Membangun Generasi Melek Pajak: Urgensi Memasukkan Pajak ke Kurikulum Pendidikan Indonesia
Eduaksi | 2025-01-07 21:52:22Pajak merupakan tulang punggung suatu negara. Kesadaran dan pemahaman suatu warga negara tentang pajak menjadi kunci penting dalam menjaga keseimbangan perekonomian negara. Namun, kesadaran dan pemahaman pajak di kalangan masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak, tingkat kepatuhan perpajakan pada tahun 2022 hanya sebesar 77%, masih di bawah rata-rata negara maju yang berkisar 90%. Situasi ini menunjukkan perlunya langkah-langkah strategis untuk meningkatkan literasi pajak di Indonesia, salah satunya melalui pendidikan dini mengenai pajak.
Pentingnya Pajak dalam Pembangunan Nasional
Pajak dan pembangunan nasional tentunya saling berkaitan erat, karena pajak merupakan sumber pendapatan utama pemerintah yang digunakan untuk membiayai berbagai sektor seperti infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik lainnya. Contoh nyata dari pembangunan nasional yang terlaksana dari uang pajak adalah pembangunan Tol TransJawa yang menghubungkan berbagai wilayah strategis di Pulau Jawa. Dengan berjalannya pajak, pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat terjadi.
Rendahnya Literasi Pajak di Indonesia
Menurut Lembaga Survei Indonesia (LSI), sebanyak 40% dari1.220 sampel responden mengaku kurang atau tidak paham mengenai pajak dan manfaatnya. Ini membuktikan bahwa masih kurangnya literasi mengenai pajak di kalangan masyarakat yang menyebabkan kurangnya kepatuhan, sehingga menyebabkan kurangnya penerimaan pajak dari target yang ditentukan.
Pendidikan Pajak Sebagai Solusi Jangka Panjang
Pendidikan pajak sejak dini merupakan langkah strategis yang dapat diambil dalam membangun generasi yang paham perpajakan. Anak-anak yang memahami pentingnya pajak nantinya akan tumbuh menjadi orang-orang yang bertanggung jawab secara finansial dan sosial. Negara-negara seperti Jepang telah berhasil memasukkan pajak ke dalam pendidikan mulai dari belajar mengenai dasar-dasar kegunaan pajak melalui video di tingkat SD hingga cara melaporkan pajak di tingkat SMA. Hasilnya Sebagian besar lapisan masyarakat jepang sadar dan paham mengenai pentingnya pajak.
Lebih lanjut, pendidikan perpajakan dapat membantu anak menumbuhkan rasa bangga membayar pajak sejak dini. Melalui kisah-kisah inspiratif tentang bagaimana uang pajak digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, dan taman bermain, anak-anak akan memahami bahwa kontribusi mereka sebagai pembayar pajak akan memberikan dampak nyata bagi masyarakat di masa depan. Pendidikan yang mengandung nilai-nilai kebanggaan akan membantu menumbuhkan sikap positif dalam cara pandang terhadap perpajakan sebagai bentuk kontribusi kepada bangsa.
Integrasi Pajak dalam Kurikulum Pendidikan Indonesia
Penerapan pendidikan pajak di Indonesia dapat dimulai dengan memasukkan materi pajak ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti Pendidikan Kewarganegaraan atau Ekonomi. Pendekatan ini dapat dilakukan secara bertahap sesuai jenjang pendidikan untuk memastikan siswa menerima pembelajaran yang sesuai dengan tingkat pemahamannya.
Pada tingkat Sekolah Dasar (SD), pajak dapat dikenalkan melalui cerita atau dongeng interaktif yang menggambarkan manfaat pajak itu sendiri, misalnya seperti membangun sekolah atau taman bermain. Kemudian pengenalan juga dapat dilakukan melalui sebuah permainan sederhana, misalnya "bermain toko" dengan konsep pajak dalam transaksi sehari-hari.
Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), siswa dapat diperkenalkan kepada jenis-jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pada jenjang ini, siswa bisa diajak untuk memulai diskusi kelompok atau membuat poster mengenai pemahaman mereka tentang jenis-jenis pajak yang telah dipelajari.
Pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA), pembelajaran pajak bisa mencakup cara menghitung pajak sederhana serta cara melaporkan pajak, hak dan kewajiban wajib pajak, serta dampaknya terhadap perekonomian. Kegiatan seperti kunjungan ke kantor pajak juga dapat menambah pengalaman nyata kepada siswa.
Pada tingkat perguruan tinggi, materi pajak diajarkan sesuai dengan peminatan. Fokus pembelajaran dapat diarahkan pada studi kasus nyata dan analisis kebijakan perpajakan.
Salah satu contoh implementasi nyata dari hal ini adalah program "Tax Goes to School" yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Program ini dilaksanakan di berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD hingga SMA yang meliputi kegiatan simulasi pembayaran pajak, edukasi mengenai fungsi dan manfaat pajak hingga lomba kreatif seperti poster atau karya tulis. Melalui ini, DJP berupaya membangun kesadaran pajak sejak dini, sehingga di masa depan akan terbentuk masyarakat yang lebih patuh dan berkontribusi positif terhadap pembangunan negara.
Integrasi pendidikan pajak tentu memerlukan dukungan tenaga pengajar yang kompeten. Untuk itu, pelatihan khusus bagi guru dan kerja sama dengan DJP diperlukan guna menyediakan materi ajar yang relevan.
Kesimpulan
Pajak adalah tanggung jawab bersama yang harus dipahami sejak dini. Dengan memasukkan pendidikan pajak ke dalam kurikulum, Indonesia dapat membangun generasi yang lebih sadar akan pentingnya kontribusi pajak untuk pembangunan negara. Pendidikan pajak tidak hanya membekali anak-anak dengan pengetahuan, tetapi juga menanamkan rasa bangga karena berkontribusi dalam membangun bangsa. Program seperti "Tax Goes to School" menunjukkan bagaimana pendidikan pajak dapat diterapkan secara efektif. Pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan perlu bekerja sama untuk merealisasikan gagasan ini. Pendidikan pajak bukan sekadar tambahan materi, tetapi investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.