Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image MAULANA HAQ

Metode Tafsir dengan Muqarin dan Maudhui

Agama | 2025-01-15 08:43:10

Metode Tafsir Dengan Muqarin dan Maudhui

Ilmu Tafsir adalah ilmu yang menjelaskan hal ihwal pengetahuan tentang tafsir al – Qur’an baik yang menyangkut penjelasan tentang asbab an-nuzul ayat, kisah kisah, tertib ayat antara yang makiyah dan madaniyah, muhkam-mutasyabih, mujmal-muqayyad, maupun penjelasan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan al – Qur’an secara umum.(Ash-Shiddieqy, 1990, 185)

Seiring berjalannya waktu, metode tafsir ada pembagiannya juga, yaitu : tafsir holistic ( ijmali), tafsir analisis (tahllili), tafsir muqarin ( perbandingan), dan tafsir tematik (maudhu’i).( Shihab, 72-73 )

Metode Tafsir Muqarin

Salah satu metode tafsir yang berkembang dalam khazanah Tafsir Al Qur’an adalah metode tafsir muqarin. Secarra harfiah muqarin berarti membandingkan, jadi tafsir muqarin adalah metode penafsiran dengan membandingkan. Perbandingan dalam konteks ini oleh para pakar tafsir dikelompokkan menjadi tiga jenis, pertama perbandingan antara redaksi ayat, kedua perbandingan ayat dengan redaksi hadis, dan ketiga perbandingan pendapat para mufassir mengenai redaksi dalam ayat Qur’an.

Dalam artikel ini penulis mengunakan jenis yang pertama, yakni melakukan perbandingan antar ayat yang memiliki kemiripan dalam sisi redaksional. Namun bukan berarti mengabaikan jenis kedua dan ketiga, kareba satu metode dan pendekatan pada dasarnya saling berkaitan dan membutuhkan.

Dalam tulisan ini penulis menggunakan kategori metode berlebih dan berkurangnya suatu redaksi (al-ziyadat wa al-nuqsan) ini banyak dijumpai dalam Al – Qur’an, menurut Nashruddinn badian terdapat 130 jennis. Sedangkan ayat yang akan saya disini adalah kemiripan ayat dari surat Gafir ayat 59 yang berbunyi :

إِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ

Dengan surat Taha ayat 15 yang berbunyi :

إِنَّ ٱلسَّاعَةَ ءَاتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍۭ بِمَا تَسْعَىٰ

Sistematika yang digunakan dalam kajian muqarin ini adalah mengacu pada metode yang dijelaskan oleh Nashruddin Baidan. Secara garis besar sistematika tersebut adalah :

1. Menghimpun ayat yang mirip secara redaksional

2. Membandingkan ayat

3. Menganalisa ayat

4. Menampilkan pendapat para mufassir sekaligus melakukan analisis

Pada kali ini saya akan menggunnakan cara membandingkan ayat, Fokus kajian pada dua ayat yang mirip adalah pada kalimat atiyat yang berarti akan tiba atau akan dating. Berdasarkan penelusuran penulis, kalimat ini disebutkan 4 (empat) kali dalam Al Qur‟an dan semuanya terletak setelah kalimat al-sa’at (hari kiamat). Jika diruntut berdasarkan urutan nuzul, yang pertama terdapat pada surah al-Hajj ayat 7, kemudian surah Ghafir ayat 59, kemudian disusul surah al-Hijr ayat 85, dan terakhir turun adalah surah Taha ayat 15.

Makalah ini hanya membahas surah Ghafir ayat 59 dan Taha ayat 15 karena dua ayat ini sama-sama diawali dengan inna dengan membaca kasrah hamzah. Sedangkan pada surah al-Hajj diawali anna dengan membaca fathah hamzah, dan dalam surah al-Hijr meskipun diawali dengan hamzah yang dikasrah akan tetapi ia tidak terletak di awal ayat.

Ayat 59 dalam surah Ghafir dan 15 dalam surah Taha memiliki kemiripan redaksi, akan tetapi ada penambahan satu huruf pada ayat kedua, yakni berupa lam yang ditambahkan pada kalimat atiyat. Penambahan lam dalam sebuah kalimat tentunya mengindikasikan adanya penekanan makna. Artinya, meskipun dua ayat tersebut menggunakan kalimat yang sama yakni atiyat akan tetapi salah satunya diawali dengan lam yang mengindikasikan makna atau maksud tertentu.

Dalam gramatika arab, huruf lam memiliki beberapa fungsi yang salah satunya adalah sebagai lam ibtida’. Lam ibtida’ adalah huruf yang diposisikan pada awal kalimat yang berfungsi sebagai penguat atau tawkid. posisi lam ibtidak dalam ilmu nahwu bisa masuk pada mubtadak, seperti dalam ayat 8 surah Yusuf yang berbunyi : لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰ أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ , dan adakalanya masuk pada khabar yang mendahului mubtadak (khabar muqaddam) sebagaimana contoh " لمجتهد سمير"sungguh samir adalah orang yang bersungguh-sungguh, atau masuk pada khabar inna, baik yang berupa ism (kata benda) atau fi’l (kata kerja), dan lam jenis ini disebut al-lam al-muzahliqat.(Haramain, hal 367)

Jadi, lam yang masuk pada kalimat atiyat dalam surah Ghafir ayat 59 adalah lam tawkid atau lam muzahliqat, karena ia masuk pada khabar dari inna yang masuk pada kata al-sa’at. Sehingga kata atiyat menjadi la’atiyat yang berarti pasti akan datang, sedangkan dalam surah Taha ayat 15 hanya memakai kata atiyat yang berarti akan datang.

Metode Tafsir Maudhu’i

Tafsir Maudhu’I merupakan metode penafsiran Al-Qur’an yang dicetuskan oleh para ulama’ untuk bisa memahami makna-makna ayat-ayat Al-Qur’an. Para ulama’ mendefinisikan kata maudhu’I ke dalam beberapa pengertin yang tersimpulkan sebagai berikut :

a. Pengertian tafsir maudhu’i dari segi metode, bahwa tafsir maudhu’i adalah suatu metode dalam menafsirkan Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang mempunyai tema atau topik pembahasan dan juga tujuan yang sama lalu menafsirkannya dengan terperinci seperti yang ada pada kaidah tafsir tahlili, menjelaskan maknanya dan mengistinbatkan hukum-hukum di dalamnya.

b. Pengertian tafsir maudhu’I dari segi definisi adalah suatu ilmu yang di dalamnya mencakup atau membahas tema-tema tertentu yang tampak dan menjadikanya sebagai dasar dalam menjelaskan metode penafsiran Al-Qur’an berdasarkan kaidah dan syarat-syarat yang sesuai agar penafsiran tersebut selamat dan sampai kepada tujuanya yaitu menjadi hidayah (Risywani, 2009).

Adapun Langkah – Langkah yang harus kita lakukan ketika hendak mentafsir Al-Qur’an menggunakan metode maudhu’i menurut Musthafa Muslim dalam kitabnya Mabahits fi al-Tafsir al-Maudhu’i yaitu :

1. Memilah judul untuk tema yang akan dijadikan objek bahasan.

2. Mendudukan ayat – ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan bahasan tema tersebut.

3. Menderetkan ayat-ayat pada tema tersebut sesuai asbab an-nuzul (waktu turunnya). Hal ini dikarenakan apa yang diturunkan di Mekah, sebagian besar berkaitan dengan aspek yang bersifat umum seperti perintah berinfaq, zakat atau berbuat ihsan tidak sebagaimana yang diturunkan di Madinah dimana sudah terdapat batasan-batasan syariatnya.

4. Menganalisis penafsiran ayat-ayat yang telah dihimpun secara komperhensif dengan merujuk pada kitab-kitab tafsir analitis (tahlili) dan mengetahui sebab turunnya ayat jika ada, kemudian melihat juga pada dilalah al-alfadz dan penggunaannya, juga keterikatan antara kata dalam bentuk kalimat dan korelasi antara kalimat dalam suatu ayat dengan ayat lainnya dalam tema yang dibahas (munasabat al-ayat).

5. Setelah memahami makna dari ayat-ayat tersebut, seorang mufasir hendaklah berusaha untuk memperoleh unsur utama pada tema bahasan melalui bantuan taujihat qur’aniyah yang meliputinya atau melakukan istinbat dari ayat-ayat yang berkaitan dengan tema tersebut. Kemudian peneliti menjelaskan unsur pokok terhadap yang lainnya.

6. Kemudian peneliti bersandar kepada metode interpretasi keseluruhan (ijmali) dalam menyampaikan ide bahasannya.

7. Seorang peneliti harus mematuhi metodologi dalam penelitian ilmiah ketika mengembangkan garis besar penelitian terhadap topik tersebut. Hal ini yang menjadi penentu sifat kurikulum dan rencana penelitian yang akan dilakukan.

Adapun contoh dari metode maudhu’i ini kita bisa ambil tema ke-Esaan Tuhan / Tauhid, berikut beberapa contoh ayat yang berkesinambungan dengan tema diatas :

a. Surah Al-Ihklas ayat 1 – 4

قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ / اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ / لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْۙ / وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌࣖ

b. Surah Al-Baqarah ayat 255

للّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ

c. Surah An-Nisa ayat 171

يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ وَلَا تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الْحَقَّۗ اِنَّمَا الْمَسِيْحُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُوْلُ اللّٰهِ وَكَلِمَتُهٗۚ اَلْقٰهَآ اِلٰى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِّنْهُۖ فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖۗ وَلَا تَقُوْلُوْا ثَلٰثَةٌۗ اِنْتَهُوْا خَيْرًا لَّكُمْۗ اِنَّمَا اللّٰهُ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۗ سُبْحٰنَهٗٓ اَنْ يَّكُوْنَ لَهٗ وَلَدٌۘ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ وَكِيْلًاࣖ

Daftar Pustaka

Jurnal Iman dan Spiritualitas eISSN: 2775-4596, Vol 2, No 4, 2022, hal 654-655

Jurnal Iman dan Spiritualitas, Volume 1, Nomor 3, hal 371

87 Jurnal KACA Jurusan Ushuluddin STAI AL FITHRAH; Volume 10, Nomor 1 (Februari 2020), hal 90 -93

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image