Banten di Persimpangan: Tantangan Bagi Sang Pemimpin Baru
Politik | 2024-11-22 21:23:58REPUBLIKA.CO.ID -- Secara geografis Banten merupakan Provinsi paling Barat di Pulau Jawa. Banten sebagai Provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak kedua setelah Jawa Timur yaitu dengan jumlah 12,43 juta jiwa. Banten juga memiliki sumber daya alam yang melimpah dengan beberapa wilayah pertanian yang tersedia. Kelebihan-kelebihan tersebut seharusnya menjadikan Banten sebagai provinsi yang maju dan mampu bersaing dengan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Tetapi, apakah realitanya seperti itu? Apakah Banten sudah maju? Apakah tata kota dan tata Kelola pemerintahan Banten sudah rapi? Bagaimana pemerintahan sebelumnya dan yang akan datang mampu menyelesaikan permasalahan yang ada di Banten?
Saat ini, Banten menghadapi sejumlah masalah seperti kemiskinan, pengangguran, dan rendahnya kebahagiaan warga. Hal ini diperparah oleh dominasi politik oleh kelompok tertentu dan kondisi ekonomi yang buruk. Banten merupakan Provinsi paling tidak bahagia dengan skor 68,08 disusul dengan provinsi Bengkulu dan Papua. Hal ini tidak jauh dari beberapa masalah seperti kondisi politik di Banten yang selalu dikaitkan dengan kekuasaan mutlak atas satu koloni saja. Apalagi, jika kita lihat beberapa masalah khususnya di bidang ekonomi. Tidak bisa dipungkiri, kondisi ekonomi Banten saat ini dapat dikatakan sangat buruk.
Pemilu dan pilkada mendatang sangat penting untuk menentukan masa depan Banten. Saat ini merupakan tahun yang sangat menentukan karena terdapat pemilu dan pilkada yang akan menentukan masa depan bangsa, khususnya di Provinsi Banten. Masalah yang dihadapi saat ini adalah dampak negatif dari kepemimpinan buruk penguasa sebelumnya. Pertanyaannya adalah, apakah era kepemimpinan baru akan mampu mengatasi masalah tersebut atau justru memperburuk situasi? Kedua calon pemimpin merupakan produk dinasti politik dan memiliki reputasi besar di kalangan pendukung mereka.
Masyarakat Banten mengeluhkan kondisi buruk provinsi mereka, terutama di bidang ekonomi dan tata kota. Tata Kota di Provinsi Banten sangat tidak memadai, mulai dari transportasi umum yang terbatas, jembatan penyebrangan yang langka, dan sistem transportasi umum yang kacau. Berbanding terbalik dengan provinsi tetangga yaitu, Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang memiliki sistem transportasi publik yang sangat tertata. Meskipun kereta rel listrik (KRL) telah menghubungkan Tanah Abang ke Rangkasbitung, akses transportasi di wilayah Banten lainnya terbatas. Selain itu, jumlah jembatan penyeberangan di Banten, terutama di Kota Serang, sangat sedikit. Kurangnya konektivitas ini berdampak besar pada ekonomi Banten karena integrasi transportasi sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik, PDRB Provinsi Banten menyentuh angka Rp 217 Triliun, sedangkan Provinsi DKJ Jakarta mencapai Rp 896 Triliun. Meskipun, banten memiliki sumber daya alam yang melimpah, pemanfaatannya belum optimal, sehingga potensi surplus ekonominya belum terealisasi. Banten memiliki potensi ekonomi yang besar jika memanfaatkan sumber daya alamnya, bahkan berpeluang melampaui DKJ Jakarta. Namun, penataan ruang yang buruk membatasi pemanfaatan lahan untuk fasilitas seperti ruang terbuka hijau dan taman bermain. Selain itu, Pendidikan juga merupakan tantangan besar di Provinsi Banten. Distribusi pendidikan yang tidak merata hingga ke pelosok desa dan minimnya fasilitas yang memadai menghambat efektivitas belajar-mengajar. Kualitas pendidikan di Banten masih jauh dari harapan, dengan aksesibilitas yang sangat terbatas.
Dalam republik kita, pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) diadakan setiap lima tahun dan dikenal sebagai "pesta rakyat". Sebagai warga negara, kita bertanggung jawab untuk memilih dari kandidat yang tersedia dalam pemilu. Pada tahun ini, kita akan kembali menghadapi momen penting ini, meliputi pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan pimpinan daerah. Pemilu merupakan penentu penting bagi masa depan bangsa, dimana pilihan kita turut membentuk nasibnya. Keputusan politik, terutama dalam lingkup lokal seperti pimpinan daerah, memiliki dampak langsung yang akan kita rasakan.
Meskipun kedua kandidat pilkada mengusung visi yang serupa, yakni pemerataan infrastruktur dan tata kelola pemerintahan yang baik, namun sejak tahun 2019 hingga 2024, visi ini terus diulang tanpa terlihat hasil nyata. Akibatnya, masyarakat Provinsi Banten menjadi skeptis dan menganggap visi tersebut hanyalah taktik untuk menarik suara. Mereka menilai bahwa visi-misi yang disampaikan tidak diikuti dengan tindakan konkret dan manfaat yang dirasakan oleh rakyat.
Saat ini, masyarakat Banten menaruh banyak harapan pada masa depan provinsi mereka. Mereka bertanya-tanya sampai kapan praktik nepotisme dan kelompok sempit akan terus merajalela. Mereka mendambakan Banten menjadi "JAWARA" yang mampu bersaing dengan Jakarta di berbagai sektor. Ketergantungan pada Tangerang sebagai tulang punggung ekonomi Banten menjadi pertanyaan besar. Masyarakat berharap pemimpin baru akan memberikan solusi untuk persoalan-persoalan tersebut.
Dalam pemerintahan, keberhasilan kebijakan tidak hanya bergantung pada perencanaan atau peraturan, tetapi juga pada faktor penting yang disebut kemauan politik. Kemauan politik adalah tekad dan komitmen pemimpin untuk melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Tanpa kemauan politik yang kuat, kebijakan yang dirancang dengan baik pun tidak dapat diimplementasikan secara efektif dan menghasilkan perubahan yang diinginkan. Masalah pemerintahan yang berkelanjutan sering kali disebabkan oleh kurangnya komitmen politik dari pihak berwenang. Kepentingan berbeda yang dibawa oleh pemimpin dapat menjadi penghalang dalam mencapai solusi, sehingga masalah tersebut terus muncul.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.