elektronik

Digitalisasi rekam medis melalui EMR membawa banyak manfaat bagi pelayanan kesehatan. EMR memungkinkan akses cepat dan mudah terhadap informasi pasien, sehingga mempercepat pengambilan keputusan klinis dan meningkatkan kualitas perawatan. Sistem ini juga mendukung integrasi data dari berbagai sumber, memungkinkan kolaborasi yang lebih baik antar profesional kesehatan, dan meminimalkan kesalahan medis akibat dokumentasi yang tidak jelas. Selain itu, penggunaan EMR dapat meningkatkan efisiensi operasional rumah sakit, seperti penjadwalan perawatan dan pengelolaan obat, serta mempermudah pelaporan data untuk penelitian atau analisis epidemiologi. Namun, pengelolaan data secara elektronik juga membawa risiko yang signifikan, terutama terkait keamanan informasi. Serangan siber, seperti ransomware dan pencurian data, menjadi ancaman serius terhadap kerahasiaan dan integritas EMR. Selain itu, risiko akses ilegal atau penggunaan data tanpa izin dapat terjadi akibat kelemahan sistem keamanan atau kelalaian manusia. Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi, penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk menerapkan langkah-langkah keamanan yang komprehensif, termasuk enkripsi data, kontrol akses ketat, dan pelatihan untuk staf, guna melindungi informasi pasien dari potensi ancaman.

Ilustrasi peretasan data akibat serangan siber. Foto : Pixabay

Contoh Kasus Kebocoran Data Medis

Kebocoran data medis telah menjadi isu global dengan dampak yang meluas. Salah satu kasus besar adalah kebocoran data Anthem Inc. di Amerika Serikat pada tahun 2015. Dalam kanal California Department of Insurance, informasi pribadi lebih dari 80 juta pasien terekspos akibat serangan siber yang berhasil mengakses data seperti nama, alamat, nomor identitas, dan riwayat kesehatan. Di Indonesia, kebocoran data BPJS Kesehatan menjadi sorotan pada tahun 2021 pada laman resmi Menpan, ketika jutaan data peserta, termasuk informasi medis, dijual secara online. Kebocoran ini memicu kekhawatiran mengenai kurangnya keamanan sistem data di lembaga pemerintah. Sementara itu, dimuat dalam BBC News, Singapura pun mengalami serangan terhadap sistem SingHealth pada tahun 2018 yang mengakibatkan ekspos informasi medis 1,5 juta pasien, termasuk data pribadi pejabat tinggi negara. Ketiga kasus ini menggambarkan betapa rentannya sistem pengelolaan data medis terhadap ancaman siber dan pentingnya langkah-langkah perlindungan yang lebih kuat.

Dampak Kebocoran Data Medis pada Pasien

Kebocoran data medis dapat menimbulkan dampak serius bagi individu yang terkena. Salah satu dampaknya adalah stigma dan diskriminasi, terutama jika informasi yang bocor terkait kondisi medis sensitif seperti HIV, gangguan kesehatan mental, atau penyakit kronis lainnya. Pasien yang datanya terekspos sering kali menghadapi penilaian sosial yang tidak adil, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka. Selain itu, pelaku kejahatan siber dapat memanfaatkan data ini untuk memeras korban dengan ancaman publikasi informasi pribadi. Kebocoran data juga dapat menimbulkan kerugian finansial, misalnya melalui penyalahgunaan informasi untuk klaim asuransi palsu atau pencurian identitas yang merugikan pasien secara materi. Dampak-dampak ini menunjukkan betapa pentingnya perlindungan data medis bagi keamanan dan martabat pasien.

Ilustrasi penegakan hukum perlindungan data. Foto ; Pixabay

Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan

Berbagai pihak memiliki tanggung jawab untuk memastikan perlindungan data medis. Pemerintah perlu membuat dan menegakkan regulasi perlindungan data pribadi yang ketat, sekaligus melakukan pengawasan terhadap lembaga kesehatan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan. Penyedia layanan kesehatan, di sisi lain, harus berinvestasi pada sistem keamanan siber yang kuat, termasuk penggunaan teknologi enkripsi dan firewall, serta memberikan pelatihan kepada staf untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan mereka dalam menjaga data pasien. Pasien juga memegang peran penting dengan meningkatkan edukasi tentang pentingnya menjaga data pribadi dan memahami hak mereka terkait privasi medis.

Teknologi dan Inovasi untuk Melindungi Data

Penggunaan teknologi modern menjadi kunci dalam mengatasi ancaman terhadap data medis. Blockchain, misalnya, menawarkan sistem yang transparan dan tahan manipulasi untuk pengelolaan data medis, dengan keunggulan dalam pencatatan transaksi yang aman dan terdesentralisasi. Enkripsi dan autentikasi dua faktor adalah langkah teknis yang semakin banyak digunakan untuk mencegah akses ilegal terhadap sistem. Selain itu, artificial intelligence (AI) dapat digunakan untuk mendeteksi serangan siber secara dini, menganalisis pola ancaman, dan merespons secara cepat terhadap potensi kebocoran data. Teknologi-teknologi ini memberikan peluang besar untuk meningkatkan keamanan informasi medis.

Ilustrasi Kolaborasi Internasional. Foto : Pixabay

Kolaborasi Internasional

Ancaman terhadap data medis sering kali bersifat lintas negara, sehingga membutuhkan kerja sama internasional untuk penanganannya. Kerja sama global dalam bentuk pertukaran informasi, pengembangan standar keamanan, dan penanganan bersama terhadap serangan siber sangat diperlukan. Contoh prakarsa internasional meliputi konferensi global tentang keamanan siber dan perjanjian lintas negara untuk penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan digital. Dengan kolaborasi yang erat, negara-negara dapat memperkuat pertahanan mereka terhadap ancaman yang terus berkembang.

Langkah-Langkah Pencegahan untuk Masa Depan

Pencegahan kebocoran data medis membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Edukasi masyarakat tentang risiko kebocoran data dan pentingnya melindungi informasi pribadi harus terus digalakkan. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan siber juga perlu dilakukan untuk memberikan efek jera. Di sisi lain, pengembangan teknologi keamanan yang terus diperbarui, seperti penggunaan AI dan blockchain, menjadi kebutuhan mendesak dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Langkah-langkah ini dapat menjadi pondasi untuk melindungi privasi pasien secara berkelanjutan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image