Mengulik Pentingnya Sejarah dalam Pembangunan Sebuah Negara
Sejarah | 2024-12-27 09:50:38Pentingnya sejarah bagi pembangunan bangsa tidak dapat diukur dari jenis tulisannya, Sebaliknya, yang lebih utama adalah melihat fungsi dari sejarah itu sendiri, yaitu sebagai kisah atau narasi yang disajikan dalam bentuk tulisan sejarah ilmiah (Hardjasaputra, 2019). Dengan cara ini, sejarah bukan hanya berfungsi sebagai catatan masa lalu, tetapi juga sebagai alat untuk memahami perjalanan bangsa dan memberikan pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dunia selalu belajar dari kekejaman masa lalu terhadap manusia; genosida, bencana alam, dan pelanggaran hak-hak manusia.
Melalui penderitaan kolektif ini, kita belajar untuk memperhatikan tanda-tanda peringatan yang mengarah pada kekejaman tersebut. Masyarakat akan mampu menggunakan tanda-tanda peringatan ini dan melawannya jika mengalaminya di masa kini. Mengetahui peristiwa apa yang mendahului dan menyebabkan berbagai musibah kemanusiaan ini membantu kita mempengaruhi masa depan dengan lebih baik, terutama kepada pembangunan dan pengembangan negara yang kaya akan sejarah dan riwayatnya dalam peradaban manusia.
Pada tahun 1929, Stalin memperkenalkan kebijakan kolektivisasi dan industrialisasi pertanian dengan target mengubah ekonomi Soviet. Kebijakan ini bertujuan untuk menggantikan pertanian milik individu dengan pertanian kolektif atau ‘bersama’ milik negara dan menghilangkan kekuasaan para Kulak, istilah yang melabeli kaum petani kaya yang mempunyai lebih banyak sumber daya seperti ternak atau mampu mengeksploitasi petani-petani lain. Perintah Stalin ini menyebabkan para Kulak untuk menjagal atau membunuh semua ternak yang mereka miliki agar tidak dikirim ke pertanian kolektif milik negara setelah tanah-tanah mereka disita (Conquest, 1986). Sovnarkom, atau institusi pemerintahan Soviet yang dibentuk setelah Revolusi 1917, mengeluarkan dekrit untuk mengadili para "penyembelih ternak yang kejam".
Kolektivisasi yang dipaksakan terhadap para petani yang tersisa seringkali ditentang dengan keras sehingga mengakibatkan terganggunya produktivitas pertanian. Para Kulak yang melawan dieksekusi, dideportasi atau dikirim ke kamp-kamp buruh. Kolektivisasi yang dipaksakan tentu membantu mencapai tujuan Stalin untuk mempercepat industrialisasi. Namun, ditambah dengan target produksi yang melebihi kemampuan, keterbatasan alat produksi, serta perlawanan para petani yang disebabkan oleh pelanggaran otonomi terhadap tanah mereka, kolektivisasi, yang seharusnya merupakan salah satu loncatan besar industrialisasi Uni Soviet, malah berkontribusi terhadap bencana kelaparan yang melanda daerah bagian-bagian Uni Soviet (Klid & Motyl, 2012). Bencana kelaparan ini merenggut sekitar tujuh juta jiwa di Ukraina dan sekitarnya, 1.5 juta jiwa dari orang-orang Kazakh, dan untuk hasil dekulakisasi (pengusiran/pembantaian para Kulak) sendiri sekitar 6.5 juta jiwa (Conquest, hal. 306).
Hal yang serupa terjadi juga di Cina sekitar 20 tahun kemudian, mengikuti perencanaan ala-Soviet, kampanye yang dipimpin oleh Partai Komunis Tiongkok berusaha merubah gerak ekonomi negara dari agraris menjadi industrialis. Mirip dengan di Uni Soviet, pemerintahan Tiongkok melarang adanya pertanian swasta, semua harus dikontrol oleh negara. Menurut Li dan Yang dalam Journal of Political Economy, perpindahan tenaga kerja agraris secara besar-besaran sehingga tidak ada lagi petani untuk memproduksi bahan pangan, serta angka-angka statistik yang tidak sesuai dengan lapangan menyebabkan program gagal ini berjalan terus menerus hingga merenggut sekitar 16.5-30 juta nyawa dalam wabah kelaparan. Tercatat bahwa bencana buatan manusia ini adalah salah satu yang terbesar sepanjang sejarah.
Hingga sekarang, dampak dari kedua bencana buatan tersebut masih hadir dalam bentuk keturunan orang-orang etnis Kazakh yang tidak pernah pergi ke kampung halamannya dan lansia yang mengidap penyakit-penyakit karena terkena wabah kelaparan di masa pertumbuhan mereka dahulu. Meskipun dua bencana tersebut terjadi dalam rentang waktu berbeda, seharusnya yang lebih akhir dapat mengamati efek yang akan terjadi ketika membuat keputusan yang sangat akan berdampak terhadap tata hidup banyak orang, terutama dalam pembangunan sebuah negara, melalui catatan-catatan sejarah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.