Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Kartika Sari

Memahami Makna Toleransi Dalam Ayat Lakum Diinukum Waliyadiin

Agama | 2024-12-23 09:30:53
Oleh Indah Kartika Sari

Menjelang natal dan tahun baru, umat Islam kembali dicekoki makna toleransi antar umat beragama. Dalam kesempatan membuka Seminar Natal Nasional 2024 yang bertema “Gereja Berjalan Bersama Negara: Semakin Beriman, Humanis, dan Ekologis” di Auditorium HM Rasjidi, Kemenag, Jakarta, Menag Nasaruddin menyampaikan bahwa toleransi tidak boleh hanya menjadi retorika belaka. “Toleransi jangan hanya menjadi hiasan bibir. Toleransi yang sejati adalah kesediaan kita menerima orang yang berbeda dengan kita dengan tulus.” Menurut Menag Nasaruddin, perbedaan dapat menjadi hal yang berarti. “Manakala ada warna-warna kontras yang menghiasi sebuah bingkai, bingkainya adalah NKRI, tapi lukisannya Bhineka Tunggal Ika. Inilah modal sosial yang tidak kalah pentingnya untuk kita jual ke luar negeri,” kata sosok yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal ini.

Dikatakan Menag Nasaruddin, Indonesia adalah negara yang memiliki keberagaman luar biasa, baik dari segi agama, budaya, maupun suku bangsa. “Satu-satunya negara yang paling plural di dunia ini adalah Indonesia. Negara mana yang paling banyak kolom agama dan budaya, tidak ada dua, hanya di Indonesia,” tegasnya. “Jika cinta sudah bekerja, maka perbedaan itu akan hilang. Yang terjadi adalah kesatuan dan persatuan,” tambah Menag Nasaruddin.

========

Seiring dengan arus deras moderasi beragama yang lahir dari sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan), gambaran toleransi antar umat beragama malah menjadi semakin kabur. Toleransi a la moderasi beragama bermakna mencampuradukkan ajaran agama Islam dengan ajaran agama-agama lain (sinkretisme). Toleransi ini juga mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Oleh karena itu, kebenaran setiap agama adalah relatif. Konsekuensinya, setiap pemeluk agama tidak boleh mengeklaim bahwa hanya agamanya yang benar, sedangkan agama yang lain salah (pluralism). Toleransi ini juga bermakna menjauhkan agama dari kehidupan (humanis) sehingga semua aturan kehidupan tunduk pada akal manusia.

Memang benar, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Juga pernyataan yang benar bahwa umat beragama harus saling menghormati dan menjalin kerukunan satu sama. Hanya saja, sebagai muslim, tentu yang harus dijadikan standar adalah aqidah dan syariat Islam, bukan akal manusia.

Berdasarkan aqidah dan syariat Islam, umat Islam harus memahami bahwa toleransi itu bukan menyamakan semua agama apalagi bebas menganut agama sesuai keyakinannya masing-masing. Makna toleransi juga bukan berarti bebas mengacak-acak agama Islam dan menganggap benar semua agama. Hal ini berarti bertentangan dengan keyakinan umat Islam bahwa agama Islam adalah satu-satunya agama yang benar.

Oleh karena itu penting bagi umat Islam paham makna toleransi yang sebenarnya dalam Islam. Jangan sampai tergelincir pada toleransi kebablasan yang sesungguhnya bertentangan dengan Islam.

Umat Islam harus merujuk kembali nash Al Quran tentang makna toleransi. Dalam surat Al Kafirun ayat 6. Surat itu dinamakan (اَلۡكٰفِرُوۡنَ) Al-Kâfirûn karena di dalamnya terdapat kata tersebut dalam ayat pertama. Mereka (orang-orang kafir) adalah orang-orang yang diseru oleh surat ini. Surat yang terdiri dari enam ayat tersebut termasuk surat (مَكيَّة) Makiyah (surat yang turun di Mekkah)

Definisi orang-orang kafir adalah siapa saja orang yang tidak beriman kepada keesaan Allah atau tidak beriman kepada kenabian Muhammad saw. atau tidak beriman kepada syariat Islam atau tidak beriman kepada ketiga-tiganya.” (Kamus Al-Mu’jam Al-Wasith, Juz II, hlm. 891)

Sikap kepada orang kafir ini sebagaimana yang tertera dalam ayat 6 surat al Kafirun adalah “lakum diinukum waliyadin” (untuk kalian agama kalian dan untukkulah agamaku).

Menurut Al-Qurthubi, ayat ini berisi (اَلتَّهْدِيْد) al-tahdîd (ancaman). Hal ini seperti firman Allah (وَقَالُوۡا لَنَآ أَعۡمٰلُنَا وَلَكُمۡ أَعۡمٰلُكُمۡ) Mereka berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagi kalian amal-amal kalian (QS al-Qashsash [28]:55). Jika kalian rida dengan agama kalian, maka kami pun rida dengan agama kami.

Dijelaskan juga Abu Hayyan Al-Andalusi bahwa ayat ini bermakna (لَكُمۡ شِرْكُكُمْ وَلِيْ تَوْحِيْدِي) lakum syirkukum walî tawhîdî (bagi kalian syirik kalian dan bagiku tauhidku). Ini merupakan (غَايَة التَبَرُّء) ghâyah at-tabarru’ (sikap berlepas diri paling puncak). Ayat ini juga bisa dimaknai, “Sesungguhnya aku adalah seorang nabi yang diutus kepada kalian untuk mengajak kalian pada kebenaran dan keselamatan. Namun, jika kalian tidak mau menerima dan mengikutiku, maka tinggallah kalian dalam kekufuran, dan jangan kalian mengajakku pada kekufuran.” Demikian penjelasan Az-Zamakhsyari.

Dengan demikian, ayat (لَكُمۡ دِيۡنُكُمۡ وَلِيَ دِيۡنِ) Lakum dînukum wa lîyadîni sama sekali tidak bisa diartikan sebagai pembenaran terhadap akidah lain. Ayat ini bermakna keharusan untuk membebaskan diri dan berlepas dari semua kekufuran. Firman Allah, (لَكُمۡ دِيۡنُكُمۡ وَلِيَ دِيۡنِ) Lakum dînukum wa lîyadîni, sebagaimana diterangkan para mufasir, merupakan ungkapan (بَرَاء) barâ’ (berlepas diri) dari semua kekufuran. Tidak boleh ada kompromi sedikit pun dalam urusan ini.

Sikap tersebut mengharuskan kaum muslim membuat batas yang tegas antara Islam dan kekufuran. Tidak boleh mencari titik temu dan jalan tengah antara Islam dan agama serta ideologi lainnya. Mustahil mempertemukan ide yang saling bertentangan.

Demikian pula mencampuradukkan Islam dengan agama lainnya seperti paham sinkretisme atau mengadopsi ideologi dan paham lainnya seperti sekularisme, pluralisme, demokrasi, HAM, dan sebagainya. Semua itu merupakan tindakan terlarang. Walhasil, jika ayat ini dipahami dengan benar, umat Islam akan benar-benar terbebas dari seluruh kekufuran.

Bahan Bacaan:

https://kemenag.go.id/nasional/menag-toleransi-jangan-hanya-jadi-hiasan-bibir-Oi0Dc

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image