Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sabriena Permata Prasetya

Pelecehan Seksual pada Wanita: Salah Siapa?

Edukasi | 2024-11-25 22:33:09

Baru-baru ini platform media sosial sering membahas mengenai pelecehan seksual yang menimpa wanita di masyarakat. Pelecehan tidak hanya dapat terjadi pada wanita, tetapi juga bisa menimpa pria. Tindakan ini sangat tidak pantas dan merupakan perilaku yang tidak terpuji. Di antara berbagai jenis pelecehan yang terjadi, wanita sering dianggap sebagai korban yang paling rentan. Meskipun begitu, wanita sering kali disalahkan karena mengenakan pakaian yang terbuka, sehingga dianggap menarik perhatian pelaku pelecehan seksual untuk melakukan aksinya.

Sebenarnya, apa itu pelecehan seksual? Pelecehan seksual mencakup semua tindakan seksual yang tidak diinginkan yang dipaksakan dan mengancam korban, baik dalam bentuk fisik, lisan, atau isyarat seksual yang dapat menyinggung, mempermalukan, dan mengintimidasi korban.

Korban pelecehan seksual biasanya ragu untuk melaporkan kejadian yang mereka alami karena merasa terancam oleh pelaku, takut akan pengucilan, merasa malu, dan merasa disalahkan. Yang menyedihkan, ada cara pandang di masyarakat yang lebih cenderung menyalahkan korban, seperti menilai pakaian wanita yang dianggap terlalu terbuka sehingga dianggap memicu hasrat pelaku pelecehan, kekerasan seksual, bahkan pemerkosaan.

Namun, kini pandangan itu tidak lagi berlaku. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada tahun 2018 dengan melibatkan 62.224 responden pada tahun 2018, terbukti bahwa mayoritas korban pelecehan seksual mengenakan pakaian tertutup saat mengalami kejadian tersebut. Sebagian besar pelecehan terjadi pada mereka yang mengenakan rok dan celana (17,47%), diikuti oleh baju lengan panjang (15,82%), seragam sekolah (14,23%), baju longgar (13,80%), hijab pendek/sedang (13,20%), baju lengan pendek (7,72%), seragam kantor (4,61%), hijab panjang (3,68%), rok selutut atau celana selutut (3,02%), serta baju ketat atau celana ketat (1,89%). Mereka yang mengenakan hijab dan cadar juga mengalami pelecehan seksual (0,17%). Jika dijumlahkan, ada 17% responden yang mengenakan hijab yang mengalami pelecehan seksual. Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa waktu terjadinya pelecehan seksual bagi korban mayoritas terjadi pada siang hari (35%) dan sore hari (25%). Jadi, dapat disimpulkan bahwa pandangan masyarakat tidaklah tepat karena mayoritas pelecehan seksual terjadi pada korban yang berpakaian tertutup.

Pihak yang menyalahkan pakaian wanita dalam kasus pelecehan seksual sering berpendapat bahwa "tidak ada asap tanpa api." Mereka percaya bahwa pelecehan seksual tidak akan terjadi jika tidak ada faktor yang mendorong pelaku untuk melecehkan korban. Ada juga yang berpendapat bahwa pelecehan seksual bisa terjadi karena korban tidak menutup aurat, sehingga dianggap wajar karena korban tidak mengikuti aturan agama. Dalam hal ini, membuka aurat dipandang sebagai kesalahan dari perspektif agama, sementara pelecehan seksual juga dianggap salah dari segi agama, moral, dan sosial. Namun, kedua hal ini tidak saling berhubungan, jika melanggar satu kesalahan tidak berarti akan melanggar kesalahan lainnya.

Paradigma yang ada di masyarakat ini perlu diperbaiki agar para korban pelecehan dan kekerasan seksual tidak semakin merasa tertekan dan terintimidasi. Selain itu, masyarakat harus memberikan empati serta mendukung para korban sehingga mereka merasa aman dan berani melaporkan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual yang dialaminya.

Tingginya angka pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi sepenuhnya berasal dari niat dan pikiran jahat dari para pelakunya. Hal itu tidak ada hubungannya dengan pakaian yang dikenakan. Meskipun kita berpikir bahwa korban mengenakan pakaian yang terbuka dan ‘mengundang', hal tersebut tidak menjadi alasan untuk membenarkan perilaku pelecehan dan kekerasan seksual. Setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih ketika dihadapkan dengan sesuatu yang 'mengundang', apakah akan menundukkan pandangan atau melakukan pelecehan. Sesuatu yang 'mengundang' tidak otomatis mendorong seseorang berperilaku pelecehan seksual, melainkan merupakan keputusan kita sebagai manusia yang memiliki akal dan keinginan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image