Aku Adalah Mediaku Sendiri
Kolom | 2025-04-16 12:17:35
Sering kali kita melihat disekeliling kita, semua orang tidak bisa lepas dengan hp yang digenggamnya. Dimanapun berada semua sibuk dengan kesendiriannya atas hp yang digunakannya, walaupun disekelilingnya berada dalam ruang yang penuh keramaian. Seolah hp adalah barang penting yang tidak bisa jauh-jauh dari kehidupannya. Media-media konvensional (televisi, radio, surat kabar, majalah) yang sering kita konsumsipun dianggap tidak ada, semuanya terkesan diabaikan untuk tidak dikonsumsi.
Mengapa semuanya anteng dengan hp? yang dikonsumsi tiada lain adalah tampilan-tampilan media sosial yang menjadi media-media baru, sekaligus merupakan sarana media pilihan bagi masyarakat dengan beragam fasilitas dan fitur-fiturnya yang serba praktis, mudah aksesnya bahkan bisa dijadikan media komunikasi secara langsung baik melalui suara maupun tulisan. Begitu pula apabila kita ingin tampil untuk diketahui dan dikenal oleh publik secara luas, dapat menggunakan salah satu media sosial yang ada dalam hp, Media sosial dimaksud meliputi : instagram, facebook, X, whatsapp, TikTok, Telegram.
Apabila kita kilas balik di era tahun 80-an sampai dengan pertengahan tahun 90-an, semua orang berusaha ingin tampil dan dikenal melalui media-media konvensional, sepertinya saat itu media-media konvensional merupakan barang langka dan susah ditembus untuk menampikan diri kita diruang publik. Mungkin hanya orang-orang terkenallah yang mampu melakukannya. Masyarakat kebanyakan seperti kita, hanya mampu menjadi sebatas penikmat tampilan media-media konvensional.
Begitupula ketika kita ingin mendapatkan sebuah informasi berita tentang suatu peristiwa yang terjadi dan menjadi perhatian publik, tentunya rujukan media konvensional menjadi acuannya, namun saat itu kita harus dengan sabar menunggu media-media konvensional itu terbit, tayang maupun siaran secara terjadwal. Kita dengan sabar menunggu media-media konvensional menyajikan tampilannya.
Di era 2000-an inilah kondisi berubah 270 derajat, semenjak perkembangan teknologi komunikasi secara digital, adanya hp, perkembangan media sosial dan AI (artificial intellegence) semua orang mampu melakukan segalanya dalam berekpresi maupun dalam mengkonsumsi suatu konten media. Bahkan untuk kondisi sekarang setiap orang selain menjadi penikmat secara bersamaan mampu menjadi pembuat dan penyaring atas konten-konten yang di buatnya, untuk di bagikan pada masyarakat secara luas.
Siapapun dapat menjadi pencipta konten, penyaring konten bahkan penikmat atas konten yang dibuatnya sendiri. Begitupula dalam informasi berita, semua orang dapat menjadi peliput langsung, penyaring langsung bahkan langsung menjadi penayang informasi peristiwa dilapangan menjadi sebuah berita. Hal ini adalah sebagai konsekuensi dari peradaban kemajuan dan perkembangan zaman yang di akselerasi oleh teknologi komunikasi. Hal ini selaras dengan pemikiran Alvin Tofler seorang futurolog dalam Frank Wabster (2006) membagi Sejarah pembabakan umat manusia ke dalam tiga gelombang, yaitu Revolusi Agrikultur, Revolusi Industri dan Revolusi Teknologi Informasi. Revolusi yang terakhir inilah manusia berada saat ini. Konsep masyarakat informasi sudah mulai berlaku pada abad ke 20 dengan definisi yang berbeda-beda.
Batasan normatif
Konsep “Aku adalah mediaku sendiri” adalah suatu upaya memberdayakan seseorang sebagai produsen dan distributor konten, tentunya tidak semudah apa yang akan dilakukan. Setidaknya ada beberapa hal yang layak untuk menjadi pertimbangan. Semuanya harus didasari oleh kerangka etika dan tanggung jawab dalam kebebasan bermedia agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi diri sendiri maupun masyarakat luas. Azizah (2024) menguatkan bahwa, bermedia sosial adalah hak semua orang, tetapi hak ini harus diimbangi dengan tanggung jawab. Dengan menerapkan etika bermedia sosial, kita dapat menciptakan dunia digital yang lebih baik untuk semua orang.
Dalam menyebarkan informasi, tetap harus melakukan verifikasi pada sumber-sumber terkait sebagai kewajiban moral dan etika untuk menyajikan informasi yang benar dan akurat, terkait dengan isu-isu publik yang sensitif dan tidak menjadi klaim sebagai pembenaran yang sifatnya bohong, misinformasi ataupun disinformasi yang dapat merusak tatanan sosial masyarakat.
Menghormati privasi orang lain dan melindungi data pribadi, menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin, melakukan doxing adalah merupakan tindakan yang tidak etis dan berpotensi melanggar hukum. Batasan antara ruang publik dan ruang privat harus dihormati, pengumpulan, penyimpanan dan penyebaran data pribadi harus dilakukan secara transparan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mematuhi peraturan UU yang menjadi payung dalam bermedia sosial : UU no 11 tahun 2008, telah di ubah menjadi UU no 1 tahun 2024 tentang ITE, pencemaran nama baik, hak cipta dan ujaran kebencian. Hal ini merupakan rambu-rambu yang menjadi dasar, ketidaktahuan akan hukum bukan alasan untuk melanggarnya, sebaliknya pemahaman yang baik tentang implikasi dari konten yang disebarkan adalah sangat penting.
Kesadaran akan norma-norma ini menjadi fondasi untuk menciptakan ekosistem informasi digital yang lebih sehat dan konstruktif. Pendidikan, kesadaran diri dan komitmen terhadap prinsip-prinsip etika menjadi kunci dalam mewujudkan potensi positif dari ”Aku adalah mediaku sendiri”.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
