Mengkritisi Efektivitas Program Tapera untuk Masyarakat Indonesia
Kebijakan | 2024-12-04 16:20:56Di tengah tingginya harga properti dan rendahnya daya beli masyarakat, impian memiliki rumah layak sering kali hanya menjadi angan-angan bagi banyak keluarga Indonesia. Pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal bukan hanya diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, mengingat di negara berkembang kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya stabil (Abidin et al., 2024). Pemerintah Indonesia, melalui program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), berusaha memberikan solusi dengan menyediakan dana tabungan perumahan yang dapat diakses oleh pekerja, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Meskipun tujuan Tapera sangat mulia, pertanyaan besar tetap muncul: apakah program ini benar-benar efektif untuk membantu masyarakat Indonesia memiliki rumah? Dalam artikel ini, kita akan mengulas berbagai tantangan yang dihadapi Tapera dan bagaimana program ini dapat diperbaiki untuk memastikan lebih banyak warga negara dapat merasakan manfaatnya.
Tapera merupakan inisiatif yang dihadirkan oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung para pekerja, khususnya yang memiliki penghasilan rendah, agar dapat memiliki rumah melalui sistem tabungan perumahan. Namun, meskipun Tapera memiliki potensi untuk memberikan akses kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sejumlah tantangan serius masih mengemuka dalam implementasinya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21Tahun 2024, besaran simpanan atau iuran Tapera adalah 3% dari gaji atau upah peserta pekerja, serta penghasilan bagi peserta pekerja mandiri. Untuk peserta pekerja, besaran simpanan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5% dan pekerja sebesar 2,5%. Sementara itu, untuk peserta pekerja mandiri, besaran simpanan ditanggung sendiri sebesar 3%. Potongan ini menjadi salah satu hal yang banyak diperdebatkan publik dan teknis lain yang berkaitan dengan program TAPERA (Abidin et al., 2024). Program ini cenderung lebih menguntungkan bagi pekerja formal di kota besar, sementara mereka yang bekerja di daerah terpencil atau sektor informal justru terabaikan. Hal ini semakin memperjelas ketidakadilan dalam pembagian sumber daya ekonomi. Padahal, seharusnya program perumahan bisa menjangkau semua kalangan, tanpa terkecuali.
Tak hanya itu, program Tapera juga menghadapi tantangan dalam hal transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana tabungan. Meskipun Tapera bertujuan untuk memberikan solusi jangka panjang bagi pemenuhan kebutuhan perumahan, pengelolaan dana yang kurang transparan atau tidak akuntabel bisa menjadi celah bagi penyalahgunaan atau inefisiensi. Ketidakjelasan dalam alokasi dana dan pemanfaatannya, khususnya dalam distribusi kepada mereka yang benar-benar membutuhkan, dapat mengurangi kepercayaan publik terhadap program ini. Sebagai contoh, tanpa sistem pengawasan yang kuat, dana yang terkumpul bisa saja tidak digunakan secara optimal, atau hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang tidak memerlukan bantuan.
Secara keseluruhan, meskipun TAPERA memiliki niat yang baik untuk memberikan akses perumahan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, tantangan-tantangan besar dalam pelaksanaannya menunjukkan bahwa program ini belum cukup efektif untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dari ketidakmerataan akses, keterbatasan dana, hingga infrastruktur yang tidak mendukung, jelas bahwa TAPERA perlu evaluasi dan perbaikan yang lebih mendalam. Oleh karena itu, agar program ini benar-benar berhasil, pemerintah harus memperluas jangkauan kebijakan, meningkatkan transparansi, dan memastikan bahwa pembangunan perumahan yang terjangkau menjadi prioritas utama. Hanya dengan langkah-langkah tersebut, impian memiliki rumah layak dapat terwujud untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya bagi segelintir kalangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.