Dampak Merokok Terhadap Kemiskinan di Indonesia
Info Terkini | 2024-12-09 22:19:21Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rokok merupakan salah satu pengeluaran terbesar rumah tangga miskin, setelah beras atau makanan pokok. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), pada tahun 2021 rata-rata rumah tangga di Indonesia menghabiskan sekitar 11,9% dari total pengeluaran mereka untuk membeli rokok. Hal ini menunjukkan bagaimana kebiasaan merokok membebani keuangan rumah tangga, terutama bagi keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Akibat dari tingginya pengeluaran untuk rokok, banyak keluarga miskin yang terpaksa mengurangi alokasi anggaran untuk kebutuhan pokok. Padahal mereka masih mempunyai kewajiban yang lebih penting, seperti memenuhi kebutuhan gizi anak serta memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. Karena anak yang berasal dari keluarga perokok cenderung mengalami malnutrisi dan putus sekolah karena alokasi dana keluarga banyak dikeluarkan untuk membeli rokok. Kondisi ini semakin memperparah siklus kemiskinan yang sulit diputus.
Selain itu, merokok juga memberikan beban kesehatan yang signifikan pada keluarga miskin. Penyakit yang ditimbulkan karena rokok, seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan, membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar. Tentu hal ini akan meningkatkan beban ekonomi keluarga dan hal ini juga akan menjerumuskan keluarga dalam kemiskinan yang lebih dalam. Bahkan, anggota keluarga yang sakit akibat rokok juga dapat kehilangan produktivitas kerja dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan keluarga.
Dampak negatif lain yang ditimbulkan karena merokok adalah rendahnya produktivitas tenaga kerja akibat kebiasaan merokok. Perokok cenderung memiliki produktivitas kerja yang kurang baik, karena perokok sering memerlukan lebih banyak waktu untuk beristirahat sekedar untuk merokok. Perokok juga memiliki risiko mengalami penyakit yang diakibatkan oleh merokok, seperti batuk dan gangguan pernapasan lainnya sehingga memiliki tingkat absensi dari pekerjaan yang lebih tinggi. Bagi keluarga miskin yang mengandalkan pendapatan harian, penurunan produktivitas ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan ekonomi kerluarga.
Untuk mengatasi masalah ini, kebijakan pengendalian konsumsi rokok sangat diperlukan. Kebijakan yang perlu dilakukan, yaitu meningkatkan cukai rokok untuk mengurangi daya beli Masyarakat. Selain itu, dana yang diperoleh dari cukai rokok dapat dialokasikan untuk program kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Langkah ini dapat memberikan manfaat ganda, yaitu mengurangi prevalensi merokok dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin.
Di sisi lain, penting pula untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak ekonomi dari kebiasaan merokok. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memperluas kampanye kesehatan dengan menekankan bagaimana rokok tidak hanya merugikan kesehatan, tetapi juga megurangi peluang keluarga untuk keluar dari kemiskinan. Selain itu, pemerintah dan organisasi non-pemerintah dapat bekerja sama untuk menyediakan program berhenti merokok yang mudah diakses dan efektif, terutama bagi masyarakat miskin.
Kesimpulannya, merokok tidak hanya menjadi persoalan kesehatan tetapi juga penyumbang kemiskinan di Indonesia. Dengan pengeluaran yang besar untuk rokok, alokasi dana untuk kebutuhan utama, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan menjadi terbatas. Melalui kebijakan yang tegas, seperti peningkatan cukai rokok dan kampanye kesadaran, Indonesia dapat mengurangi dampak negatif rokok terhadap masyarakat miskin. Dengan demikian, pengendalian konsumsi rokok harus menjadi salah satu prioritas dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.