Tafsir Berdasarkan Firqah Mu'tazilah
Agama | 2025-01-09 17:02:12Tafsir firqah Mu’tazilah
Tafsir adalah ilmu yang mempelajari dan menjelaskan kandungan Al-Qur'an, termasuk petunjuk, hukum, dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Tafsir juga dapat diartikan sebagai penjelasan lebih lanjut tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang dilakukan oleh seorang mufasir.Tafsir dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pandangan orang yang mempelajari tentang Tuhan dan segala hal yang berkaitan dengan ketuhanan (teologis) dan firqah atau aliran dalam islam. Firqah adalah kelompok-kelompok dalam islam yang memiliki pemahaman berbeda dalam hal teologi, hukum dan doktrin. Adapun firqah yang dikenal dalam islam salah satunya adalah Mu’tazilah merupakan firqah yang mengedepankan rasionalitas dan filsafat dalam memahami ayat-ayat yang terkandung dalam Al Qur an. Dalam tafsir mereka menggunakan pendekatan tafsir birra’yi dimana tafsir tersebut menggunakan akal dan ijtihihad mufassir. Dalam tafsir ini, mufassir hanya berpegang pada pemahamannya sendiri dan kesimpulan yang diambil berdasarkan logika.
Sejarah singkat firqah Mu’tazilah
Mu'tazilah yang pada awal kemunculannya dikenal sebagai gerakan puritan yang kaku,tetapi pada perkembangan berikutnya, aliran ini berkembang sebagai kelompok rasionalis yang mengagungkan hasil pemikiran yang ditegakkan diatas pandangan bahwa akal adalah sumber kebenaran melebihi alQur'an; yang dipelopori oleh Wasil pada awal abad ke II hijriyah tepatnya tahun 110 H pada masa-masa akhir kekuasaan Bani Umayyah di kota bashroh yang merupakan tempat tinggalnya Al Hasan Al Bashry, lalu menyebar dan merebak ke kota Kufah dan Baghdad. Keduanya hidup di zaman khalifah Abdullah bin Marwan dan Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M). Akan tetapi pada masa ini mu'tazilah menghadapi tekanan yang sangat berat dari para pemimpin bani Umayyah yang membuat aliran ini sulit berkembang dan sangat terhambat penyebarannya sehingga hal itu membuat mereka sangat membenci Bani Umayah karena penentangan mereka terhadap aliran Mu'tazilah dan i'tikad mereka dalam permasalahan qadar bahkan merekapun tidak menyukai dan tidak meridhoi seorangpun dari pemimpin Bani Umayyah kecuali Yazid bin Al Walid bin Abdul Malik bin Marwan (w.126 H) karena dia mengikuti dan memeluk mazhab mereka. Permusuhan dan perseteruan antara Bani Umayyah dengan Mu'tazlah ini berlangsung terus menerus dengan keras sampai jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah dan tegaknya kekuasaan Bani Abbasiyah. Kemudian bersamaan dengan berkembangnya kekuasaan Bani Abasiyah, berkembanglah Mu'tazilah dengan mulainya mereka mengirim para dai dan delegasi-delegasi ke seluruh negeri Islam untuk mendakwahkan mazhab dan i'tikad mereka kepada kaum muslimin dan diantara yang memegang peran besardan penting dalam hal ini adalah Waashil bn Atho'.
Kaidah tafsir mu’ tazilah
Mu'tazilah memiliki kaidah-kaidah khusus dalam menafsirkan Al-Qur'an yang dipengaruhi dengan prinsip teologi. Mendahulukan Akal atas Nash Menggunakan akal sebagai dasar memahami nash Jika ada pertentangan antara akal dan nash, mereka mendahulukan akal Melakukan takwil terhadap ayat yang bertentangan dengan akal, Lebih mengutamakan dalil akal daripada hadits ahad Menolak hadits yang bertentangan dengan prinsip-prinsip akidah mereka Lebih mengutamakan dalil akal daripada hadits ahad
Menolak hadits yang bertentangan dengan prinsip-prinsip akidah mereka
Contoh kitab tafsir
Terdapat dalam kitab tafsir Al-Kasysyaf karya Zmakhsyari. Metode umum tafsir AlKasysyaf penafsirannya dalam kitab al-Kasysyaf hanya fokus pada aspek ilmu bayan dan ma’ani, Didalam Tafsir al-Kasysyaf, ia tidak menafsirkan ayat dengan ayat lainnya, tidak pula menafsirkan ayat dengan hadits Nabi, kecuali hanya beberapa ayat saja. Bahkan ia tidak mengutip pendapat sahabat dan tabi’in dalam penafsirannya. Oleh sebab itu, maka al- Kasyaf dapat dikelompokkan sebagai tafsir dengan sumber tafsir bi al-ra’yi
Contoh penafsiran
Qur an surah Ash-shofat ayat 96:
.وَ هاللُّٰ خَلقََكُمْ وَمَا تعَْمَلوُْنَ (96)
Artinya: “Padahal Allahlah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.”
Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan bahwa Dia adalah pencipta perbuatan manusia secara umum sebagaimana menciptakan bentuk dan badan manusia, inilah Al-Qur'an yang paling jelas. Namun Mu'tazilah menakwilkan ayat ini berdasarkan konteks kalimat dan perkiraan adanya pembuangan kata. Dari segi konteks kalimat, terlihat bahwa Allah SWT mengungkapkan ucapan itu sebagai peringatan dan teguran terhadap penyembah berhala, peringatan dan perbuatan itu tidak berkaitan dengan perbuatan mereka, tetapi dengan berhala-berhala yang mereka buat. Allah SWT bermaksud bahwa Dia adalah pencipta benda yang mereka sembah dan diri mereka sendiri, artinya teguran dalam ayat itu tidak ditujukan pada perbuatan manusia tetapi pada patung yang mereka buat lalu mereka sembah. Dengan demikian yang dimaksud mata’malun adalah ashnam (berhala) bukan perbuatan manusia. Dalam ayat tersebut terdapat frase yang dibuang yaitu frase fihi sehingga arti ayat tersebut adalah bahwa Allah SWT, menciptakan manusia dan benda-benda yang dapat dijadikan bahan oleh manusia untuk membuat sesuatu seperti kayu, batu, dan lain-lain.
Qur an surah Al-Anbiya ayat 47
وَنضََعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيٰمَةِ فلَََ تظُْلَمُ نفَسٌْ شَيْـأًۗ وَ انِْ كَانَ مِثقْاَلَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدلٍَ اتَيَْناَ بِهَاۗ وَكَفٰى بِناَ حٰسِبيِْنَ
Artinya: “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. dan jika (amalan itu) Hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. dan cukuplah kami sebagai pembuat perhitungan”.(QS.Al-Anbiya:47)
Ayat di atas ditafsirkan oleh Mu'tazilah bahwa Tuhan tidak akan menganiaya seseorang sedikitpun tidak menahan hak seseorang walau sedikit dan ia mempergunakan neraca (al mawazin) dengan adil untuk melakukan perhitungan dengan cermat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.