Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Velin Lumanto - Universitas Airlangga

Sertifikasi Pendakwah: Dilema Antara Kebebasan Beragama dan Kualitas Dakwah

Info Terkini | 2024-12-13 22:51:01
https://images.app.goo.gl/AAdKBz25faHvcC2P8

Viralnya kasus pendakwah ternama, Gus Miftah yang menyindir seorang pedagang es teh telah memicu perdebatan sengit mengenai etika berdakwah. Polemik yang dipicu oleh pernyataan kontroversial dari tokoh agama tersebut mendorong munculnya usulan sertifikasi bagi para pendakwah. Anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanul Haq, mengusulkan agar Kementerian Agama melakukan sertifikasi untuk memastikan bahwa para pendakwah memiliki kompetensi yang memadai dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan. Menanggapi usulan ini, Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu usulan sertifikasi juru dakwah itu dan akan membuka peluang untuk meminta pendapat berbagai pihak seperti ormas dan ulama mengenai usulan tersebut.


Wacana terkait sertifikasi ini pada akhirnya memicu perdebatan sengit di kalangan akademisi dan tokoh agama. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sukron Kamil, menilai bahwa rencana tersebut tidak strategis dan berpotensi menimbulkan konflik. Menurutnya, peran ulama dan pendakwah seharusnya berada di ranah masyarakat sipil, bukan menjadi objek regulasi negara.

Sukron mengkhawatirkan jika Indonesia mengikuti jejak negara-negara seperti Arab Saudi dan Malaysia yang memiliki kontrol ketat terhadap aktivitas keagamaan, maka kebebasan beragama di Indonesia akan terancam. Sosiolog Musni Umar juga menyuarakan penolakannya terhadap wacana sertifikasi pendakwah. Ia berargumen bahwa sertifikasi tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar agama Islam dan konstitusi negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama serta kepercayaannya. Musni khawatir, sertifikasi akan memicu fragmentasi di kalangan umat Islam dan menghambat kebebasan berdakwah.

Selain itu, ia berpendapat bahwa masyarakat sendiri telah memiliki mekanisme untuk menilai kualitas seorang pendakwah. Para ahli tersebut sepakat bahwa sertifikasi pendakwah berpotensi menimbulkan berbagai masalah, mulai dari pelanggaran kebebasan beragama hingga konflik di kalangan umat Islam. Mereka menyarankan agar pemerintah fokus pada peningkatan kualitas pendidikan agama dan memberikan ruang yang lebih luas bagi masyarakat untuk menilai dan memilih pendakwah yang mereka percayai.

Menanggapi isu ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut positif inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kualitas para pendakwah melalui program sertifikasi. Namun, MUI lebih menekankan aspek penguatan kompetensi daripada sekedar sertifikasi formal. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Zainut Tauhid Sa’adi, menjelaskan bahwa tujuan utama program ini adalah untuk memperkaya wawasan dan keterampilan para pendakwah dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Materi pelatihan mencakup isu-isu kontemporer seperti moderasi beragama, toleransi, dan strategi dakwah di era digital. Program ini diharapkan dapat menghasilkan para pendakwah yang lebih berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan umat.

MUI memandang bahwa program penguatan kompetensi bagi para pendakwah harus bersifat sukarela dan terbuka bagi semua pihak, termasuk para ustadz dan kyai di tingkat lokal. Program ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi para pendakwah untuk mengembangkan diri dan memperluas wawasan keagamaan. Zainut Tauhid Sa’adi menegaskan bahwa sertifikat yang diberikan setelah mengikuti pelatihan bukanlah tujuan utama, melainkan sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi dan pencapaian peserta. Yang lebih penting adalah peningkatan kualitas dakwah yang disampaikan oleh para pendakwah. Dengan adanya program penguatan kompetensi,

MUI berharap dapat menciptakan ekosistem dakwah yang lebih sehat dan produktif. Program ini diharapkan dapat melahirkan para pendakwah yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan mampu menyampaikan pesan-pesan agama secara relevan dan inklusif. Selain itu, program ini juga diharapkan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image