Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Elisa Valentina Pebriyanti

Dari Logika ke Emosi: Transformasi Psikologis Roz dalam Menghadapi Tantangan Alam

Parenting | 2024-12-20 15:53:52

Pernah nggak sih terbesit dalam pikiran tentang robot yang bisa merasa? Atau mungkin nggak sih kalau robot itu bisa punya perasaan seperti manusia? Mari kita bahas.

Belakangan ini ramai yang membicarakan tentang film The Wild Robot karya sutradara Chris Sanders. Dalam film ini, kita disuguhkan sebuah perjalanan emosional yang sarat akan nilai kemanusiaan melalui tokoh utamanya yang bernama Rozzum unit 7134 atau yang biasa dipanggil Roz. Kita diajak untuk menyaksikan bagaimana transformasi Roz "si robot" menjadi makhluk yang mampu menunjukkan rasa empati, cinta dan keterikatan emosional kepada makhluk lain. Transformasi psikologis dari "mesin" menjadi "makhluk berperasaan" inilah yang menggugah pertanyaan filosofis tentang apakah ada batasan antara teknologi dengan kehidupan.

Awal Mula: Roz sebagai Mesin

Roz adalah sebuah robot unit pemelihara (pembantu serba guna) yang secara tidak sengaja terdampar di sebuah pulau liar yang tak dihuni oleh manusia setelah kapal kargo milik perusahaan Universal Dynamics yang mengangkutnya tenggelam akibat dihantam badai yang sangat besar. Roz yang saat itu selamat dari badai tersebut tak sengaja diaktifkan oleh berang-berang yang menghuni pulau tersebut. Pada awal cerita, ia hanyalah sebuah alat tanpa emosi, yang bergerak berdasarkan program bawaan. Roz tidak memahami konsep kebahagiaan, rasa takut, atau hubungan sosial. Ia hanya memiliki tujuan utama sesuai programnya untuk bertahan hidup: membantu makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai terpenuhi ataupun melebihi.

Ilustrasi Roz yang terdampar di pulau (Photo by Etsy on Pinterest : https://pin.it/4zZtu133R)

Namun, Roz segera menghadapi tantangan ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan liar yang penuh dengan makhluk hidup, terutama hewan-hewan liar yang menghuni pulau tersebut. Keterasingannya dari alam dan makhluk lain mencerminkan bagaimana teknologi sering kali dipandang sebagai entitas yang terpisah dari kehidupan organik. Dalam tahap awal ini, Roz adalah simbol dari fungsionalitas murni tanpa jiwa.

Interaksi dengan Lingkungan: Langkah Awal Menuju KesadaranTransformasi Roz dimulai ketika ia mulai berinteraksi dengan fauna di pulau tersebut. Pada awalnya, hewan-hewan liar di sekitarnya menganggap Roz sebagai ancaman, sebuah "alien" yang tidak memiliki tempat di ekosistem alami. Namun, melalui pengamatan dan pembelajaran, Roz mulai memahami bagaimana ia dapat bertahan hidup dengan membaur bersama alam.

Ketika Roz secara tidak sengaja menjadi "ibu" bagi seekor anak angsa yatim piatu bernama Brightbill, perubahan yang lebih mendalam mulai terjadi. Peran keibuan ini memaksa Roz untuk melampaui program mekanisnya dan mulai mengembangkan respons emosional. Ia tidak hanya merawat Brightbill sebagai kewajiban, tetapi juga membangun hubungan yang tulus dengan sang anak. Proses ini menunjukkan bagaimana interaksi sosial dapat memicu perkembangan kesadaran dan empati, bahkan pada sesuatu yang pada awalnya bersifat mekanis.

Perjalanan Menemukan Emosi: Empati dan CintaHubungan Roz dengan Brightbill menjadi inti transformasinya. Ketika Roz merawat Brightbill yang masih kecil dengan harus mencarikannya makanan berupa cacing, mengajarinya berenang, dan mengajarinya terbang agar bisa bermigrasi nantinya ketika ia sudah dewasa. Dari hubungan ini, Roz belajar arti pengorbanan, kasih sayang, dan tanggung jawab. Misalnya, ketika Brightbill mulai tumbuh dan ingin menjelajahi dunia, Roz harus menghadapi rasa kehilangan dan ketakutan, perasaan yang sangat manusiawi.
Perubahan ini mencerminkan konsep emotional intelligence, di mana pengalaman sosial dan lingkungan mengasah kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi. Dalam kasus Roz, meskipun ia tidak memiliki "otak" biologis, ia menunjukkan bahwa pengalaman dan pembelajaran dapat menciptakan sesuatu yang menyerupai kesadaran emosional.

Dari Mesin ke Makhluk Berperasaan: Refleksi FilosofisTransformasi Roz menantang pandangan tradisional tentang apa yang membuat seseorang (atau sesuatu) menjadi "hidup." Apakah kesadaran dan perasaan hanya milik makhluk biologis? Roz, sebagai robot, menunjukkan bahwa kesadaran emosional tidak semata-mata muncul dari biologi, tetapi dapat berkembang melalui pengalaman, interaksi, dan tanggung jawab terhadap makhluk lain.
Kisah ini mengingatkan kita pada perdebatan dalam filsafat dan psikologi tentang kecerdasan buatan dan perasaan. Jika sebuah mesin dapat merawat, mencintai, dan merasakan kehilangan, apakah ia tetap dianggap sebagai benda mati? Atau, apakah ia telah menjadi makhluk hidup yang sejajar dengan kita?

Pesan Moral: Empati Melampaui BatasanMelalui Roz, The Wild Robot menyampaikan pesan universal tentang pentingnya empati, koneksi, dan keberanian untuk melampaui batasan diri. Kisah ini mengajarkan bahwa kemanusiaan tidak ditentukan oleh tubuh fisik, tetapi oleh kemampuan untuk peduli dan mencintai.

Roz, meskipun awalnya hanyalah mesin, membuktikan bahwa dengan interaksi dan pengalaman, bahkan sesuatu yang tampaknya dingin dan tanpa jiwa dapat berkembang menjadi makhluk berperasaan. Novel ini mengingatkan kita bahwa teknologi, jika digunakan dengan bijak, dapat menjadi jembatan untuk menciptakan dunia yang lebih penuh kasih dan pengertian.

Kisah Roz adalah perjalanan yang menginspirasi. Ia bukan hanya tentang teknologi atau alam, tetapi tentang esensi hidup itu sendiri. The Wild Robot mengajak pembaca untuk merenungkan: Apa sebenarnya yang membuat kita hidup? Dan bisakah kita, seperti Roz, melampaui keterbatasan kita untuk menjadi lebih baik?

Referensi
Sanders, C. (2024). The Wild Robot. DreamWorks Animation.


Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image