Kenaikan Tunjangan Guru, Bukan Jaminan Kesejahteraan Guru
Guru Menulis | 2024-12-04 09:23:52Kabar kenaikan guru ditanggapi dengan beragam reaksi. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru. Namun benarkah tunjangan kesejahteraan tersebut pasti mengantarkan guru pada kesejahteraan? Jawabannya jelas, tunjangan kesejahteraan tidak akan mengantarkan pada kehidupan sejahtera seluruh guru di neger ini. Tingginya hidup di negeri ini tidak akan mampu hanya dengan pemberian tunjangan kesejahteraan guru. Biaya barang kebutuhan pokok, biaya kesehatan, biaya pendidikan dan kenaikan PPN yang sudah ditetapkan, harus ditanggung seluruh rakyat, bukan hanya guru saja. Apalagi fakta berbicara, ada banyak oknum guru yang terlibat pinjol bahkan judol, bukan sekadar demi kesenangan namun demi memenuhi tuntutan biaya hidup.
Rendahnya gaji guru di negeri ini tidak terlepas dari kebijakan dan pandangan terhadap sistem ekonomi penguasa negeri. Kebijakan kapitalistik dan pandangan bahwa guru hanyalah pekerja yang merupakan faktor produksi rantai produksi suatu barang. Guru tidak dipandang sebagai insan mulia pendidik generasi dan penyampai ilmu, penjaga keberlangsungan kecerdasan generasi. Ketika kesejahteraan guru diabaikan maka kualitas pendidikan pun dipertaruhkan. Bukan karena guru mengejar gaji dan tunjangan namun memang tugas guru bukanlah tugas yang ringan selayaknya mendapat perhatian. Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan diantaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru dan lain sebagainya.
Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa'in), dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan. Negara seperti ini tidak akan menggelontorkan dana melimpah untuk bidang pendidikan, sebaliknya akan menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis penambah pemasukan.
Di lapangan, sekolah harus memeras otak agar biaya operasional sekolah mampu dipenuhi, dan tak sedikit sekolah swasta yang mematok sumbangan pendidikan secara fantastis, alasannya satu, anggaran pendidikan dari negara sangat tidak cukup untuk biaya operasional sekolah. Kebijakan yang sangat bertolak belakang dengan sistem Islam yang sangat memperhatikan guru karena guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis mencetak generasi yang berkualitas dan akan membangun bangsa dan menjaga peradaban. Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.
Tingginya gaji dan penghargaan terhadap guru pada masa khilafah Islam tidak perlu diragukan lagi, tinggal membuka lembaran sejarah yang pernah ditorehkan peradaban Islam. Tanggung jawab penguasa dalam sistem islam sungguh luar biasa salah satunya tanggung jawab menyelenggarakan pendidikan yang terbaik dan gratis. Penguasa dalam Islam adalah raa'in, yang memiliki tanggung jawab mengurus rakyatnya, dan seharusnye memiliki kepribadian Islam, khususnya kepribadian sebagai penguasa, akhliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara).
Dengan demikian, berharap pada janji pemimpin kapitalistik ibarat mimpi dii siang bolong, tidak akan pernah terwujud selama sistem yang mereka terapkan adalah sistem yang batil, Guru dan umat membutuhkan pemimpin yang serius mengurus seluruh rakyat bukan segelintir orang para pemilik modal yang menaikkan mereka pada puncak kekuasaan. Harapan terwujudnya kesejahteraan hanya bisa diberikan kepada pemimpin yang menerapkan sistem Islam secara kaffah, pemimpin yang adil, pemimpin yang bertakwa, pemimpin yang mempunyai visi dunia hingga akhirat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.