Jejak Harapan
Sastra | 2024-12-02 20:37:55Angin malam berhembus dingin, menusuk hingga ke tulang. Namun Santi tidak memedulikannya. Ia tetap duduk di ambang jendela kecil rumah sederhananya, menatap hampa ke arah jalan setapak yang menghubungkan kampungnya dengan pusat kota. Pikirannya dipenuhi kekhawatiran.
Sudah hampir dua bulan ini Santi menganggur. Suaminya, Ardi, bekerja serabutan sebagai buruh lepas di beberapa proyek konstruksi. Penghasilan mereka jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk menabung atau merencanakan masa depan. Mereka bahkan telah terlambat membayar uang sewa rumah selama dua bulan. Santi merasa putus asa. Ia tahu ia harus segera mencari pekerjaan, tapi di kampung ini peluang kerja sangat terbatas.
Santi adalah seorang muslimah taat. Ia selalu rajin menjalankan kewajiban agamanya, termasuk bersedekah setiap bulan dari hasil jerih payuhnya bekerja dulu. Namun kini, ketika ekonomi keluarga terjepit, Santi dihadapkan pada dilema moral. Haruskah ia menghentikan sedekahnya demi memenuhi kebutuhan dapur? Atau tetap berpegang pada keyakinannya bahwa sedekah akan membawa berkah?
Santi menghela napas panjang. Ia teringat nasehat mendiang ibunya dulu, "Jangan pernah meninggalkan sedekah, nak. Rezeki akan datang dari jalan yang tak terduga jika kita tetap bersedekah." Namun kenyataannya, sudah berbulan-bulan ini Santi dan keluarganya hidup dalam kekurangan. Keyakinannya mulai goyah.
Malam semakin larut. Santi memutuskan untuk masuk dan mempersiapkan diri untuk shalat tahajud. Mudah-mudahan di dalam sujudnya, Allah memberi petunjuk atas dilema yang sedang dihadapinya. Sepanjang shalat, Santi berdoa dengan khusyuk, memohon agar Allah memberikan jalan keluar dari kesulitan yang menimpanya.
***
Pagi itu Santi terbangun lebih awal dari biasanya. Setelah menunaikan shalat subuh, ia bergegas membereskan rumah dan menyiapkan sarapan sederhana untuk keluarganya. Ardi sudah pergi sejak dini hari untuk mencari pekerjaan serabutan lagi. Santi berdoa dalam hati, semoga suaminya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik hari ini.
Santi baru saja selesai mencuci piring ketika terdengar ketukan di pintu. Seorang tetangga, Pak Haji Usman, berdiri di depan rumahnya dengan wajah berseri-seri.
"Assalamualaikum, Santi. Maaf mengganggu pagi-pagi begini," sapa Pak Haji Usman ramah.
"Wa'alaikumsalam, Pak Haji. Silakan masuk, ada apa gerangan?" Santi mempersilakan tamunya dengan bingung.
"Begini, Santi. Saya dengar kamu sedang kesulitan ekonomi. Apa itu benar?" tanya Pak Haji Usman hati-hati.
Santi mengangguk pelan. "Iya, Pak. Sudah hampir dua bulan ini kami menganggur. Penghasilan Ardi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Kami bahkan sudah terlambat membayar uang sewa."
Pak Haji Usman mengangguk-angguk. "Saya turut prihatin mendengarnya. Sebagai tetangga, saya ingin membantu meringankan beban keluargamu." Ia lalu menyerahkan sebuah amplop coklat kepada Santi. "Ini ada sedikit bantuan dari saya. Semoga bisa membantu."
Santi tertegun. Matanya berkaca-kaca menerima uluran tangan Pak Haji Usman. "Terima kasih banyak, Pak. Tapi saya tidak enak menerimanya. Kami masih mampu untuk bertahan."
"Jangan sungkan, Santi. Anggap saja ini sedekah dari saya. Lagipula, kamu kan juga rajin bersedekah selama ini. Sekarang giliranmu yang menerima," ujar Pak Haji Usman dengan senyum lebar.
Santi tak kuasa menahan air matanya. Ia teringat kembali nasehat mendiang ibunya. "Rezeki akan datang dari jalan yang tak terduga jika kita tetap bersedekah." Ternyata Allah mendengar doanya semalam.
"Terima kasih banyak, Pak Haji. Jazakumullahu khairan," ucap Santi tulus seraya memeluk Pak Haji Usman.
Selepas kepergian Pak Haji Usman, Santi segera membuka amplop coklat itu. Matanya terbelalak melihat isinya. Cukup untuk membayar uang sewa selama dua bulan ke depan dan sedikit tambahan untuk membeli bahan-bahan pokok. Santi bersyukur dalam hati. Keyakinannya pada takdir Tuhan kembali teguh.
***
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Berkat bantuan dari Pak Haji Usman, Santi dan keluarganya dapat bertahan. Santi tetap rajin bersedekah meski dalam kondisi keuangan yang terbatas. Ia yakin, Allah akan membalas kebaikannya.
Suatu hari, Ardi pulang dengan wajah cerah. Ia mendapatkan pekerjaan tetap di sebuah perusahaan kontraktor di kota. Gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan bahkan sisanya bisa ditabung.
"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa keluar dari masalah ekonomi ini, Santi. Semua berkat kesabaranmu dan keyakinanmu pada Allah," ujar Ardi bangga.
Santi tersenyum haru. "Iya, Ardi. Kita harus tetap bersyukur dan percaya pada takdir-Nya. Rezeki pasti akan datang jika kita tetap istiqamah."
Santi mengelus perutnya yang mulai membesar. Ia dan Ardi akan segera menyambut anggota keluarga baru. Santi yakin, dengan tetap berpegang pada keyakinan spiritual dan kebajikan, keluarganya akan terus diberkahi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.