Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ressy Nisia

Hari Anak Sedunia Listen to The Future: Mampukah Menjawab Tantangan Global?

Info Terkini | 2024-11-20 16:13:45

“A child is the most beuatifull gift this world has to give”

Anak merupakan anugrah terbaik yang Alloh berikan. Keberadaan anak bukan hanya mengundang kebahagiaan bagi orangtua tapi juga menjadi harapan generasi dan bibit bagi peradaban yang gemilang.

Dilansir dari laman United Nation Children’s Fund (UNICEF), Hari Anak Sedunia yang jatuh pada 20 November 2024 mengangkat tema Listen to The Future (dengarkan masa depan)”.

Tema ini mendorong dunia untuk secara aktif mendengarkan harapan, impian dan visi anak-anak untuk masa depan.

Serta mempromosikan hak anak untuk berdaya dan berpartisipasi menyuarakan tentang dunia yang ingin mereka tinggali dengan dukungan berbagai pihak, seperti keluarga, sekolah, masyarakat dan negara.

Overview Hari Anak Sedunia

Pada 1946, Majelis Umum PBB membentuk UNICEF sebagai badan Internasional yang mengelola dana bagi anak-anak di seluruh dunia, terutama di negara berkembang.

Misi utamanya untuk membela hak-hak anak dan percaya bahwa anak mempunyai hak yang sama untuk tumbuh di lingkungan yang aman dan inklusif.

Dalam sidang PBB ke-512, Majelis Umum PBB mendeklarasikan tanggal 14 Desember 1954 sebagai Universal Children’s Day (Hari Anak Universal) yang selanjutnya diubah menjadi World Children Day (Hari Anak Sedunia).

Deklarasi ditujukan untuk mempromosikan kebersamaan bersifat Internasional untuk memperbaiki kesejahteraan anak sedunia.

Dalam sidang PBB ke-841, 20 November 2024, Majelis Umum PBB mengadopsi Deklarasi Hak Anak yang terdisi dari 10 asas untuk melindungi hak-hak anak seperti pendidikan, lingkungan yang supportif, serta hak atas jaminan kesehatan.

20 November 1989 ditetapkan sebagai awal perayaan Hari Anak Sedunia untuk memperingati Deklarasi dan Konvensi Hak Anak. Konvensi ini memberikan kerangka kerja yang lebih komprehensif untuk melindungi hak-hak anak secara hukum.

Disparitas Orientasi Nilai

Menurut UNICEF, dilansir Detik.news (20/11/2024), perlu dibangun percakapan dengan anak tentang ide, prioritas dan impian anak.

Beberapa topik yang bisa digunakan untuk mendukung percakapan dengan anak, seperti perubahan iklim, konflik dan perang, rasisme, kebiasaan digital yang sehat dalam rumah, tips berkomunikasi dengan anak remaja, serta tips berkomunikasi dengan anak kecil.

Selain dari tips and trick, UNICEF menyertakan pemasalahan global seperti perubahan iklim, konflik, perang serta rasisme dalam topik pembahasannya.

Berbicara terkait visi atau cara pandang, kita harus menegakan terlebih dahulu ideologi yang dipakai. Karena standar kebenaran dan kebaikan akan menjadi bias bergantung ideologi yang diadopsi atau dianut.

UNICEF dibawah naungan PBB bersama negara-negara Barat dan proxy-nya mengemban ideologi kapitalisme-liberalisme. Sistem kapitalisme-liberalisme memungkinkan disparitas orientasi nilai karena tidak ada ukuran tetap tentang kebaikan dan kebenaran.

Seperti kita tahu ideologi kapitalisme-liberalisme memberikan jaminan kebebasan kepada semua orang untuk berpikir, berpendapat dan berpilaku, serta menjadikan keuntungan & manfaat “material” sebagai tujuan.

Baik dan benar menjadi bias bergantung opini yang merebak, adat istiadat setempat juga sudut pandang masing-masing individu. Lalu dunia seperti apakah yang akan tercipta dengan disparitas orientasi tersebut?

Bagaimana bisa anak berbicara tentang perubahan iklim jika dasar kebijakannya kapitalisme-liberalisme? Sementara kita mengetahui secara pasti bahwa penyebab utama kerusakan iklim adalah kapitalisasi dan liberalisasi lahan oleh para elite global. Penggusuran lahan dan eksploitasi SDA yang memicu deforestasi dan kerusakan iklim.

Bagaimana bisa anak berbicara tentang konflik, perang dan rasisme? Pada faktanya banyak kejahatan perang dan konflik berkepanjangan akibat imperialisme atau penjajahan oleh negara-negara kapitalis-liberal. Seperti penjajahan di Palestina dan tempat lainnya yang berlarut-larut tanpa solusi hingga saat ini.

Disintegrasi sosial dan sentralisasi kekuasaan absolut yang dikendalikan oleh oligarki menyebabkan tekanan sosial yang berdampak pada terhambatnya kemampuan masyarakat untuk merespon masalah ekologi, sosial dan ekonomi.

Ahli kehancuran dan sejarawan Joseph Tainter berpendapat, “Masyarakat pada akhirnya akan runtuh di bawah beban akumulasi kompleksitas dan birokrasinya sendiri”.

Hal ini menegaskan narasi pemberdayaan dan partisipasi anak terhadap dunia yang mereka inginkan, merupakan ilusi dari penguatan opini elit global untuk mengukuhkan hegemoni kapitalismenya.

Addopting Islamic Education

Islam memposisikan anak sebagai amanah, yang akan dipertanggung jawabkan kelak di akherat. Anak merupakan aset dunia dan akherat, bahkan doa anak yang shalih mampu menjadi amal jariyah (amal yang tidak putus hingga sudah meninggal) bagi kedua orangtuanya. Sehingga dalam pengurusannya membutuhkan panduan yang tegak, baik dan benar, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-Baqarah ayat 216, “Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui”.

Dalam Islam tingkah laku manusia terdiri atas 2 yaitu konsep (mafahim) dan kecenderungan (muyul). Konsep dibentuk atas pemikiran yang realitasnya dipahami akal, meyakininya dan mempengaruhi tingkah laku. Sementara kecenderungan dibentuk dari naluri, asosiasi dan konsep.

Konsep kepribadian Islam bersandar pada halal dan haram, bukan manfaat. Setiap anak dibentuk untuk taqwa dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan kecenderungan anak berupa naluri serta konsep ditundukan dan diarahkan pada pemenuhan sesuai Islam.

Islam membentuk anak agar memiliki kualifikasi calon pemimpin sebagai aset terbaik bagi peradaban. Dengan penguatan konsep dan kecenderungan berbasis aqidah Islam serta sinergitas keluarga, masyarakat dan negara yang menerapkan hukum Islam secara menyeluruh, maka akan terbentuk problem solving yang shahih.

Visi Islam menembus akhirat, dengan serangkaian misi dunia. Setiap anak akan diarahkan untuk mengamalkan amalan terbaik, menjadi khalifah di muka bumi, berperan aktif membangun peradaban gemilang, menjadi problem solver yang shahih dan melanjutkan risalah Rasulullah saw untuk menjadikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Selanjutnya negara sebagai raa’in dan junnah bertugas untuk mendakwahkan aturan Allah swt dengan menuangkannya dalam konstitusi untuk kemudian diumumkan dan mengikat bagi seluruh rakyatnya. Selain itu negara wajib merdeka dari politik asing sehingga dalam membuat kebijakan tidak dipengaruhi oleh dominasi negara manapun atau kelompok elite global.

Hal ini bisa terwujud secara nyata dan sempurna bila direalisasikan oleh sebuah negara sebagaimana negara yang dipimpin oleh Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya. Terbukti Islam mampu berjaya selama lebih dari 1300 tahun dengan menelurkan banyak ilmuwan, para pemimpin hebat dan peradaban yang diperhitungkan pada masanya.

Wallahu a’lam bishawaab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image