Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yasmine Alisha Mekkadina

Ketika Public Figure Membentuk Masyarakat

Lainnnya | 2024-12-09 22:30:42

Kemajuan teknologi digital, terutama munculnya internet dan media sosial, telah membuat perubahan yang besar mengenai cara kita berinteraksi dan mengakses informasi. Sebelum era digital, public figure merupakan tokoh-tokoh yang terkenal di dunia politik, hiburan, atau olahraga yang mendapatkan perhatian media massa tradisional, seperti televisi, radio, dan surat kabar. Seiring perkembangan platform media sosial, seperti Instagram, YouTube, dan X, membuat semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi public figure. Jika seseorang dapat membuat konten yang menarik atau memiliki pemikiran yang unik, maka ia akan mendapatkan penggemar yang banyak dan menjadi public figure dalam dunia maya.

Media sosial telah memberikan kita peluang yang besar untuk bebas berkarya. Siapa pun dapat mengekspresikan kreativitas dan pendapatnya, baik dalam bentuk tulisan, gambar, musik, maupun video. Menariknya, tidak ada penyaringan atau filter yang ketat terhadap konten yang dipublikasikan. Meskipun konten yang berbahaya atau merugikan akan diberi peringatan atau dilakukan take down, tetapi konten tersebut telah menyebar terlebih dahulu kepada masyarakat, khususnya penggemar public figure tersebut.

Saat ini, banyak sekali public figure yang memberikan pendapatnya mengenai isu-isu terkini atau berita yang sedang hangat dibicarakan. Para public figure memiliki akses langsung untuk mengungkapkan opini mereka tentang topik-topik yang menjadi sorotan, mulai dari politik, kebijakan pemerintah, hingga peristiwa terkini. Pendapat mereka selalu mendapatkan perhatian besar karena mereka mempunyai pengaruh yang luas dan dapat menjangkau audiens yang banyak dalam waktu singkat. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat menganggap pandangan tokoh publik tersebut adalah kebenaran sehingga membentuk suatu opini publik.

Dengan adanya pengaruh besar dari pendapat public figure terhadap perspektif masyarakat, para public figure harus lebih bijak dalam menyampaikan opini. Mereka juga harus bertanggung jawab atas pemikiran mereka dan mempertimbangkan kembali dampak dari perkataan atau tindakan yang akan mereka lakukan. Para public figure dapat menyaring informasi dengan teliti terlebih dahulu dan menghindari informasi yang belum terbukti kebenarannya. Mereka tidak boleh sembarangan menyebarkan hoaks atau informasi yang menyesatkan demi keuntungan semata. Tanggung jawab ini mencakup kesadaran bahwa pandangan mereka tidak hanya membentuk opini pribadi, tetapi memengaruhi keputusan, sikap, dan perilaku masyarakat secara keseluruhan.

Public figure yang bertanggung jawab dapat menjadi agen perubahan sosial yang positif. Mereka dapat menginspirasi masyarakat untuk melakukan hal-hal yang baik dan mengangkat isu-isu sosial yang terabaikan, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, atau lingkungan. Pandangan-pandangan yang disampaikan secara rasional dan didukung fakta akan mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dan mengambil keputusan yang lebih baik. Public figure juga dapat mendukung industri kreatif lokal dengan menggunakan produk-produk buatan dalam negeri, berkolaborasi dengan seniman lokal, atau mempromosikan produk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah).

Salah satu public figure yang telah menginspirasi banyak orang adalah Najwa Shihab. Menurutnya, publik dan jurnalis harus berani secara bersama-sama menyuarakan kebenaran tanpa peduli kebenaran itu pahit atau manis. Namun, ancaman yang muncul akibat pengungkapan kebenaran membuat seseorang takut untuk jujur. Selain itu, tekanan sosial mendorong individu untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang lain atau menghindari konflik. Oleh karena itu, Najwa Shihab mengajak para public figure untuk memperjuangkan nilai-nilai positif demi kebaikan bersama. “Teman-teman adalah kelompok orang-orang yang begitu mudah dicintai karena popular, karena karier, dan juga karena tindakan sehari-hari yang menginspirasi dan inspiratif itu sebetulnya punya daya tular. Karenanya, mari rapatkan barisan teman-teman,” katanya.

Tidak kalah penting, masyarakat juga harus memiliki tanggung jawab moral yang besar dalam menyebarkan informasi karena dapat memengaruhi persepsi publik. Masyarakat harus mempunyai kemampuan berpikir kritis, mengevaluasi sumber informasi, dan membedakan antara fakta dan opini. Literasi digital dari berbagai sumber yang kredibel juga perlu ditingkatkan sehingga mereka dapat membentuk opini yang lebih objektif dan rasional. Kebencian masyarakat terhadap suatu individu, kelompok, atau pendapat sering kali berkembang menjadi opini yang diperkuat tanpa dasar yang jelas, bahkan beralih menjadi fakta bagi sebagian orang. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mampu memisahkan emosi pribadi dari penilaian yang objektif.

Menurut statistic UNESCO, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara dengan tingkat literasi yang rendah. Indonesia harus mengambil langkah serius untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengakses, memahami, mengevaluasi, dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Regulasi yang jelas oleh pemerintah dapat membatasi penyebaran hoaks dan memberikan sanksi tegas bagi pihak yang melanggar. Kerja sama dengan platform media sosial menjadi kunci dalam membasmi hoaks yang semakin marak. Bukankah sudah saatnya kita lebih bijak dalam bermedia sosial? Mari kita bersama-sama menciptakan ruang digital yang lebih sehat, terbuka, dan bebas dari hoaks. Mari kita jadikan media sosial sebagai alat untuk persatuan, bukan perpecahan. Kita harus ingat bahwa setiap informasi yang kita bagian memiliki kekuatan untuk mengubah dunia. Masa depan bergantung pada bagaimana kita berinteraksi dengan informasi yang ada.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image