Dampak Kenaikan PPN 12, Dapat Memicu Terjadinya Krisis di Indonesia
Bisnis | 2024-11-17 22:54:32Kamis (14/11) Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dari semulanya 11% menjadi 12% tetap dijalankan sesuai rencana. Menurutnya hal ini telah final dan telah ada undang-undangnya, tepatnya pada Pasal 7 ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2021 yang disusun oleh Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kenaikan PPN 12% ini akan dimulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2025.
Namun kenaikan PPN yang terburu-buru ini menimbulkan banyak kekhawatiran baik dari masyarakat maupun para ekonom. Dampak dari kenaikan PPN ini nantinya bukan hanya terjadi pada kenaikan harga barang saja, tetapi juga bisa berdampak kepada semakin menurunnya daya beli masyarakat, bahkan dapat menyebabkan krisis ekonomi.
Para ekonom menilai bahwa situasi dan kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa indicator, diantaranya adalah:
1. Terjadinya PHK Massal Dimana-mana
Menurut data yang dikeluarkan oleh Kemnaker, per periode Januari sampai Oktober 2024 terdapat 63.947 tenaga kerja yang terkena PHK. PHK massal yang terjadi ini didominasi oleh daerah DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Banten. Diantara penyebab terjadinya phk massal ini adalah ketidakmampuan Perusahaan untuk bersaing dengan competitor, banyaknya sektor usaha yang belum bisa pulih dari covid-19. Kondisi ini tentu menunjukan bagaimana kurang baiknya situasi ekonomi saat ini.
2. Daya Beli Masyarakat yang Lemah
Pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada bulan Mei – September Indeks Harga Konsumen (IHK) Tengah mengalami deflasi secara berturut-turut. BPS mencatat deflasi yang terjadi dikisaran angka 0,03% sampai 0,12%. Tentu hal ini bukanlah sesuatu yang bisa disepelekan, deflasi yang terjadi secara beruntun ini mengindikasikan betapa lemahnya daya beli masyarakat saat ini.
Menurut para ahli hal ini tentu berkorelasi secara positif terhdap terjadinya PHK massal. Masyarakat yang terkena PHK tak kunjung mendapat pekerjaan sehingga mereka juga tak memiliki penghasilan. Maka dengan kondisi tersebut terjadilah deflasi.
3. Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil
Setelah diterpa oleh PHK masal dan rendahnya daya beli masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya deflasi, kita juga tidak boleh lupa betapa tidak stabilnya kondisi global saat ini. Kita lihat saja bagaimana konflik yang terjadi di Timur Tengah antara Israel, Bangladesh dan Iran. Konflik tersebut menyebabkan fluktuatifnya harga minyak global saat ini.
Kemudian kita lihat beberapa hari lalu, ketika pemilihan presiden di Amerika Serikat. Dimana sesaat ketika Donald Trump diumumkan sebagai pemenang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga emas global langsung terjun bebas.
Indonesia sebagai small open country yang mana situasi dan kondisi ekonominya sangat terpengaruh oleh situasi global. Semestinya lebih concern terhadap isu-isu global yang terjadi.
Pemerintahan Prabowo-Gibran yang tepat berusia satu bulan ini seharusnya lebih mementingkan Solusi terhadap permasalahan ekonomi yang lebih besar di atas. Memang kenaikan PPN dapat menaikan pula pendapatan negara sehingga APBN tetap terjaga. Namun jika kita melihat secara lanskap, maka kebijakan ini justru menimbulkan dampak buruk yang jauh lebih besar.
Oleh karena itu, penulis memberikan masukan agar menunda terlebih dahulu kenaikan PPN 12% ini. Setidaknya kita harus menunggu sampai situasi dan kondisi ekonomi sudah lebih baik dan stabil. Berikan stimulus kepada masyarakat agar roda perekonomian dapat berputar secara seharusnya lagi. Buatkan lapangan pekerjaan untuk masyarakat, sehingga masyarakat memiliki penghasilan dan dapat memutar roda perekonomian.
Jika pemerintah tetap berpegang pada prinsipnya untuk menaikan PPN 12%, maka kita hanya bisa berharap agar hal tersebut tidak menjerumuskan Indonesia ke dalam jurang krisis ekonomi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.