Bahaya Tersembunyi di Balik Tren Thrifting Pakaian: Lingkungan dan Kesehatan Terancam?
Trend | 2025-01-07 16:26:56Gambar dari httpsultimagz.comopinithrifting-industri-tekstil-indonesia
Thrifting adalah kegiatan membeli barang bekas yang masih layak pakai dan berkualitas. Istilah thrifting berasal dari kata "thrift" dalam bahasa Inggris yang berarti "hemat". Thrifting dapat dilakukan di toko khusus yang menjual barang bekas atau thrift shop, maupun secara online. Barang-barang yang dibeli dalam kegiatan thrifting bisa berupa pakaian, elektronik, atau benda-benda antik. Tren thrifting pakaian atau membeli pakaian bekas kini semakin populer di kalangan masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Tren ini dianggap sebagai solusi untuk mendapatkan pakaian berkualitas dengan harga terjangkau, sekaligus mendukung gaya hidup berkelanjutan. Namun, di balik manfaatnya, tren ini juga memiliki beberapa bahaya yang perlu diperhatikan, baik dari segi lingkungan, kesehatan, maupun sosial.
Dari sisi lingkungan, thrifting sebenarnya memiliki potensi untuk mengurangi limbah tekstil yang terus meningkat. Industri fashion, khususnya fast fashion, dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar limbah dan polusi dunia. Dengan membeli pakaian bekas, kita dapat memperpanjang umur pakaian tersebut dan mengurangi kebutuhan produksi pakaian baru. Namun, tren ini juga bisa menjadi kontraproduktif jika hanya dijadikan sebagai gaya hidup konsumtif baru. Banyak orang membeli pakaian bekas secara berlebihan tanpa memikirkan kebutuhan nyata, yang pada akhirnya tetap menumpuk sebagai limbah.
Selain itu, dari segi kesehatan, membeli pakaian bekas juga memiliki risiko tersendiri. Pakaian yang sudah digunakan sebelumnya mungkin membawa kuman, bakteri, atau bahkan jamur yang dapat membahayakan kesehatan kulit. Jika tidak dicuci dengan benar atau disterilkan, pakaian bekas bisa menjadi sumber penyakit. Risiko lainnya adalah adanya bahan kimia berbahaya yang mungkin digunakan dalam proses produksi sebelumnya, seperti pewarna tekstil atau pelapis tertentu yang berpotensi menyebabkan alergi atau iritasi kulit.
Bahaya lain yang jarang disadari adalah kemungkinan pakaian bekas berasal dari daerah yang terkontaminasi. Misalnya, pakaian yang berasal dari wilayah dengan wabah penyakit atau terpapar zat-zat beracun selama proses pengiriman dan penyimpanan. Hal ini dapat meningkatkan risiko paparan racun atau mikroorganisme berbahaya.
Di sisi sosial, tren thrifting juga menimbulkan kekhawatiran terhadap aksesibilitas pakaian bekas bagi masyarakat yang membutuhkan. Di beberapa negara berkembang, pakaian bekas sering menjadi pilihan utama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Namun, dengan meningkatnya permintaan dari kalangan menengah ke atas, harga pakaian bekas dapat melonjak, sehingga mempersulit akses bagi mereka yang benar-benar membutuhkan.
Dari segi ekonomi, meskipun thrifting terlihat menguntungkan konsumen individu, terdapat dampak negatif yang mungkin dirasakan oleh pelaku usaha lokal, khususnya produsen dan penjual pakaian baru. Peningkatan minat pada pakaian bekas dapat mengurangi permintaan terhadap produk baru, yang pada akhirnya memengaruhi keberlangsungan bisnis lokal. Hal ini menjadi tantangan bagi para pengusaha untuk tetap kompetitif di tengah perubahan preferensi konsumen.
Selain itu, ada juga isu etika yang muncul dari perdagangan pakaian bekas. Beberapa pakaian yang dijual di pasar thrifting berasal dari sumbangan atau donasi yang seharusnya diperuntukkan bagi kelompok rentan. Namun, ada oknum yang memanfaatkan sumbangan tersebut untuk kepentingan komersial, sehingga tujuan awal dari donasi tidak tercapai.
Meskipun demikian, tren thrifting tetap memiliki potensi besar untuk mendukung gerakan keberlanjutan jika dilakukan dengan benar. Konsumen diharapkan dapat lebih bijak dalam berbelanja, misalnya dengan membeli hanya pakaian yang benar-benar dibutuhkan, memastikan kebersihan pakaian, serta memilih penjual yang terpercaya. Edukasi mengenai dampak positif dan negatif thrifting juga perlu digencarkan agar masyarakat dapat memahami pentingnya keseimbangan antara gaya hidup, kesehatan, dan tanggung jawab sosial.
Meskipun thrifting menawarkan banyak manfaat, konsumen perlu bijak dalam menjalaninya. Tidak hanya mempertimbangkan aspek harga dan gaya, tetapi juga dampaknya terhadap lingkungan, kesehatan, dan masyarakat. Jika dilakukan dengan bijak, tren ini dapat menjadi langkah positif menuju konsumsi yang lebih berkelanjutan. Namun, jika hanya mengikuti tren tanpa kesadaran penuh, thrifting berpotensi menciptakan masalah baru yang tidak kalah serius.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.