Induk Kejahatan yang Terabaikan
Agama | 2024-12-09 19:04:27
Khamr, atau minuman keras, sering dianggap sebagai dosa kecil oleh sebagian masyarakat. Mereka beranggapan bahwa mengonsumsi alkohol hanyalah pelanggaran ringan, tanpa menyadari bahwa efeknya mampu membuka jalan bagi kerusakan yang jauh lebih besar. Dalam hadis Nabi disebutkan, "Alkhamru ummul khaba'its"—khamr adalah induk segala kejahatan. Pesan ini bukan sekadar peringatan agama, melainkan kenyataan yang dapat kita lihat dalam banyak tragedi yang menimpa masyarakat kita.
Sebuah kisah tentang Imam Barsiso dari sejarah Islam menggambarkan bagaimana khamr menjadi awal dari kehancuran besar. Ketika diberikan pilihan untuk melakukan dosa, ia memilih meminum khamr karena dianggap sebagai pelanggaran yang paling ringan. Namun, dalam kondisi mabuk, ia kehilangan akal sehat hingga terjerumus dalam perbuatan zina dan pembunuhan. Kisah ini adalah bukti bahwa khamr mampu melumpuhkan kendali diri, mengaburkan akal, dan menjerumuskan seseorang ke dalam dosa-dosa lain yang lebih besar.
Tragedi serupa juga baru-baru ini terjadi di Yogyakarta. Seorang peminum minuman keras, dalam kondisi mabuk, tega menghabisi nyawa seorang santri. Peristiwa ini mengguncang masyarakat dan menjadi cerminan nyata dari peringatan dalam hadis tersebut. Dalam kondisi mabuk, manusia kehilangan akal sehatnya, dan batas antara yang benar dan salah menjadi kabur. Khamr, yang sering dianggap sepele, sekali lagi membuktikan diri sebagai pemicu tindakan kriminal yang menghancurkan kehidupan orang lain.
Dampak negatif khamr juga telah dikaji dalam berbagai penelitian. Alkohol memengaruhi fungsi otak, menurunkan daya pikir, dan sering kali memicu perilaku destruktif. Tidak sedikit kasus kriminal seperti pembunuhan, penganiayaan, hingga pemerkosaan berawal dari keadaan mabuk. Alkohol tidak hanya merusak individu yang mengonsumsinya, tetapi juga mengancam harmoni sosial dan meresahkan masyarakat luas.
Islam telah memberikan panduan yang jelas terkait bahaya ini. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 219, Allah berfirman bahwa meskipun khamr memiliki sedikit manfaat, dosanya jauh lebih besar daripada manfaatnya. Larangan terhadap khamr bukan semata-mata soal ritual keagamaan, melainkan upaya melindungi manusia dari kehancuran akhlak dan sosial. Sebuah komunitas yang bebas dari khamr adalah komunitas yang lebih sehat, damai, dan harmonis.
Tragedi di Yogyakarta seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua. Khamr bukan sekadar pilihan pribadi, melainkan ancaman nyata bagi tatanan sosial. Penyuluhan tentang bahaya alkohol, penegakan hukum yang tegas, serta pembinaan moral berbasis agama harus menjadi prioritas bersama. Generasi muda perlu dibekali dengan nilai-nilai yang kuat agar tidak mudah terjerumus ke dalam godaan yang merugikan ini.
Pada akhirnya, khamr adalah ujian bagi akal manusia. Menolak khamr bukan hanya bentuk ketaatan terhadap ajaran agama, tetapi juga bentuk tanggung jawab sosial untuk menjaga keharmonisan bersama. Jangan sampai dosa kecil ini menjadi awal dari kehancuran besar yang merugikan kita semua. Mari belajar dari tragedi, dan bersama-sama membangun kesadaran untuk menjauhi khamr sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai kemanusiaan dan agama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
