Potensi Perikanan Indonesia: Peluang Ekonomi yang Terkubur oleh Eksploitasi dan Ketimpangan
Lainnnya | 2024-12-25 18:26:46Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara maritim dengan potensi ekonomi kelautan hingga USD 1,3 triliun per tahun. Namun, data menunjukkan bahwa nelayan, sebagai aktor utama di sektor ini, justru termasuk kelompok termiskin di Indonesia. Kondisi ini mencerminkan ketimpangan mendalam dalam akses terhadap sumber daya, teknologi, dan pasar. Pemerintah sering menggaungkan program modernisasi perikanan, tetapi implementasinya cenderung bias terhadap korporasi besar, meninggalkan nelayan kecil dalam pusaran kompetisi yang tidak adil. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Dengan garis pantai sepanjang lebih dari 95.000 kilometer dan luas wilayah laut mencapai 6,4 juta kilometer persegi, sektor ini menyimpan peluang ekonomi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Sebagai mahasiswa, kita harus mempertanyakan keberpihakan kebijakan ini: Mengapa subsidi dan insentif lebih banyak diarahkan ke sektor perikanan berskala besar, sementara nelayan kecil terabaikan? Bagaimana desain kebijakan dapat memastikan inklusivitas tanpa mengorbankan keberlanjutan ekosistem laut?
Laut Indonesia menghadapi ancaman besar dari overfishing dan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak terkontrol (IUU). Aktivitas ini merusak keanekaragaman hayati laut dan menyebabkan Indonesia kehilangan miliaran dolar setiap tahun. Sebaliknya, kurangnya pengawasan dan penegakan hukum menunjukkan kekurangan tata kelola. Kritisnya adalah bahwa kebijakan yang telah dibuat selama ini untuk memerangi perburuan ilegal lebih banyak bersifat reaksioner daripada pencegahan. Sebagai siswa, kita harus mengusulkan solusi berbasis teknologi, seperti penggunaan sistem pemantauan satelit yang terintegrasi dengan big data atau pembentukan komunitas pengawas berbasis masyarakat. Metode ini memperkuat kontrol pemerintah dan mendorong partisipasi masyarakat lokal secara aktif.
Hasil perikanan Indonesia, terutama perikanan tangkap, mayoritas diekspor dalam bentuk bahan mentah. Akibatnya, nilai ekonomi yang dihasilkan tidak optimal. Sementara negara lain, seperti Jepang atau Norwegia, telah mengembangkan industri pengolahan perikanan yang maju, Indonesia masih tertinggal dalam hal inovasi produk berbasis laut. Sebagai mahasiswa Universitas Airlangga, yang memiliki fakultas unggulan dalam bidang ekonomi dan teknologi, kita memiliki tanggung jawab untuk mendorong riset dan pengembangan produk laut bernilai tambah, seperti bioplastik berbasis rumput laut, kosmetik dari ekstrak ikan, atau suplemen kesehatan. Ini tidak hanya meningkatkan daya saing di pasar global tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat pesisir.
Sayangnya, kebijakan perikanan Indonesia belum memprioritaskan mitigasi perubahan iklim, meskipun peningkatan suhu laut, perubahan pola migrasi ikan, dan kenaikan permukaan air laut semuanya merupakan ancaman besar bagi industri perikanan. Sebagai akademisi muda, kita harus meminta elemen keberlanjutan dimasukkan ke dalam setiap kebijakan. Untuk membuat strategi adaptasi yang efektif, penelitian yang melibatkan ilmu kelautan, sosial, dan kebijakan publik harus difokuskan. Universitas Airlangga memiliki kapasitas untuk menjadi pelopor dalam mempromosikan pembicaraan dan penerapan solusi untuk masalah yang berkaitan dengan dampak perubahan iklim pada industri ini.
Sebagai generasi muda yang akan memimpin bangsa, mahasiswa harus berperan aktif dalam advokasi kebijakan dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Dengan menggabungkan pengetahuan akademik, kepedulian sosial, dan semangat inovasi, kita dapat memastikan bahwa potensi perikanan Indonesia tidak hanya dimanfaatkan untuk keuntungan jangka pendek, tetapi juga diwariskan kepada generasi mendatang.
~Biarkan senyuman dan tangisan menjadi warna dalam kehidupan kita~
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.