Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Yaufi Nur Mutiullah

NU di Persimpangan: Dinamika di Balik Musyawarah Luar Biasa

Rubrik | 2024-12-23 12:25:40

Oleh: Muhammad Yaufi Nur Mutiullah (Peneliti PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Alumni Master of Islamic Studies di UIII Depok)

Belakangan ini, isu pencopotan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menjadi topik perbincangan hangat. Upaya ini diprakarsai oleh beberapa aktivis NU yang membentuk forum Musyawarah Luar Biasa (MLB). Fenomena ini bukan hanya menyentuh soal individu, tetapi juga membuka diskusi lebih luas tentang demokrasi internal organisasi, arah kebijakan, dan masa depan NU sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Latar Belakang Konflik

Nahdlatul Ulama dikenal sebagai organisasi yang mengedepankan prinsip musyawarah dalam pengambilan keputusan. Prinsip ini telah menjadi pilar dalam menjaga stabilitas organisasi yang memiliki jutaan anggota di berbagai daerah. Munculnya MLB sebagai forum alternatif menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang signifikan di internal organisasi. Penggagas MLB mengklaim bahwa langkah mereka adalah bentuk koreksi terhadap kepemimpinan Gus Yahya yang dinilai tidak mewakili aspirasi sebagian pihak dalam tubuh NU. Pertanyaannya adalah: apakah kritik ini didasarkan pada substansi kebijakan atau lebih pada aspek personal dan politik?

Jika ditelusuri, ketegangan dalam tubuh NU ini tidak muncul begitu saja. Sebagian besar kritik terhadap Gus Yahya berkisar pada langkah-langkah dan kebijakan strategisnya yang dianggap tidak mewakili aspirasi akar rumput NU. Masalah ini semakin kompleks dengan beberapa peristiwa yang memanaskan situasi internal NU. Salah satu peristiwa yang paling mencolok adalah pemecatan beberapa tokoh penting NU, seperti Kiai Marzuki Mustamar, seorang figur berpengaruh di kalangan akar rumput NU, terutama di wilayah Jawa Timur sebagai basis kuat kalangan nahdliyin (warga NU). Pemecatan ini diduga terkait dengan perbedaan pandangan politik dalam Pilpres kemarin, di mana NU di bawah kepemimpinan Gus Yahya dianggap condong mendukung pasangan Prabowo-Gibran. Kebijakan tersebut memicu kritik tajam karena dianggap membawa NU ke ranah politik praktis yang justru bertentangan dengan prinsip dasar organisasi sebagai perkumpulan Muslim yang berbasis civil society.

Selain itu, konflik personal antara Gus Yahya dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), juga turut memperkeruh suasana. Gus Yahya disebut-sebut ingin mengembalikan kendali PKB ke tangan PBNU, suatu langkah yang dilawan oleh Cak Imin. Dari sini, hubungan antara PBNU dan PKB yang memiliki sejarah panjang dalam politik nasional kini berada di titik ketegangan baru, menciptakan dinamika yang tidak bisa diabaikan dalam memahami konflik internal NU saat ini.

Akumulasi dari berbagai konflik inilah yang menjadi pemicu munculnya forum MLB. Para penggagasnya melihat MLB sebagai cara untuk mengoreksi arah kepemimpinan Gus Yahya yang dinilai telah menyimpang dari nilai-nilai dasar NU.

Sebaliknya, pendukung Gus Yahya menilai bahwa kepemimpinannya telah membawa NU ke era baru yang lebih relevan dengan tantangan zaman. Mereka menyoroti bahwa perubahan yang dilakukan Gus Yahya bertujuan untuk mengoptimalkan potensi NU sebagai organisasi yang bukan hanya fokus pada isu keagamaan, tetapi juga sosial, ekonomi, dan kebangsaan. Gus Yahya dinilai mampu menginisiasi diplomasi budaya dan dialog lintas agama yang menempatkan NU sebagai salah satu aktor penting dalam membangun perdamaian global. Salah satu contohnya adalah keterlibatan NU dalam forum-forum internasional untuk mendorong nilai-nilai Islam rahmatan lil 'alamin sebagai solusi konflik global.

Pada titik ini, sebagai organisasi dengan sejarah yang panjang, NU dihadapkan pada dinamika yang tidak hanya bersifat struktural tetapi juga kultural. Basis anggota NU tersebar di berbagai daerah dengan tingkat pendidikan, pemahaman agama, dan orientasi politik yang berbeda-beda. Kondisi ini menjadikan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemimpin pusat berpotensi memunculkan resistensi jika tidak dikomunikasikan dengan baik. Hal ini diperparah oleh kecenderungan beberapa kelompok untuk menjadikan perbedaan pendapat sebagai alat politik guna memperkuat posisi masing-masing.

Meminjam penjelasan Robert Hefner dalam bukunya Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia, Hefner menyoroti dan mencatat tantangan besar yang dihadapi organisasi ini dalam menjaga independensinya di tengah tarikan politik. Greg Fealy dalam bukunya Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967, juga menyoroti bagaimana NU sering menghadapi tantangan antara menjaga independensi organisasi dan keterlibatannya dalam politik praktis. Ia menekankan bahwa ketegangan seperti ini muncul berulang kali dalam sejarah NU, khususnya ketika pemimpin PBNU terlalu dekat dengan aktor politik tertentu, yang dapat memicu resistensi internal. Menurut Fealy, hubungan yang saling menguntungkan antara PKB dan PBNU sering kali berubah menjadi konflik ketika kepentingan politik bertabrakan dengan agenda keagamaan.

Forum MLB: Tantangan atau Peluang?

Keberadaan forum seperti MLB bisa menjadi tantangan sekaligus peluang. Di satu sisi, forum ini dapat dilihat sebagai mekanisme check and balance yang berfungsi untuk menilai dan mengevaluasi kebijakan pemimpin organisasi. Forum ini dapat menjadi wadah yang sehat untuk menyuarakan aspirasi dan kritik konstruktif, sehingga membantu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan akomodatif.

Namun, di sisi lain, forum ini juga berpotensi menjadi ancaman jika digunakan sebagai alat politik untuk menggoyang legitimasi kepemimpinan yang sah. Dalam situasi seperti ini, forum tidak lagi berfungsi untuk memperbaiki organisasi, melainkan untuk memperjuangkan agenda kelompok tertentu yang dapat merusak harmoni internal. Tantangan utama bagi organisasi adalah memastikan bahwa mekanisme seperti MLB tetap berada dalam koridor yang sesuai dengan nilai-nilai organisasi dan tidak menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu kemaslahatan bersama.

Bagi Gus Yahya, tantangan utama adalah bagaimana merespons forum ini dengan elegan. Pendekatan yang inklusif dan dialog terbuka harus menjadi prioritas untuk meredakan ketegangan. Di sisi lain, MLB perlu memastikan bahwa langkah mereka benar-benar mencerminkan kepentingan umat dan bukan kepentingan segelintir elit.

Pelajaran bagi NU

Dinamika ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana mengelola perbedaan dalam organisasi sebesar NU. Dalam tradisi Islam, musyawarah adalah metode utama untuk menyelesaikan konflik. NU perlu memperkuat mekanisme musyawarah ini untuk mengakomodasi berbagai pandangan tanpa memicu perpecahan.

Perbedaan pendapat di internal NU adalah bagian dari dinamika organisasi besar. Namun, semua pihak harus menempatkan kepentingan organisasi dan umat di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Gus Yahya perlu terus membangun komunikasi yang inklusif untuk meredam ketegangan. Sementara itu, MLB, jika berniat konstruktif, harus kembali ke koridor musyawarah yang sehat.

NU juga perlu berinvestasi dalam penguatan mekanisme internal untuk mengelola konflik. Ini termasuk membangun sistem komunikasi yang lebih efektif, pelatihan kepemimpinan, dan penguatan struktur organisasi yang responsif terhadap perubahan.

Pada akhirnya, kekuatan NU terletak pada kemampuannya menjaga persatuan di tengah keragaman. Dengan semangat kebersamaan, NU dapat terus menjadi motor penggerak perubahan yang positif, baik di tingkat nasional maupun internasional. Konflik yang ada saat ini, jika dikelola dengan baik, dapat menjadi momentum untuk memperkuat fondasi organisasi dan meningkatkan kontribusi NU bagi umat dan bangsa.

Perlu diingat bahwa konflik dalam organisasi besar seperti NU tidak selalu bersifat negatif. Jika dikelola dengan bijak, konflik dapat menjadi katalis perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Namun, apabila dibiarkan tanpa penyelesaian, konflik berpotensi memperburuk polarisasi di dalam organisasi. Dalam konteks ini, keberhasilan NU menyelesaikan konflik sangat bergantung pada kemampuan para pemimpinnya membangun dialog inklusif dan mencari solusi yang mencerminkan nilai-nilai Bersama

Wallahu a’lam bis showab..

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image