Perspektif Masyarakat terhadap Perempuan dalam Matematika
Pendidikan dan Literasi | 2024-12-15 16:58:06Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting diajarkan di sekolah untuk semua gender, baik untuk perempuan maupun laki-laki. Mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional dan kritis, untuk di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun matematika dianggap sebagai bidang yang netral gender, pada kenyataannya terdapat isu yang menyatakan adanya kesenjangan gender terhadap matematika yang sebagaimana dikatakan bahwa perempuan kurang mahir dalam matematika dibanding laki-laki.
Dalam UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada pembedaan antara hak laki-laki dan perempuan dalam mengikuti pembelajaran di kelas, namun kenyataannya jauh berbeda. Perempuan kerap dianggap kurang baik dalam bidang matematika daripada laki-laki. Namun, apakah perspektif tersebut terbukti benar?
Perempuan sering kali dikelilingi oleh opini dan perspektif selama pendidikannya, seperti "perempuan buruk dalam matematika dan sains." Masyarakat percaya bahwa perempuan lebih baik dalam mata pelajaran seni yang mengandalkan kemampuan bahasa dan ingatan, seperti linguistik dan sejarah, sedangkan laki-laki lebih baik dalam mata pelajaran sains yang memerlukan pemikiran logis, seperti matematika. Sekalipun seorang siswa perempuan berprestasi baik dalam matematika di sekolah, sering kali dikatakan bahwa siswa perempuan akan buruk dalam matematika atau tidak cocok untuk belajar matematika.
Pandangan bahwa "matematika adalah bidang laki-laki" mungkin didasarkan pada fakta-fakta tertentu karena sering kali diamati dalam kehidupan sehari-hari bahwa kinerja matematika perempuan tidak sebaik laki-laki atau bahwa lebih banyak laki-laki yang terlibat dalam pekerjaan yang berhubungan dengan matematika.
Pada dasarnya perempuan tidak kurang baik dalam matematika dibanding laki-laki. Namun, ada beberapa hal yang menyebabkan perempuan dianggap kurang dalam matematika, diantaranya, yaitu karena lingkungan pembelajaran, yang meliputi materi ajar, sikap guru, dan metode pengajaran. Siswa perempuan sering kali lebih unggul dalam pemahaman masalah dan penyusunan rencana pemecahan masalah tetapi kurang efektif dalam melaksanakan rencana tersebut.
Alasan yang lainnya siswa laki-laki sering kali lebih percaya diri dalam kemampuan mereka, sedangkan siswa perempuan mungkin mengalami keraguan diri yang lebih besar.
Sebagai contoh dalam mengerjakan soal matematika, siswa perempuan akan lebih meneliti setiap proses dalam rumus pengerjaannya, lalu akan diteliti ulang setelah mengerjakan. Sementara laki-laki mengerjakan dengan hasil pemikiran mereka dan percaya diri dengan apa yang mereka kerjakan. Perempuan memiliki kecemasan yang lebih akan percaya dirinya, padahal seperti yang diketahui tidak ada salahnya kita percaya diri dan berani mencoba suatu hal. Sedangkan laki-laki tidak terlalu memiliki kecemasan berlebih dalam kepercayaan diri mereka, dan tentunya mereka lebih berani mencoba suatu hal yang bahkan belum tervalidasi kebenarannya.
Berdasarkan beberapa penelitian, terdapat perbedaan dalam kemampuan pemecahan masalah antara siswa laki-laki dan perempuan, karena hal tersebut merupakan proses belajar yang terjadi dalam diri siswa. Perbedaan gender dalam hal ini berakibat pada perbedaan kemampuan dalam matematika dan perbedaan dalam memperoleh pengetahuan matematika sesuai dengan karakteristiknya masing-masing Siswa laki-laki sering kali menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam memahami masalah dan menerapkan strategi pemecahan masalah yang kompleks. Namun, siswa perempuan cenderung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menyusun rencana pemecahan masalah dan memeriksa kembali hasilnya. Perempuan sering kali memiliki pendekatan yang berbeda dalam belajar matematika dibandingkan laki-laki. Mereka lebih suka bekerja secara kolaboratif dan mencari makna praktis dari konsep-konsep matematis.
Sebaliknya, laki-laki mungkin lebih nyaman dengan pendekatan kompetitif dan fokus pada penyelesaian masalah secara individu
Hasil Program Penilaian Internasional Siswa (PISA) 2018 menunjukkan bahwa siswa perempuan lebih baik dalam matematika daripada siswa laki-laki di beberapa negara yang menerapkan kesetaraan gender dalam pendidikan, terutama dalam hal matematika. Hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa siswa perempuan lebih baik dalam semua bidang matematika dibandingkan siswa laki-laki. Ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam kemampuan matematika antara siswa perempuan dan laki-laki tidak ada. Karena gender sebenarnya bukan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan. Gender adalah konstruk sosial yang bertujuan untuk membedakan fungsi psikis laki-laki dan perempuan dalam hal sikap, perilaku, dan tindakan sosial yang berlaku dan berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, perbedaan kemampuan matematika siswa laki-laki dan perempuan bukanlah sesuatu yang melekat dan tidak dapat diubah.
Dengan demikian, perspektif masyarakat terhadap perempuan dalam matematika kurang baik dibandingkan laki-laki tidak dibenarkan adanya, karena saat ini sudah banyak perempuan yang sukses dibidang matematika. Maka dari itu, sektor pendidikan Indonesia harus melakukan kemajuan untuk mendorong pembelajaran yang lebih baik tanpa disparitas gender, dengan melakukan suatu proses pembelajaran yang menyesuaikan seluruh peserta didik, baik laki-laki maupun perempuan, agar perbedaan atau ketimpangan kemampuan matematika antara anak laki-laki dan perempuan tidak terlalu besar.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.