Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Livia Amrina Rosada

FoMO pada Generasi Z: Ancaman atau Peluang untuk Pelestarian Budaya?

Kultura | 2024-12-24 08:32:00
Sumber: Freepik.com

Tumbuh dan berkembang di era globalisasi, Generasi Z memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong kemajuan zaman. Menurut Karuni dkk, 2023, Generasi Z sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan teknologi, sejak kecil telah terbiasa dengan berbagai perangkat digital seperti komputer, smartphone, dan internet, termasuk adanya media sosial. Kehidupan mereka yang selalu terkoneksi dengan teknologi ini membentuk karakteristik yang khas. Salah satunya adalah kecenderungan untuk selalu terhubung dengan internet dan media sosial. Dave Kerpen dalam bukunya yang bertajuk Likeable Social Media yang terbit pada tahun 2011 mengemukakan bahwa media sosial memiliki definisi sebagai suatu tempat kumpulan gambar, video, tulisan hingga hubungan interaksi dalam jaringan, baik itu antar individu maupun antar kelompok. Media sosial juga menjadi media untuk menampilkan tren masa kini yang sedang berkembang. Namun, dampak dari keterlibatan yang intens dengan teknologi terutama media sosial adalah munculnya fenomena Fear of Missing Out (FoMO).

FoMO atau Fear of Missing Out merupakan kondisi seseorang takut dikatakan tidak update, tidak gaul, dan takut tertinggal berita yang kekinian. Prybylski, 2013, mendefinisikan FoMO sebagai kecemasan sosial yang diikuti dengan ciri-ciri untuk terus terhubung dengan apa yang dilakukan oleh orang lain. Fenomena ini menyebabkan Generasi Z kecanduan internet dan tidak ingin melewatkan satupun notifikasi yang masuk dalam gawai mereka. Rasa ingin tahu yang tinggi tersebut mengakibatkan kegelisahan apabila mereka terlambat mengetahui informasi terbaru dan tren masa kini.

FoMO menyebabkan perhatian Generasi Z semakin terpusat pada tren yang sedang populer di media sosial. Contohnya, gaya hidup, musik, fashion, dan nilai-nilai sosial yang datang dari luar negeri. Akibatnya, Generasi Z cenderung kurang menghargai budaya lokal, seperti musik tradisional, tarian daerah, dan pakaian adat. Seiring berjalannya waktu, budaya asli Indonesia yang seharusnya menjadi kebanggaan bangsa ini mulai terlupakan dan tergerus oleh pengaruh budaya luar. Jika tidak ada upaya untuk mempertahankan dan melestarikan budaya Indonesia, hal ini dapat membawa ancaman serius terhadap kelangsungan budaya Indonesia.

Menanggapi ancaman tersebut, fenomena FoMO pada Generasi Z dapat dimanfaatkan sebagai peluang untuk pelestarian budaya Indonesia. Kecenderungan Generasi Z yang gemar mengikuti tren bisa dimanfaatkan dengan menghadirkan budaya Indonesia dalam bentuk yang menarik dan relevan dengan perkembangan teknologi. Salah satunya adalah melalui platform media sosial populer, seperti TikTok, YouTube Short dan Instagram Reels, yang memungkinkan penyajian konten budaya Indonesia mudah diakses oleh berbagai kalangan, terutama generasi muda.

Menurut penulis, media sosial populer memiliki potensi yang besar untuk menyebarluaskan konten budaya Indonesia dengan memanfaatkan penggunaan fitur hashtag atau tagar, sound atau musik, dan konten challenge. Fitur-fitur ini dapat digabung dan digunakan sebagai alat untuk memperkenalkan budaya Indonesia secara kreatif dan menarik bagi Generasi Z.

1. Menggunakan fitur hashtag (tagar)

Cara yang pertama adalah dengan menggunakan hashtag saat mengunggah konten budaya lokal di media sosial populer. Hashtag (#) berfungsi untuk mempermudah orang mencari dan menemukan postingan serupa tergantung kata kunci yang digunakan. Selain itu, hashtag juga dapat memperluas jangkauan penonton terhadap konten yang diunggah.

2. Memanfaatkan fitur sound (musik)

Cara kedua adalah dengan memanfaatkan fitur sound atau musik yang tersedia di TikTok, YouTube Shorts, dan Instagram Reels. Fitur ini dapat digunakan untuk memperkenalkan dan melestarikan lagu-lagu daerah di Indonesia. Dengan memilih lagu daerah sebagai sound, penonton dapat menemukan konten yang menggunakan musik serupa, sehingga lagu daerah tersebut menjadi popular dan dapat diketahui oleh masyarakat luas.

3. Membuat konten “challenge” berkaitan dengan budaya

Cara ketiga, menggagas konten-konten yang mengajak Generasi Z untuk mencintai budaya lokal melalui konten challenge (tantangan). Misalnya, challenge melukis keragaman budaya Indonesia, dan lain-lain. Konten-konten challenge ini dapat memotivasi penonton untuk lebih mengenal dan menghargai budaya Indonesia secara aktif dan kreatif dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) pada Generasi Z, yang semula dilihat sebagai ancaman bagi kelestarian budaya Indonesia, ternyata bisa dimanfaatkan sebagai peluang besar untuk melestarikan budaya Indonesia dengan pemanfaatan platform media sosial populer. Dengan demikian, meskipun globalisasi membawa pengaruh budaya luar, Generasi Z tetap dapat memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan lokal Indonesia untuk generasi mendatang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image