Homesick: Antara Rasa yang Menyapa dan Pelajaran yang Terselip
Curhat | 2024-12-03 09:06:19Luska Rensy-Universitas Airlangga
Tanjakan fase kehidupan tidak bisa dihindari oleh setiap manusia, termasuk perubahan diri dari siswa menjadi mahasiswa. Perubahan tersebut bukan sebatas perubahan label diri saja, melainkan disertai perubahan-perubahan besar lainnya. Banyak individu yang awalnya antusias dan optimis hidup dengan bahagia dan teratur, tiba-tiba merasa berubah 180° begitu menjalani perkuliahan. Kamar sepetak di tengah kota besar, tempat banyak individu berjuang mengusahakan semua mimpinya yang penuh tantangan. Setiap Individu berusaha menyelesaikan berbagai permasalahan sendiri tanpa membebani keluarga di rumah. Salah satu permasalahan yang sering dialami mahasiswa baru yakni homesick.
Ketika mendengar kata “homesick”, apa yang pertama kali terlintas di pikiran? Apakah kesedihan, tangisan tak tertahan, atau kerinduan mendalam terhadap rumah?
Thurber & Walton mengartikan homesick sebagai suatu perasaan cemas atau tekanan emosional yang disebabkan karena berpisah dari tempat tinggal. Dengan kata lain homesick dapat diartikan sebagai kondisi stress atau sebuah “penderitaan” mental saat individu jauh dari rumah dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan di lingkungan lama. Perasaan ini biasanya berkaitan dengan kesulitan beradaptasi dengan lingkungan baru, dimana perasaan rindu akan rumah sangat mendominasi diri.
Pernahkah kalian merindukan suara riuh keluarga, canda tawa, percakapan kecil, hingga pertengkaran ringan yang menghidupkan suasana rumah? Atau pernahkan kalian sedang sendiri di kos dan tanpa sadar berteriak “IBUUU!” dalam refleks spontan? Hal ini menggambarkan betapa kuatnya koneksi emosional terhadap keluarga. Suara dan aktivitas yang dianggap biasa saat bersama ternyata meninggalkan jejak mendalam ketika terpisah jarak. Perasaan ini sering dialami oleh siswa, mahasiswa, pekerja rantau, atau siapa pun yang tinggal jauh dari lingkungan asal.
Homesick adalah perasaan yang sangat wajar dialami seseorang, terutama ketika pertama kali jauh dari rumah. Perasaan tersebut menandakan bahwa kita masih menggap “rumah” sebagai tempat ternyaman untuk beristirahat dan berlindung. Homesick mengingatkan kita akan nilai penting dari "rumah" dalam kenyamanan fisik maupun emosional.
Bagi yang sudah atau sedang berada di fase homesick, kata tersebut terasa begitu menyakitkan, bagaikan bayang-bayang yang sulit lepas dari pemiliknya. Homesick dapat sangat mengganggu aktivitas jika tidak dihadapi dengan bijak. Namun disisi lain, homesick dapat diubah menjadi pelajaran yang mengajarkan kita untuk memetik hikmah dan pembelajaran baru dari setiap situasi. Menghadapi homesick memang bukan hal mudah, namun berikut beberapa cara untuk menghadapinya.
1. Terima keadaan
Pahami jika kehidupan terus berjalan dengan menghadirkan tantangan-tantangan baru. Akui bahwa homesick adalah hal yang normal dan dialami banyak orang. Perlahan, terimalah keadaan bahwa sekarang berada di fase jauh dari rumah untuk tujuan pendidikan dan karir. Berikan waktu kepada diri sendiri untuk beradaptasi adalah bagian dari proses kehidupan.
2. Meluapkan rasa sedih
Jangan merasa malu karena merasa sedih atau rindu, karena hal itu adalah bagian dari beradaptasi. Jika perasaan sedih datang, izinkan diri untuk menangis. Menangis bisa meredakan tekanan emosional dan memberi rasa lega. Menahan perasaan untuk terlihat kuat justru bisa memperburuk kondisi emosional. Selain menangis, meluapkan rasa sedih juga dapat dilakukan dengan tulisan, tuliskan apa yang sedang dirasakan. Hal ini bisa membantu untuk lebih mengenal diri lebih dalam dan memberi ruang untuk refleksi diri.
3. Terhubung dengan orang lain (teman)
Berbicara atau bercerita dengan teman tentang perasaan sedih atau rindu bisa membuat individu merasa lebih didengar dan dapat meringankan pikiran. Ketika perasaan sedih diutarakan, individu mungkin merasa lebih lega karena orang memahami keadaannya. Terlebih saat berbagi cerita dengan orang yang memiliki pengalaman serupa dapat membantu mengurangi rasa kesedihan akibat homesick.
4. Terhubung dengan keluarga
Terhubung dengan keluarga baik melalui pesan, telepon, atau video call dapat memberi rasa kedekatan. Bercerita tentang aktivitas keseharian di perantauan atau berbicara hal-hal ringan dapat sedikit mengobati kerinduan terhadap suasana rumah. Kehangatan dalam komunikasi online memberikan kenyamanan dan mengingatkan mengenai dukungan keluarga meski terpisah jarak.
5. Mencari rutinitas baru
Rutinitas baru dapat membantu menciptakan rasa teratur dan situasi menyenangkan di tempat baru. Lakukan hal-hal yang menyenangkan di tempat baru, seperti menjelajah kota, mencoba makanan baru, atau mengikuti kegiatan dan komunitas positif di kampus. Hal ini dapat membantu mengalihkan perhatian terhadap kerinduan rumah dan memberikan pengalaman kehidupan di tempat baru.
Semoga tulisan ini dapat membantu teman-teman yang masih terjebak dengan fase homesick. Di balik rasa berat yang menyapa, homesick menyimpan pelajaran tentang adaptasi, kemandirian, dan rasa syukur akan kebersamaan yang seringkali terabaikan. Nikmati fase homesick ini sebagai bagian perjalanan tumbuh yang akan membentuk diri menjadi versi lebih kuat. Rindu itu tanda cinta, rindu mengingatkan kita betapa pentingnya hal-hal yang kita anggap sepele sebelumnya ternyata sangat-sangat berharga. Banyak cinta untuk kalian yang berada di fase homesick. Proud of you guys!
Sumber:
Thurber, C. A., & Walton, E. A. (2012). Homesickness and adjustment in university students. Journal of American College Health, 60(5), 415–419.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.