2 Tahun Pasca Peluncuran ChatGPT: Memperkuat K-Fintech dan Pasar Indonesia yang Berbumbu
Teknologi | 2024-11-24 14:04:11Teknologi kecerdasan buatan telah merevolusi industri secara masif dan membentuk kembali cara kita berinteraksi dengan teknologi. Di antara perkembangan ini, ‘Booming ChatGPT’ telah menjadi penggerak yang signifikan, yang memicu gelombang baru adopsi kecerdasan buatan (AI) di seluruh sektor global. Hal ini paling nyata terlihat di lanskap keuangan Korea dan Indonesia, tempat fintech muncul sebagai kekuatan yang baru. Kita telusuri bagaimana AI, yang didorong oleh pengaruh ChatGPT, membangun sektor keuangan di kedua negara Asia ini.
‘Booming ChatGPT’ dan Pengaruhnya pada Sektor Keuangan
Istilah ‘Booming ChatGPT’ menggambarkan lonjakan minat AI yang mengejutkan berbagai industri, sebagian besar berkat aksesibilitas dan fleksibilitas model AI seperti ChatGPT OpenAI. Dari menyederhanakan alur kerja hingga menghasilkan solusi kreatif, AI dengan cepat menjadi sangat penting bagi banyak sektor. Di dunia keuangan Asia, dampak ini khususnya berdampak pada Korea dan Indonesia, di mana AI mendorong perubahan, inovasi, dan pertumbuhan.
Korea dan Indonesia termasuk dalam top 20 PDB terbesar di dunia dan merupakan pemimpin baru dalam bidang fintech di Asia, masing-masing dengan kekuatan uniknya sendiri. Korea dikenal dengan kecanggihan teknologinya dan kerangka regulasi yang kuat, sementara fokus Indonesia adalah pada inklusi keuangan dan perluasan akses ke layanan. Bersama-sama, keduanya menghadirkan pendekatan yang berbeda tetapi saling melengkapi untuk memanfaatkan AI dalam fintech.
Penguasaan Fintech Berbasis AI di Korea
Lanskap fintech Korea Selatan sudah mapan dan terus berkembang dengan kecepatan yang luar biasa. Lembaga keuangan dan perusahaan rintisan terkemuka telah merangkul AI, memanfaatkannya untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan menyederhanakan operasi. Misalnya, bank-bank Korea telah mengintegrasikan model seperti ChatGPT sebagai asisten virtual multibahasa yang memberikan dukungan waktu nyata, menawarkan layanan yang dipersonalisasi kepada beragam pelanggan.
Dalam program K-Asia Banker School, yang mana penulis berpartisipasi dalam program ini misalnya, dipaparkan bahwa teknologi AI digunakan dalam banyak hal seperti pada Kookmin Bank (KB) telah memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi dalam analisis kredit melalui sistem yang dikenal sebagai BICS (Big data CSS). Sistem ini menggunakan algoritma pembelajaran mesin untuk mengalirkan data keuangan dan non-keuangan secara otomatis, memungkinkan identifikasi perusahaan dengan potensi pertumbuhan tinggi. Selain itu, BICS menghasilkan laporan lengkap yang mencakup analisis risiko dan rekomendasi, yang disediakan untuk staf kredit perusahaan. Dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan kondisi ekonomi melalui pembaruan data secara berkala, BICS menjadi langkah inovatif dalam mendukung keputusan kredit yang lebih akurat dan cepat.
Di sektor asuransi, Samsung Fire Insurance memanfaatkan AI untuk menggerakkan dan mempercepat proses evaluasi kesehatan pelanggan. Melalui penerapan teknologi OCR (Optical Character Recognition), sistem ini dapat menganalisis data medis pelanggan secara otomatis, seperti catatan rawat inap dan hasil pemeriksaan, guna menentukan kelayakan asuransi kanker tanpa memerlukan dokumen tambahan. Di luar Korea, startup global seperti Beam Dental menunjukkan inovasi serupa dengan mengintegrasikan data dari sikat gigi pintar ke dalam layanan asuransi kesehatan gigi. Data tentang kebiasaan menyikat gigi pengguna digunakan untuk memberikan program diskon dan layanan kesehatan yang lebih personal, membuktikan bagaimana teknologi pintar dapat mendukung layanan keuangan yang lebih terarah dan efisien.
Perluasan Pasar Berbasis AI di Indonesia
Di sisi lain, Indonesia menghadirkan serangkaian peluang dan tantangan yang berbeda. Indonesia telah berfokus pada peningkatan inklusi keuangan, yang bertujuan untuk menyediakan layanan perbankan bagi populasi yang tidak memiliki rekening bank. Di sini, AI memainkan peran penting dalam menjembatani kesenjangan antara perbankan tradisional dan mereka yang memiliki akses terbatas ke layanan keuangan.
Chatbot, layanan yang diaktifkan dengan suara, dan model penilaian kredit yang disempurnakan dengan AI adalah beberapa inovasi yang membantu perusahaan fintech Indonesia menjangkau masyarakat yang kurang terlayani. Dengan menyesuaikan solusi AI dengan kebutuhan lokal, lembaga keuangan telah berhasil menyederhanakan perbankan, sehingga memungkinkan penduduk pedesaan mengakses layanan yang sebelumnya tidak terjangkau.
Selanjutnya, berdasarkan data Bank Indonesia, Pada tahun 2024, Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang digunakan sebagai acuan standardisasi pembayaran dengan kode QR mengalami pertumbuhan yang signifikan, mencerminkan peningkatan adopsi pembayaran digital di Indonesia. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada bulan April 2024, nominal transaksi QRIS tumbuh 194,06% secara tahunan (year-on-year/YoY), dengan jumlah pengguna mencapai 48,90 juta dan jumlah merchant sebanyak 31,86 juta.
Selain itu, implementasi QRIS lintas batas negara juga menunjukkan peningkatan. Sepanjang April 2024, transaksi QRIS lintas negara meningkat lebih dari 34% YoY, mencerminkan perluasan penggunaan QRIS di luar negeri. Bank Indonesia terus berupaya memperluas jangkauan QRIS lintas batas ke negara-negara lain, termasuk Korea Selatan, Jepang, dan Uni Emirat Arab, guna mendukung transaksi internasional yang lebih efisien.
Dari data tersebut, kecerdasan buatan (AI) dapat digunakan untuk QRIS mengidentifikasi banyak data, termasuk pola pembayaran dan perilaku konsumen. Data ini dapat dijelaskan menggunakan AI untuk mengidentifikasi pola belanja seperti memahami kebiasaan pengguna sehingga lembaga keuangan dapat menawarkan layanan yang lebih relevan terhadap pengguna. Tidak hanya itu, deteksi dan pencegahan penipuan dapat dilakukan dengan bantuan AI. AI dapat membantu menampilkan transaksi QRIS secara real-time untuk mendeteksi aktivitas yang mencurigakan.
Kolaborasi Masa Depan dan Dampak Regional
Potensi kolaborasi lintas batas antara Korea dan Indonesia sangat besar. Karena kedua negara terus menyempurnakan teknologi AI mereka, muncul peluang untuk berbagi keahlian dan sumber daya, yang tidak hanya menguntungkan mereka sendiri tetapi juga ekosistem fintech Asia yang lebih luas. Kita bisa membayangkan masa depan di mana keahlian AI Korea meningkatkan inklusi keuangan Indonesia, dan pengalaman pasar Indonesia membantu perusahaan Korea beradaptasi dengan wilayah baru. Kolaborasi semacam itu dapat menjadi landasan ekosistem fintech Asia yang bersatu dan kuat.
Dengan pertumbuhan AI yang berkelanjutan, Korea dan Indonesia dapat membentuk masa depan lanskap keuangan Asia, menetapkan tren, dan membangun model untuk diikuti negara lain. Dari meningkatkan produktivitas dan stabilitas keuangan hingga mempromosikan inklusivitas, ‘Booming ChatGPT’ berpotensi untuk mendefinisikan ulang dampak sosial dan ekonomi AI dalam keuangan di seluruh Asia.
Membentuk Masa Depan Fintech di Asia
‘Booming ChatGPT’ membantu mentransformasikan penggunaan AI di sektor keuangan Korea dan Indonesia. Penguasaan teknologi Korea dan fokus Indonesia pada inklusi menunjukkan berbagai cara AI dapat mendorong pertumbuhan fintech. Korea dan Indonesia tengah mempersiapkan kemungkinan masa depan di mana layanan keuangan lebih personal, efisien, dan mudah diakses.
Bagi para pembaca, kesimpulannya jelas bahwa AI akan tetap ada, dan pengaruhnya akan terus tumbuh. Baik Anda berkecimpung di bidang keuangan, teknologi, atau sekadar ingin tahu tentang masa depan, peluang yang dihadirkan oleh AI dan fintech sangat luas. Saatnya untuk memikirkan bagaimana teknologi ini dapat mengubah industri Anda dan bagaimana Anda dapat memanfaatkannya untuk keuntungan Anda.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.