Sejarah dan Mitos Kobak Nyamplung Tempat Pemandian 7 Bidadari?
Sastra | 2025-01-03 21:45:39Mitos atau sastra lisan menurut para ahli Antropologi adalah cerita atau narasi yang digunakan untuk menjelaskan fenomena alam, asal-usul dunia, atau hukum kehidupan manusia. Namun, para ahli sejarah berpendapat bahwa mitos lebih dari sekadar cerita fiksi, mitos juga bisa menjadi representasi dari nilai-nilai dan norma-norma yang dipegang oleh suatu masyarakat.
Di Indonesia sendiri mitos menjadi salah satu keragaman budaya yang tak ternilai harganya di setiap daerah pasti memiliki mitos atau cerita lisan yang beredar di masyarakat dan masih dipercayai sampai sekarang, seperti cerita mengenai Kobak Nyamplung yang berada di daerah Tangerang Selatan, Pondok Cabe Ilir. Pada tanggal 21 November lalu kami melakukan penelitian observasi untuk mengetahui mitos dan sejarah yang berkembang di masyarakat mengenai Kobak Nyamplung tersebut.
Kami berhasil mewawancarai salah satu narasumber yang dianggap oleh warga desa sebagai orang yang paling tahu mengenai sejarah dan mitos Kobak Nyamplung ini beliau bernama Pak Eko (58) selaku ketua RT setempat. Beliau berkata, “Bahwa mata air ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, dan kenapa diberi nama Kobak Nyamplung? Karena terdapat pohon nyamplung di atasnya.”
Pak Eko pun menceritakan bahwa pada zaman dulu saat terjadi kemarau, air dari sumur tersebut tidak surut dan terus melimpah, sehingga mata air inilah menjadi penyelamat warga saat musim kemarau.
Pak Eko pun menceritakan mengenai beberapa pendatang yang datang ke Kobak Nyamplung untuk mengambil airnya sebagai obat. “ Kemarin itu ada yang dari Garut datang ke sini izin sama saya untuk mengambil air sebagai obat dan ya saya persilakan. Namun saya bilang ke beliau, semoga ikhtiar Bapak bisa membuahkan hasil namun jangan merasa kalau air itu beneran menyembuhkan. Kita ikhtiar boleh tapi semuanya, ‘kan terserah sama yang Di Atas.” Walaupun banyak orang yang mempercayai bahwa air dari kobak nyamplung itu bisa menyembuhkan, namun Pak Eko menegaskan bahwa boleh ikhtiar tapi tetap harus berserah diri kepada Tuhan yang Maha Esa.
Berkaitan dengan mitos yang ada di Kobak Nyamplung, Pak Eko menceritakan mengenai mitos yang beredar di masyarakat. “Terkait dengan cerita mitos yang saya tahu dari kakek saya, bahwa di Kobak Nyamplung ini dulunya menjadi tempat pemandian para bidadari dan terdapat dua ular yang menjadi penunggu kobak nyamplung,” ujar Pak Eko siang itu. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa kedua ular penunggu Kobak Nyamplung itu memiliki sifat positif dan negatif.
Walaupun demikian warga setempat termasuk Pak Eko, berupaya untuk terus melestarikan Kobak Nyamplung dengan mengurus persuratan Kobak Nyamplung sebagai salah satu cagar budaya di Tangerang Selatan. Diharapkan sumber mata air ini terus terjaga kelestariannya. Pak Eko menegaskan bahwa memang sudah menjadi keharusan untuk kita melestarikan kebudayaan leluhur kita, agar tidak hilang ditelan zaman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.